Bukan Jurus Seribu Bayang

4.8K 424 10
                                    

Jujur saja, hari ini aku bangun pagi sekali karena belum bisa melupakan ajakan Jimin untuk sarapan hari ini. Aku tidak suka dengannya, tingkahnya sangat tidak sopan, tapi aku juga ingin sarapan bersama dengannya. Untung saja, kemarin aku tidak memberikan jawaban yang pasti padanya, bukan 'Tidak mau' bukan 'Boleh!' Tapi sepertinya 'Kita lihat saja besok' lebih ampuh dan tidak terlalu bikin ganjel di hati.

Baru pukul setengah tujuh dan aku sudah rapi, aku sengaja ingin berangkat lebih awal dengan niat menghindari bertemu seorang Park Jimin di tukang bubur. Selain itu, aku juga berencana untuk makan LonSay alias lontong sayur yang ada di ujung gang rumahku.

Setelah mengunci pintu rumah kontrakanku dan menutup gerbang, aku melangkahkan kakiku dengan santai menuju ke LonSay. Perutku yang sudah keroncongan karena semalam tidak kuisi sama sekali juga semakin anarkis.

"Pagi."

Tunggu, siapa yang menyapaku di jam-jam segini? Seharusnya sudah tidak ada setan ham segini, bukan?

"Pagi, Naru."

Park jimin, selamat pag- Hah? Sedang apa dia disini?
Ini hanya imajinasiku, aku yakin!
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku mencoba mengembalikan kesadaranku. Tapi, masih ada Park Jimin di depan mataku.

"Rumah kita deketan ya, hehe."

Sialan, matanya yang hilang saat tersenyum bikin hati ser-seran. Duh mas, masih pagi.

"Kamu siapa ya? Beneran Jimin? Sedang apa disini?" Aku... sok polos.

Jimin memasukkan tangan kanannya kedalam saku celananya, ia menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan kirinya. "Aku tetangga barumu."

"Kau bukan jimin. Jurus seribu bayang yang kau umpankan padaku tidak berguna." Aku melangkah meninggalkannya. Mencoba berjalan secepat mungkin dengan heels stiletto baruku.

"Aw!"

Sialan. Aku terkilir.

"Kau takut padaku? Kau tidak suka padaku? Kenapa?" Jimin berdiri berkacak pinggang di depanku. Bukannya membantu malah menanyakan pertanyaan yang sangat malas untuk kujawab.

"Oy, jawab. Salaku apa?" Sekali lagi ia bertanya. Sungguh aku tidak ingin memandang wajahnya yang kurang ajar itu.
Segera saja aku melepaskan sepatu hak tinggiku dan mencoba berdiri.

"Aw!"

Gagal.
Aku benar-benar terkilir dan pergelangan kakiku lecet. Sepatu baru, murah dan bawa sial. Seharusnya aku tidak beli di Pasar Baru.

Tiba-tiba Jimin memasangkan plester di kakiku yang lecet, entah darimana ia mendapatkannya. Setelah mengambil paksa tas di tanganku, ia berjongkok di depanku. Memintaku untuk naik ke punggung kekar miliknya.

"Aku bisa berjalan. Aku tidak mau digendong olehmu." Gengsiku masih tinggi. Bodoh, kalimat apa yang barusan aku lontarkan, padahal kaki ini sudah cukup menyedihkan.

"Cepat naik atau kau akan telat masuk kerja dan tidak jadi sarapan."

======
Jiminnya perhatian tapi galak. Sok cuek tengil Bete deh

VOMMENT YA KAWANQ
Kisskiss♡airo

Jimin X YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang