19 : Kebahagiaan Tersendiri

345 12 0
                                    

KELANA jadi semakin khawatir dengan sikap Bumi akhir-akhir ini. Bumi yang biasanya ceria dan paling semangat di antara ketiganya, sekarang malah sedang galau tingkat dewa di teras rumah Kelana sambil memainkan rumput yang bergoyang.

Di sinilah, Kelana. Memperhatikan Bumi di ambang pintu seraya menyilangkan kedua lengannya di depan dada. Sejak satu jam yang lalu, Bumi baru menyelesaikan ceritanya bersama Kelana. Menceritakan bagaimana watak Juli.

Kelana mengetuk jari ke dagunya sendiri seraya berpikir. "Kayaknya lo mundur aja deh, Bum, percuma juga kalau cewek dipaksa gitu. Yang ada buat dia jadi risih gitu, dan nggak nyaman sama lo, Bum."

Bumi mendecak. "Kenapa lo jadi buat gue ngedown sih?!" Bumi mengacak rambutnya. "Emang nggak ada, sepercik rasa di dalam hati Juli untuk gue? Untuk gue bisa memilikinya lagi?"

"Lagi?" Kelana mengernyitkan dahinya tidak mengerti. Cowok jangkung yang sekarang sedang memakai pakaian santai ini, menghampiri Bumi dan melihat ke arah mata Bumi. "Juli ... mantan lo?"

===

Juli sedang asik menggambar sketch anime di belakang rumah dengan ditemani segelas air jeruk peras buatan Mama. Hal inilah yang dilakukan Juli, saat ia tidak mengerjakan apapun. Bahkan, tugas yang menumpuk seperti biasanya juga Juli selesaikan.

Entahlah, hidupnya sekarang lebih tenang. Dengan menolak mentah-mentah seorang Bumi, sekarang Bumi juga tampak enggan untuk mendekatinya lagi.

"Ehm."

Dehaman dari sampingnya, membuat Juli menyahut pelan. Tidak berhenti untuk Juli menggambar sketch anime tersebut.

"Ngapain, Jul?"

Juli melirik sekilas ke arah Langit yang sekarang sedang menyicipi setoples nastar nanas, dan kemudian berdecih kasar ke arah Langit. "Nggak seret makan nastar?"

Langit nyengir, lalu menawarkan ke arah Juli. "Mau?"

Juli menggeleng. "Lo 'kan tau, kalau gue nggak suka nastar. Buat gue jadi enek aja. Lo ngapain sih ke sini, udah puas pacaran sama Jingga tadi?"

Langit mengangguk mengiyakan, kemudian melirik ke arah kertas yang sekarang sudah dipenuhi oleh goresan pensil. Terbentuk wajah anime di sana. "Hm, buat anime lagi? Bagus-bagus, lanjutkan."

Juli mendengus, saat Langit ingin menepuk kepala Juli. Hal itu segera itu tepis, kalau tidak juga Langit akan berlebihan menepuk kepala Juli. "Ke kamar kek sono, ganggu orang aja, jir."

"Gue penginnya ngadem di sini, kenapa? Masalah buat lo?"

Juli berdecih ke arah Langit. Konsen untuk menggambar anime sudah hancur, dengan kedatangan Langit yang mengganggu Juli.

"Jul, akhir-akhir ini gue jarang liat lo sama Bumi ya?"

Juli mendengus seraya merapikan alat-alat gambarnya yang berantakan di sekitar meja, Juli bangkit dari duduknya tanpa menjawab pertanyaan dari saudara kembarnya tersebut.

Langit mengernyit melihatnya, sebelum Juli ingin masuk ke rumah, Langit menarik ujung baju Juli supaya Juli berhenti berjalan. "Et, lo belum jawab pertanyaan gue."

"Males."

Langit mengerlingkan bola matanya saat Juli menjawab seperti itu. "Bukan itu yang gue mau."

"Yang penting udah gue jawab, rebet banget. Udah gue mau tidur cantik."

"Lo yang rebet, tinggal jawab aja apa susahnya."

===

Jingga menatap cahaya bulan di kota Bandung malam ini, cahaya yang terang membuat Jingga terkikik sendiri dengan kejadian tadi siang di rumahnya. Bersama Langit, membuat hari Jingga begitu berwarna. Entahlah.

Langit Berwarna JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang