Michi

40 4 1
                                    

Kami telah berjalan cukup jauh dari rumah sakit, seharusnya mencari restoran atau semacamnya yang rata-rata menjual makanan halal tidak susah tapi kami telah berputar-putar. Camellia berkali-kali tertinggal ketika lautan manusia menyebrang, dan aku berkali-kali kembali, menariknya agar tak tertinggal. Camellia juga berkali-kali berhenti, terkesima dengan pemandangan kota ini, melihat kuil di tengah-tengah kota, memandangi langit dan awan, serta berhenti melihat rumput yang hidup dipinggir jalan. Dia mengamati rumput itu, melihatnya bermenit-menit dan menggumankan sesuatu tentang famili rumput itu. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. Camellia memetik rumput itu dan mencari sesuatu ditas.

"Kamu mau ngapain dengan rumput itu?"

"Iiih, mas. Udah aku bilangin, ini bukan rumput. Ini paku, bentuknya memang beda dengan paku pada umumnya."

Camellia meletakkan rumput itu dalam buku, merapikannya dan menyimpannya dalam buku. Aku membantunya mengemas tas dan menggendong tas tersebut. Kami memasuki restoran yang menyajikan makanan vegetarian. Kami cukup kesusahan mencari restoran halal dan memutuskan masuk ke restoran ini. Makanan yang disajikan, memang khas jepang. Camellia nampak menikmati makanannya, sedangkan diriku mengunyah apapun yang dapat aku telan.

"Buat apa rumput tadi?"

"Paku, mas Paku bukan rumput."

Aku hanya dapat memutar mata ke kiri. Apalah peduliku itu rumput ataupun paku.

"Dijadiin herbarium, buat kenangan aku ke jepang. Hehehehe...."

"Kata-katamu seperti kau tidak akan ke sini lagi?"

"Apa itu tandanya kau akan menjenguk Otou-san lagi?"

"Aku kira kau telah paham kondisi Otou-san karena itu kau mati-matian membujukku dan pergi ke sini."

"Tak pernah ada salahnya Mas, buat berpikiran positif. Kita tak tahu umur, bisa saja beliau diberi umur panjang. Jadi bagaimana tadi? Apa mas udah baikkan sama Otou-san?"

Camellia sengaja, sengaja meninggalkanku dan Otou-san. "Kau sengaja memperlama chek upnya."

"Tidak, setelah proses chek up selesai, aku jalan-jalan dahulu di rumah sakit. Mencoba beli kopi kaleng dimesin, untungnya ada Oji-san yang memberiku uang receh."

Camellia tersenyum dan mengedipkan mata kirinya ke padaku. Aku menarik hidungnya dan Camellia membalas dengan mencupit tanganku. Aku menatap gemas padanya dengan hidung memerah dan dia mengusap-usap hidungnya.

"Kami berbicara lumayan banyak."

"Kami apa Otou-san?"

Kuputar mataku, "Well, kau tahu benar, apa kau menguping?"

Camellia menggeleng, "Aku hanya menebak, kita hidup terpisah cukup lama, tapi aku telah mulai memahanimu, Mas."

Ya, benar. Kami telah tinggal di negara yang berbeda cukup lama. Pernikahan kami yang mendadak serta kematian Oka-san hanya berjarak 3 hari, dan pada hari ke-4 aku harus kembali ke Amerika untuk kuliah. Camellia memang dalam 4 tahun kami berpisah negara mengunjungiku selama 4 kali, sedangkan aku sendiri tak pernah pulang. Waktu yang aku miliki ketika praktik dan menjadi mahasiswa sangatlah sedikit. Aku beruntung mendapatkan Camellia, saat itu dia setia menantiku dan bersabar. Dia sabar ketika aku pulang pagi-pagi, padahal Camellia telah meninggalkan negara kami agar dapat mengunjungiku. Aku ingat betul tatapan Camellia saat itu, nampak bosan dan ingin bermain di luar, tapi dia menahannya karena paham kesibukanku.

"Kau tidak menanyakan tentang Michi?"

Aku melihat sorot matanya yang menantiku. Menantiku menjelaskan atau setidaknya menceritakan sedikit tentang Michi. Matanya memancarkan sorot ingin tahu. Camellia meletakkan garpu dan sendoknya, dan menatap piringnya yang penuh dengan sayur dan mengambil nafas panjang.

"Aku tak ingin membuatmu menggali lubang ketika kamu belum siap."

Apa aku sudah siap menggali lubang? Lubang yang berisi rasa sakit, kesedihan dan kekecewaanku? Siapkah aku membaginya dengan Camellia? Aku memandang ke matanya, sorot penuh penantian terpancarkan darinya.

"Michi, adik kami satu-satunya. Cucu perempuan satu-satunya pada saat itu. Dia sangat dicintai dan disayangi dengan keluarga Oka-san."

Camellia nampak menyimak dan memasang wajah serius. Aku masih menimbang perlukah aku membicarakan Michi lebih jauh padanya? Keluarga Oka-san bahkan telah menganggap Michi tak pernah hadir setelah kematiannya. Camellia nampak pada sebuah kesimpulan, aku tahu dari raut wajahnya. Wajah berduka, wajah kesediah. Kesedihan menyadari kesedihanku, kesedihan kehilangan seorang adik.

"Benar Camellia. Michi sudah meninggal sejak lama. Dia meninggal sejak aku berumur 8 atau 9 tahun, waktu itu usianya 5 tahun."

Aku semakin berusaha menyembunyikan kesedihanku. Mulut Camellia nampak berbicara tanpa mengeluarkan suara.

"Aku turut sedih, Mas. Aku sedih tidak bisa mengenal adikmu satu-satunya."

Camellia merupakan anak satu-satunya, dia tak memiliki saudara kandung tapi dekat dengan sepupu-sepupunya. Aku tahu dia berusaha memahami kesedihanku kehilangan Michi, mencoba memahami perasaan kehilangan saudara kandung yang tidak dia miliki.

"Michi merupakan sebuah topik tabu paling atas untuk dibicarakan, seolah-olah dia tak pernah ada dan tak pernah lahir. Kakek, paman dan bibi melupakan keberadaan Michi." Pandangan mataku mulai buram, "Padahal mereka sangat mencintai Michi. Kau tahu Camellia? Paman dan bibi menganggap keberadaanku dan Take sebuah ancaman. Seolah-olah aku dan Take akan merampas harta mereka, tapi perlakuan mereka terhadap Michi berbeda."

Camellia terdiam, menantiku melanjutkan atau menyudahi topik tentang Michi. Tapi aku merasa sudah saatnya aku mengatakan padanya. Aku menebak, selama ini dia tidak pernah tahu aku memiliki adik. Aku tahu, dibelakangku pasti ada saudara-saudara Oka-san yang menceritakan rumah tangga orang tuaku ke Camellia. Entah itu untuk membuat Camellia mundur menjadi istriku atau bahkan itu dilakukan agar tak ada perempuan darah biru yang mau menikahiku. Sebenarnya aku bahkan tak peduli menikah dengan siapa dan kapan. Kenangan-kenangan akan masa kecilku muncul dalam otakku. Berputar-putar dan menari-nari padaku, seolah-olah ingin mengambil bagianku yang waras.

"Cucu pertama perempuan dan satu-satunya cucu perempuan adalah harta yang berharga untuk keluargamu, Mas." Camellia akhirnya gatal menantiku berbicara, "Apalagi bila Michi memiliki kemampuan seperti nenekmu, itu akan menjadi anugrah yang sangat berharga. Mereka pasti akan menjaga Michi seperti keluarga ibuku menjagaku.."

Dia tersenyum padaku, senyum penuh kepedihan. Camellia merupakan cucu perempuan satu-satunya pada pihak keluarga ibunya. Setahuku, Camellia dijadikan alat politik untuk mendekatkan keluarga besarnya dan keluarga kakekku. Aku jadi membayangkan bila Michi masih hidup, pasti banyak laki-laki yang akan antri melamarnya. Nasib Michi juga mungkin akan berakhir sama dengan Camellia, menikah dengan seseorang berdarah biru yang dipilih oleh kakek.

Kata-kata Camellia tentang Michi tentang kemampuan yang mirip nenek sedikit mengganggu pikiranku. Samar-samar aku merasa dekat dengan nenek saat kecil. Tapi setelah diingat kembali, aku dan Take hanya sedikit berinteraksi dengan beliau. Nenek tidak seperti kakek yang sangat sehat, beliau cenderung lebih mudah sakit, dan saat aku kecil nenek lebih banyak menghabiskan kehidupannya di rumah sakit.

"Kau mengenali nenekku?" Aku menjadi penasaran dengan Camellia, seberapa jauh dia memahami dan mengenal keluarga Oka-san. "Tapi beliau meninggal saat usiaku 4 atau 5 tahun, saat itu kau bahkan belum lahir."

"Kalau yang mas maksud mengenali itu berinteraksi langsung tentu saja belum pernah. Tapi kakekmu sering menceritakannya padaku."

"Seolah-olah, kaulah bagian dari mereka, bukan aku."

"Aku memang bagian dari mereka..."

Aku menatap Camellia dengan bingung. Bagian dari mereka? Tapi,

"Kan sudah nikah sama mas, makanya sekarang aku bagian dari mereka."

"Ngomong-ngomong soal Michi, apa mereka memberi tahu tentang Michi?"

"Tidak, aku tidak tahu."

Dari mata Camellia, aku dapat melihat ada sesuatu yang dia tutupi. Aku terus menatapnya, mencari hal apa yang dia tutupi. Camellia nampak memejamkan matanya, aku tahu sebentar lagi dia akan bicara.

"Aku tahu Michi dari hp mas. Kemarin pas di Kalimantan aku buka galeri hp mas. Kamu ga marah kan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

All MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang