Perang?

1.6K 206 27
                                    

Sudah hari kelima sejak aku terakhir kali bertemu dengan Jimin di Kantor. Lebih tepatnya hari Kamis minggu lalu. Esok harinya aku terpaksa izin, karena demam yang melanda semalaman menyebabkan aku kehabisan tenaga dan tidak bisa berangkat ke kantor.
Kalau seperti ini, biasanya Jimin akan datang menjengukku. Namun kali ini ia tidak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Biasanya ia akan datang meski itu hanya sekedar numpang mandi, minta makan atau hanya sekedar iseng membunyikan bel rumahku.
Kupikir ia juga sedang sakit maka tidak  bisa main ke rumah, namun ia bilang di grup kantor kalau ia sedang berbelanja di supermarket dekat rumah Pak Namjoon hari Jumat lalu.
Bisa jadi ia pergi berlibur saat weekend atau pulang ke rumah orang tuanya, atau kencan dengan pacarnya yang sangat super itu. Tapi mengapa ia tidak datang ke rumahku sama sekali? Tumben. Apa ia marah padaku?

Bukan.

Bukan berarti aku rindu dengan donat glaze ber-marga Park yang super tampan itu. Aku hanya ingin mendengar suaranya yang menggemaskan dan senyumnya yang selalu berhasil membuatku lupa daratan, membuatku merasa bahwa dunia ini penuh dengan bunga dan nuansa merah muda dimana-mana.

Maaf, aku salah bicara.

Sesungguhnya Jimin tidak tampan sama sekali. Hanya saja, ia sedikit menggodaku.

Plak!!

Bicara apa aku ini.

"Halo, Bu"
"..."
"Iya. Aku sudah sembuh. Tenang saja."
"..."
"Ada teman yang menjagaku, Bu. Tidak apa-apa"
"..."
"Nanti akan kutransfer uangnya. Tenang saja. Aku harus pergi ke warung. Aku matikan teleponnya."

Tit!

Ibuku, sudah tahu aku baru saja sembuh dari sakit, tapi masih saja memintaku untuk segera mengirimkan uang padanya. Baru-baru ini ia kena tipu oleh lintah darat kenalan pamanku. Bisa-bisanya. Sebenarnya aku tidak tahu siapa yang berengsek disini. Lebih baik aku diam saja.

Aku membuka catatan panggilan di hapeku dan meng-scrollnya. Hanya ada nama ibu dan Jimin disana. Bukan berarti aku berhasrat untuk menelepon Jimin, aku hanya berharap ia menanyakan kabarku.

Hahaha, kenapa aku mengharapkan pacar orang lain untuk menelepon dan menanyakan kabarku?

Kau ini lucu sekali, Nar.

.

.

Hujan sudah reda sejak satu jam yang lalu. Maksud hati ingin pergi ke warung kopi dekat rumah, apa daya kasur terus berteriak memanggil namaku, memintaku untuk berbaring manja diatasnya.
"No no no! Aku harus beli makan!" Ujarku sambil mengambil jaket warna biru muda milikku yang terparkir dengan tidak rapi diatas kasur.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke warung kopi andalan RT 01 ini, hanya beberapa langkah saja. Sayangnya, kali ini ramai, padahal tadi hujan. Tidak seperti biasanya. Banyak yang memesan bubur dan minuman panas. Kurasa warung kopi di RT sebelah sedang tutup, sehingga banyak yang datang kesini.

"Bang, bubur kacang hijau campur ketn hitam satu sama es ova*ltine satu. Dibungkus ya!" Pesanku sambil duduk di sebelah om-om ganteng berpakaian rapi nan wangi yang tengah nongkrong dengan segelas susu coklat hangat ditangannya.

"Hujan-hujan dingin gini kok beli es mbak?" Tanyanya. Om-om itu menoleh kearahku. Benar-benar mahakarya sang kuasa. Alis tebal, dagu yang tegas, bibir merah muda tipis yang seksi, mata yang bersinar dan hidung mancung. Rejeki anak soleh, hm.

"Iya nih, Om. Lagi pengen minum es aja."

"Jangan panggil om dong. Paling juga kita seumuran. Muka saya emang boros."

Ia bilang namanya Hoseok. Seorang manajer di perusahaan yang ternyata bertetangga dengan perusahaan dimana tempatku bekerja. Tapi, kenapa aku tidak pernah melihatnya?
Oh iya, aku jarang keluar kantor.

Saat aku mengedarkan pandanganku, aku menemukan sesosok pria yang sangat tidak asing buatku. Ia duduk di pojok dan tengah menyesap segelas kopi hitam, memakai kaos warna hitam dan peci yang bertengger dikepalanya. Park Jimin. Ia sudah ada disana sejak lima ratus tahun yang lalu, namun tidak menyapaku.

"Ini mbak pesanannya. Jadi sepuluh ribu."

Setelah memberikan selembar uang sepuluh ribuan, aku pamitan dengan Hoseok dan mendatangi tersangka yang ada di pojokan.

"Eh Jimin, kemana aja? Tumben ga main?" Tanyaku penuh sabar. Entah sejak kapan aku jadi sok manis begini bicara dengannya.

Ia menaruh gelasnya diatas meja, lalu menoleh ke arahku. Aku benar-benar penasaran dengan jawaban apa yang akan ia berikan.

And, shit, man. Ia hanya tersenyum tipis, menatapku jijik dan langsung melengos begitu saja.

"Kamu ngajak perang?"

==========
Bwehehe maaf ya lama ga update
Lama juga ga nulis
Lagi mampet ini pikiran ky penghasilan(?)
Vomment yak biar aq maqin cinta dan semangat nulis
Ciao
Xoxo♡

Jimin X YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang