Dela tertawa mendengar ucapan Fadel.
Gombalan basi, pikirnya.
Ting tong.
Fadel menelan ludah. Itu pasti Om Edo. Bagaimana cara Fadel menjelaskan kepada Dela nanti, kalau gadis itu marah?
"Aku datang!" teriak Dela bangkit dari bangkunya, namun Fadel menarik tangan Dela.
"Aku aja," katanya lalu berjalan menuruni anak tangga untuk menuju pintu depan.
Bismillah.
Ceklek.
"Udah kuduga itu Om," ujar Fadel sambil tersenyum.
"Siapa, Del?" tanya Dela berjalan ke arah pintu depan, dan berdiri di belakang Fadel.
Mata Dela menatap tak percaya kepada seseorang di hadapannya. Fadel segera pindah ke belakang Dela, agar Dela bisa melihat papanya lebih jelas.
Fadel tersenyum melihat kedua insan ini kembali bertatap muka lagi dan saling melempar senyum lagi, sejak perpisahan mama dan papanya.
Dela memandang ke arah Fadel dengan mata berkaca-kaca. Fadel mengangguk dengan senyuman yang terukir di bibirnya, mengisyaratkan agar Dela segera memeluk papanya.
Sedangkan Om Edo hanya bisa tersenyum lega melihat gadis kecilnya telah tumbuh menjadi seperti bidadari permaisuri seorang pangeran. Dela tumbuh dengan sangat baik, walaupun tanpa ada mama dan papanya di sampingnya.
Di tangan Om Edo ada buket bunga kamelia, bunga kesukaan Dela dan boneka beruang besar yang merupakan boneka lama kesayangan Dela saat kecil, Om Edo masih menyimpannya sampai sekarang.
"Kayak cowok yang dateng ke rumah cewek usai LDR-an panjang aja," gumam Fadel menyeringai. Memang tak bisa menghargai suasana sekali dia.
Om Edo melebarkan tangannya, mengisyaratkan agar Dela segera memeluk tubuhnya, seperti yang sering Dela lakukan saat waktu kecil dulu.
Dela segera memeluk papanya yang sudah lama tak ia temui itu. Dalam kota yang sama, namun terpisah oleh ramainya masyarakat di kota.
"Kamu tumbuh dengan baik, Nak," gumam Om Edo sambil mengelus rambut panjang Dela. Dela mengangguk.
"Iya."
Fadel sempat ingin menjatuhkan air mata saat menyaksikan momen mengharukan ini.
Hm?
Tapi bohong.
Dari sana, Om Edo tampak tersenyum lebar kepada Fadel seakan berkata 'terima kasih', dan Fadel membalas senyumannya seakan menyisyaratkan 'sama-sama'.
•••
Om Edo sepakat untuk menginap hari ini di rumah Dela. Jadi, Fadel sama Dela gak bisa mesra-mesraan kayak tadi sore lagi.
Dela terus memandang dengan girang ke arah buket bunga yang di pegangnya. Fadel yang melihat itu, hanya memandang Dela dengan tatapan bosan.
"Apa sih, enaknya ngeliatin bunga jelek kayak gitu, hm?" tanya Fadel sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Fadel emang punya kebiasaan buruk, selalu mandi malam. Mereka sedang duduk berhadapan di meja saat mereka bermain ular tangga tadi.
Dela menaikkan satu alisnya. "Bunga jelek?"
Fadel mengangguk. "Sama kayak si empunya nama," lanjut Fadel sambil memandang ke langit-langit atap. Dela menatap sinis.
"Aku gak jelek," sanggah Dela menampar pipi Fadel dengan tak pelan, namun juga tak kuat. Fadel memegangi pipinya.
"Teganya!" teriaknya ber-akting. Dela tertawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
FADELA
Fiksyen RemajaApa jadinya kalau dua orang yang namanya mirip-miripan selalu dikait-kaitkan? Ini tentang Cameo Fadel dan Camellia Fadeela, cowok dan cewek yang saling tak suka, namun selalu dijodoh-jodohkan oleh setiap orang di sekolah. p.s • Fadela ditulis pada 2...