29 : Magnet antara Juli dan Kelana

261 9 0
                                    

Di sinilah mereka, berhadapan dengan dua pasangan yang bahagia. Di meja makan terdapat ikan goreng yang sangat menggiurkan serta ada sambal goreng yang terlihat sangat pedas. Di depan mereka pula, terdapat masing-masing mangkuk yang berisikan sayur asam yang mengepul indah. Membuat keduanya sama-sama lapar.

"Hayu atuh di makan, Juli, Kelana," ucap Jingga nyengir. "Lagian, kalian berdua ini kenapa?"

Juli memutarkan kedua matanya. "Tanya sendiri aja sana sama orangnya."

"Lan?" Seolah ingin tau apa yang mereka permasalahkan, Jingga menanyakan hal ini kepada Kelana. "Kalian berantem?"

Kelana menggeleng, kemudian mengangkat bahunya. Tak lama, Kelana menyendok nasinya secukup yang ia perlu.

"Yeh, si budak nyak. Kalau ditanyain gitu ish," ungkap Jingga tak tahu menahu dengan keadaan mereka berdua yang tampak seperti orang yang tidak sedang pacaran. "Nih, ya dengerin Jingga. Kalau masalah sepele pun, jangan dianggap gampang atuh. Kalau di antara kalian cuma bilang 'ah, sepele doang' nanti malah yang ada keterusan. Kalian harus menjaga komitmen masing-masing. Harus jujur satu sama lain, dan juga harus percaya. Itu adalah salah satu cara untuk hubungan tetep awet."

Langit sangat bangga kepada pacarnya itu. Kalau udah nasehatin orang kadang membuat Langit ingin cium Jingga saat itu juga. Astagfirullah! belom mukhrim! "Nah, tuh denger, Lan, Jul."

"Anjir anjir, lo berdua ya tuh kayak nyokap sama bokap gue tau nggak? Dewasa banger jier. Salut gua." tutur Kelana bertepuk tangan. "Gue sih nggak masalah. Tuh si itu tuh,"--Kelana menunjuk dengan lidah yang dimasukkan ke dalam pipi dan mengarahkan ke Juli yang sedang menyantap makanan tanpa peduli dengan omongan mereka--"selalu rese. Apa-apa harus gue dulu yang minta maaf."

"Eh gue denger ya," ucap Juli tanpa niat menoleh.

"Tuh 'kan, lo denger sendiri. Gimana gue nggak stres?"

Jingga tertawa, sementara Langit menggelengkan kepalanya maklum.

"Lo kalau mau ngomongin orang tuh, liat dulu situasinya! Ada orangnya apa enggak. Dasar cowok, selalu aja."

"Selalu apaan alig? Lagian gitu doang sampe dibawa ke sini, kesian tuh Jingga sama Langit jadi terusik sama omongan kamu."

"Ya kamu duluan yang bilang kayak gitu. Gimana mau kepancing?"

"Aku nggak mancing kamu, lagian kamunya aja yang emosian duluan."

"Udah bodo, bodo, bodo. Bete aku, nggak napsu," sementara itu, Juli meninggalkan meja makan dengan makanan yang masih tersisa.

Sementara Kelana menghela napas panjang. "Tuh, kelakuan adek lo, Lang, capek gue. Dikit-dikit ngambek, baru akhir-akhir ini sih. Sensitif banget."

Langit terbahak. "Emang si Juli begitu, Lan, ya lo sabar aja kalau udah dihajar sama dia. Gue untung udah kebal. Bayangin aja tuh gue sama dia dari masih dalam kandungan."

"Nggak mau ngebayangin. Capek."

Jingga tersenyum maklum. "Nih ya, Lan, kalau cewek udah kayak gitu tuh artinya dia pengen dimanja, Lan, jangan malah lo bacotin balik. Lo bujuk dia baik-baik, sampe dia mau maafin lo. Gue tau kalau Juli udah begitu, artinya dia lagi PMS, Lan, yah tolong dimaklumi ya.

Langit Berwarna JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang