"Woi, kamu gak sekolah buat hari ini kan?" tanya Dela seraya mengecek kening Fadel. Masih sedikit panas.
"Sekolah," jawab Fadel mengucek matanya. Dela mengernyitkan dahinya.
"Tapi suhu badan kamu masih panas, di sini aja dulu."
"Tapi aku mau sekolah."
"Tapi kamu masih sakit! Keras kepala banget sih jadi orang."
"Iya, iya," ujar Fadel kembali menarik selimutnya.
"Oh ya, jangan sampai gak mandi cuma gara-gara sakit," ucap Dela menatap sinis ke arah Fadel sebelum pergi. Fadel hanya berdeham mengiyakan dari balik selimut.
"Mbok, jagain si Fadel, ya? Dia masih sakit," ucap Dela saat menuruni anak tangga dan saat si Mbok sedang membersihkan debu-debu di meja kaca dengan kemoceng.
"Iya, Non," jawab si Mbok tersenyum.
Dela berjalan keluar dari rumah lalu mengunci pintu rumah. Dela memang terbiasa bawa kunci rumah saat pergi ke sekolah agar tak repot-repot memanggil si Mbok dari luar nanti untuk membukakan pintu.
Sesekali, orang-orang yang satu seragam dengannya dari kompleks sini tersenyum kepada Dela. Sesekali pula menegur dan memanggil nama Dela. Dela juga membalas teguran mereka, padahal mereka tak saling mengenal. Hm, atau mungkin memang hanya Dela yang tak kenal?
"Woi!" imbau Mei memanggil Dela yang baru saja melewatinya. Maksudnya, sengaja melewatinya.
"Siapa sih, itu yang manggil?" gumam Dela seraya melihat kiri-kanan. Mei memutar kedua bola matanya kesal.
"Sok banget, ya. Si Fadel mana?"
"Demam dia. Bisa kasihin ke Toni gak, Mei? Aku kan, gak deket banget sama Toni," ujar Dela menyodorkan surat izin sakit kepada Mei. Mei mengeryitkan dahinya.
"Hah? Kenapa aku? Aku malahan lebih gak dekat sama Si Toni, aku kan baru pindah beberapa hari yang lalu," jawab Mei dengan nada kesal, namun tetap menerima surat izin milik Fadel tersebut.
"Justru itu. Kamu harus beradaptasi dengan lingkungan baru, harus punya teman baru. Kamu aja cuma kenal sama aku dan Fadel kan, di kelas?" sahut Dela dengan nada nyolot. Mei menatap dongkol.
"Kamu gimana? Kamu udah dua tahun di sekolah, masa masih belum akrab sama murid-murid di sekolah?" balas Mei melipat kedua tangannya angkuh. Dela hanya terkekeh garing.
"Yah, yang penting kan aku tau namanya, walaupun gak akrab. Udah deh, jangan bantah lagi, kasih aja sama Toni. Hitung-hitung buat gebetan," ujar Dela seraya menaiki anak tangga menuju kelas. Mei pun mengikutinya dari belakang.
"Yaudah, yang mana Toni?"
"Tuh, yang duduk di atas meja sambil ngerumpi sama rombongannya," bisik Dela ketika mereka memasuki kelas.
Mei diam. Ganteng? Ya dong, di kelas mereka kan cuma satu-satu cowok yang jelek.
"Ayo cepetan!" suruh Dela meletakkan tasnya di kursi Fadel. Fadel kan gak datang. Apalagi, Mei kan duduknya disebelah Fadel.
"Iya iya, bawel!" ujar Mei berdecak kesal.
Toni sempat melihat ke arahnya untuk beberapa detik, lalu memalingkan wajah. Mei tahu, dia memalingkan wajah karena malu. Atau mungkin bukan? Entahlah.
"Sori, Toni ya?" tanya Mei. Semua laki-laki yang sedang berkumpul di sana menatap ke arah Mei.
Toni tersenyum, lalu mengangguk. "Kenapa?"
"Ada surat dari Fadel. Kamu Wakil Ketua Kelas, kan? Tolong dikasihin ke wali kelas ya, nanti," ucap Mei menyodorkan surat izin tersebut ke arah Toni. Toni mengangguk lalu berterima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
FADELA
أدب المراهقينApa jadinya kalau dua orang yang namanya mirip-miripan selalu dikait-kaitkan? Ini tentang Cameo Fadel dan Camellia Fadeela, cowok dan cewek yang saling tak suka, namun selalu dijodoh-jodohkan oleh setiap orang di sekolah. p.s • Fadela ditulis pada 2...