27b

11.8K 876 16
                                    

twenty seven b: luis' feelings

•••

Perasaan bersalah terus menghantuiku.

Apakah teguranku terhadap Nathan terlalu keras?

Apakah ucapanku keterlaluan?

Apakah aku salah menyatakan bahwa aku bukan mendiang adiknya?

Kejadian penyerangan serta beberapa masalah belakangan ini menaikan tensi di antara aku dan beberapa orang.

Aku jadi tidak bisa berpikir jernih karena takut, was-was dan juga stress.
Aku takut karena aku adalah sasaran utama dari para kelompok rogue itu.

Was-was karena aku tahu ada orang dalam yang siap membeberkan informasi kalau-kalau kami kelalaian.
Dan... Stress. Stress karena semua ini datangnya terlalu bertubi-tubi.

Aku ingin mencurahkan isi hatiku, tapi pada siapa?

Secara orang yang selalu kudatangi untuk berkeluh kesah sedang punya masalah denganku.

Kenneth?

Aku belum terlalu dekat dengannya, juga dia sedang menghadapi masalahnya sendiri.

Samantha?

No. Aku tidak bisa terus-terusan merepotkan Team Sasha.

Aku menghela nafasku dengan panjang.

"Seandainya aku punya saudara yang bisa diajak tukar pikiran..." ujarku tanpa sadar sembari mengamati bintang dari pekarangan rumah kawanan.

Lalu entah bagaimana ceritanya, Luis tiba-tiba muncul dan duduk di sebelahku seperti tanpa dosa.

"Lagi apa?"

Aku memejamkan mataku, mengingat-ingat perkataan serta perbuatannya dulu.

'Kenapa bukan lo aja yang mati?!'

'Kenapa lo selalu bikin gue malu sih?!'

Mataku terbuka dan pandanganku kembali tertuju pada bintang-bintang di langit.

"Ngapain di sini? Nggak malu di liat orang lagi duduk berduaan sama adeknya? Eh lupa deng, bukan adek ya, tapi sampah."

Luis terdiam. Lalu akupun merasa bersalah untuk selalu mendorong jauh orang-orang yang pernah menyakitiku.

Tapi bukankah itu wajar?

Aku memang bisa memaafkan, tapi aku nggak akan pernah bisa lupa. Seumur hidupku, luka ini akan terus ada dan akan kubawa sampai mati.

"Maafin aku Grace kalau aku selalu menyakitimu," ujarnya setelah keheningan meliputi kami selama beberapa saat.

Aku pun menghela nafasku dengan lelah.

Perkataan Luis membuatku seolah-olah aku adalah orang jahatnya di sini.

Aku terdiam selama beberapa saat sebelum menanyakan hal yang selama ini tidak ku mengerti mengenai perbuatan mereka padaku.

"Kenapa, Gabriel?"

Luis menoleh untuk menatapku. Awalnya ia terlihat agak bingung. Namun setelah aku membalas tatapan matanya, sepertinya akhirnya ia mengerti.

"...Karena aku tidak punya siapapun untuk di salahkan. Dan aku tidak bisa melupakan mereka berdua se-mudah itu, sehingga hal paling mudah adalah menyalahkanmu atas alasan mengapa mereka pergi."

Aku tertawa dengan sumbang mendengar penjelasannya.

"Semua orang di sini betul-betul hebat ya. Dikira mentalku mental baja kali ya, di apain aja oke, di salahin apa aja nerima. Enak bener ya menjadikan aku sebagai samsak tinju.

broken.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang