Masa lalu

38 4 2
                                    

Ersten

19.23 p.m
Sabtu
"Mama! Papa! Dimana kalian?!" aku berteriak sekuat mungkin. Namun,merasa gelombang suaraku merambat tak berarti, aku terduduk lemas. Melipat kakiku ditahan dengan pelukan tanganku. Aku menelungkupkan wajahku ke dalam lipatan tangan dan kaki sedalam-dalamnya.

Tadi,aku sedang berkeliling bersama Ayah dan Bunda di pameran malam hari. Lalu,suatu cahaya lampu nan indah mengalihkan penglihatanku. Aku terlepas dari pengawasan kedua orangtuaku. Cahaya itu berasal dari sebuah lampion kecil bermotif berwarna merah cerah. Aku ingin sekali menggapai dan mengambilnya,namun tinggiku tak semampai.

Hingga seorang anak perempuan yang sepertinya seumuran denganku yang mana aku berumur 7 tahun berdiri sangat dekat dihadapanku.
"Kau ingin lampu itu? Tapi kau tak cukup tinggi untuk mengambilnya? Tenang saja,serahkan padaku, hehe", anak itu berbicara memulai percakapan antara kami dua. Aku hanya diam,membungkam mulutku. Aku tidak mengenalnya sama sekali,dan aku memang sangat bingung bagaimana cara untuk membalas percakapan tersebut.

Anak itu pun mengambil sebuah kursi pengunjung yang tak jauh di seberang kami, dan menaikinya.
Aku hanya bisa terpaku melihatnya.
Dalam hitungan detik,anak itu berhasil mengambil lampu tersebut.
"Halo? Ini lampumu! Aku dapat mengambilnya. Hebat bukan? Haha" anak itu menyodorkan lampu tersebut kearahku. Aku hanya bisa mengambilnya dengan wajah yang masih terkagum-kagum.

"Hei,apa kau bisu? Kau hanya diam menatapku dari tadi." aku tersadar dari kegamuman sesaatku.
"Ha, iya. Maafkan aku. Aku hanya kagum melihat keberanianmu. Hmm,perkenalkan namaku Ersten."
"Haha, nama yang bagus. Tapi,aku tidak mau memberitahukan namaku kepadamu. Kau harus mencari tahunya. Ini,aku beri suatu pertanda inisial namaku" anak itu mengeluarkan pena pink kecil dari kantung bajunya dan menuliskan sebuah inisial nama di lampu tersebut. C.A

Aku terus memperhatikan anak itu,melihat tangannya yang asik menulis. Dan melihat sebuah tanda lahir,yaitu berupa tahi lalat kecil tepat di punggung tangan kanannya.
"Nah, sudah selesai. Jaga lampu ini baik-baik. Jangan pernah lupakan aku,dan cari tau lah. Bye!" anak itu langsung berlari kecil,meninggalkanku sendiri. Aku masih dalam keadaan mematung. Masih bingung dengan kejadian barusan.

Semenit kemudian,aku tersadar oleh seruan yang berasal dari suara Ayah dan Bundaku. "Ersten!". Aku masih berdiri ditempat yang sama. Melihat punggung anak tersebut yang semakin lama,semakin jauh dan akhirnya hilang ditutupi berbagai stand pameran.

Detik itu,aku sadar. Bahwa tadi,aku berjumpa dengan malaikatku. Malaikat ceria dan pemberani. Aku berjanji akan mencari dan menemukannya. Juga tidak akan melupakannya. Sampai kapanpun itu.

***

Cresya

Panas terik matahari menyambut siang ini. Pukul 14.26 saatnya seluruh siswa dan siswi berhamburan keluar kelas dan menuju pintu gerbang. Selesai bertempur dengan kerasnya dunia sekolah.

Hari ini, aku terpaksa pulang dengan angkutan umum berhubung mobil jazz masih dalam masa perbaikan dan Mami Pipi ada tugas di luar negeri. Sedangkan Chacha sudah terlebih dahulu pulang dijemput supir pribadinya.
"Ya ampun! Panas banget! Udah itu angkot pada kemana sih? Kok ga keliatan daritadi",gerutuku pelan.
Aku terus menggerutu,sampai tak sadar bahwa ada seorang cowok dibangku halte yang sedang memperhatikanku. Aku berbalik dan menyelidik siapa cowok itu.

Dan,well itu adalah...
Anak baru? Sial.
"Eh,sejak kapan lo duduk disitu?",tanyakku menyelidik. Anak baru itu hanya diam,dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Eh,lo budek ya? Ga dengar apa ada orang yang ngajak ngomong?", sedikit jengkel aku bertanya kembali.
"Oh,hai! Saya anak baru. Sebelumnya maaf, saya tidak bisa menjawab pertanyaan kamu. Karena saya tidak tahu siapa namamu" ,akhirnya cowok itu membuka suara.

Uncontrollable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang