Borneo, Kalimantan

27 3 0
                                    

Borneo, Kalimantan

**Taka

Camellia meregangkan tubuhnya dengan mengangkat tangannya dan tersenyum ke arahku. Kami telah sampai di pelabuhan TPK Palaran. Tubuhku kaku-kaku setalah perjalanan berhari-hari di dalam kapal.

"Mas, cari makan ya."

"Ga cari penginapan dulu? Kamu butuh istirahat dan mandi. Mukamu udah pucat banget, Camellia."

Camellia hanya tersenyum, mukanya semakin hari semakin pucat setelah meninggalkan pulau Jawa. Saat ini kami mengendarai mobil untuk meninggalkan area pelabuhan segera. Camellia masih betah dengan posenya, pose mengelus-elus perutnya yang sekarang mulai sedikit membesar. Aku telah berusaha membujukknya untuk ke dokter setelah sampai di Kalimantan, tapi dia selalu berkilah telah membawa dokter bersamanya.

Hpku berbunyi dan reflek tanganku mengambil hp yang ada didasbord. Penelfon itu ternyata adalah Oji-san, Taka masih fokus ke jalan dan mengarahkan hp ke Camellia. Camellia hanya mengangkat alis sebelah kiri naik ke atas secara reflek tidak paham maksud Taka.

"Oji-san telfon Camellia, sekarang aku sedang fokus ke jalan."

"Ok, mas. Hallo Oji-san?" Camellia merasa was-was, entah mengapa dia merasa ada yang mengganjal.

"Ojou, apa Taka-dono ada?"

"Mas Taka baru nyetir mobil, bagaiamana apa Oji-san dan Nana telah sampai di Kalimantan?"

"Maafkan kami Ojou, kami bermasalah untuk memasukki wilayah Kalimantan melalui Malaysia, kami akan terlambat menjemput Ojou-sama dan Taka-dono."

"Bermasalah? Kenapa?"

Bermasalah? Apa jangan-jangan paman dan bibi sudah tahu rencana kami? Tapi setahuku mereka tak berkuasa di Malaysia.

"Saya tidak dapat akses untuk masuk, hanya Nana yang dapat masuk. Nana telah masuk dan siap mengantar Taka-dono dan Ojou setelah kalian sampai di titik temu. Saya sekarang baru mencari tahu apakah saya diblokir oleh keluarga Taka-dono atau bukan, saya juga sedang mengirimkan orang untuk mencari tahu apa Taka-dono dan Ojou dilarang keluar dari negara."

Wajah Cammelia berubah menjadi kaku dan alisnya berkerut, tatapanyapun tampak melayang. Aku tahu ini pasti berita buruk. Apakah paman dan bibiku telah tahu kepergian kami? Kalaupun tahu aku harap kami dapat sampai ke Jepang dan pulang selamat. Camellia akhirnya meletakkan hpku di atas dasbord dan menghel napas panjang.

"Sepertinya kita telah ketahuan mas."

Wajahnya yang semula ceria berubah menjadi masam. Aku menarik tangan Camellia terdekat dan mengusapnya. Kuberharap dia menjadi tenang, tapi dia hanya memandangku dengan tatapan sedih dan tersenyum. Dari matanya aku tahu dia cemas, khawatir dan kecewa usaha kami pergi telah ketahuan bergitu cepat. Tak berselang lama hp Camellia berbunyi.

"Hallo mas, kenapa kangen?"

"...."

Siapa? Tumben Camellia bercanda seperti itu? Wajahnya pun sedikit ceria. Aku hanya dapat mencuri pandang sekali-kali melalui kaca dan tetap waspada dengan jalan depan. Jalan sialan yang masih lurus mulus dan sepi, ditambah wilayah asing membuatku waspada, yeah ditambah dengan penelfon misterius yang masih bercakap-cakap dengan Camellia.

"Ya, lah itu mas tau. Bantu kek."

"...."

"Ya aku juga tau kok kalau ga mudah, kalau mudah udah aku lakuin sendiri."

"..."

"Iya-iya, ya nanti deh kalo udah balik."

"..."

"Yo, makasih ya mas."

"Siapa? Reza?" Aku tahu itu pasti bukan Reza, gaya bicaranya takkan seperti itu dengan sepupu kesayangannya itu.

"Temen mas."

"Dia bilang apa?" Kutatap dia melalui kaca spion.

"Dia ngasih kabar kalo kita udah ketahuan ninggalin Pulau Jawa sama keluarga kita."

"Temenmu yang mana? Kok kesannya deket banget sama keluarga kita."

"Wahyu, anaknya Pak Suwiyono."

Aku mencoba mengingat semua Wahyu yang aku kenal dan tidak satupun dari orang yang aku kenal dengan menyandang nama itu memiliki orang tua bernama Suwiyono. Kulihat Camellia tersenyum menatapku.

"Kamu ga kenal Wahyu mas. Tiap kumpul selama ini mas med school. Mas Wahyu sama keluarganya belum lama kok masuknya. Mas Wahyu ajah baru generasi kedua setelah ayahnya."

"Terus, dia bilang apa?"

"Mas Wahyu bakal bantu aku ngurus sampel penelitianku sama bantu buat kita agar ga mudah terlacak."

Camellia tertawa nyengir ke arahku dan aku hanya dapat memberikan tatapan datar. Selama perjalanan dari Pulau Jawa ke Kalimantan setiap aku tanya tentang skripsiannya, dia selalu menjawab sudah selesai pengamatan sampel dan selalu membelokkan percakapan.

"Demi Tuhan, Camellia! Kukira pengamatan sampelmu sudah kelar."

"Iya, udah kelar mas. Pengamatan 3 lokasi kurang 4. Hehehehhe..."

"Ya, Allah. Camellia. Camellia. Udah hamil muda, skripsi belum kelar, kabur lagi."

Aku hany bisa geleng-geleng kepala. Camellia tampak sebal dengan perkataanku dan dia melepas seatbeltnya. Ku tarik tangannya yang terdekat.

"Kamu mau ngapain?"

"Mau pindah ke belakang. Mas nyebelin. Aku mau tidur aja daripada duduk di samping mas dengerin omelan mas."

Camellia langsung berpindah ke belakang. Aku hanya mengamatinya. Aku sebenarnya sebal dengannya, dia sudah menutupi kebenarannya dan ditambah telfon yang cukup mesra dengan orang bernama Wahyu. Camellia benar-benar mengambil posisi tidur di belakang kemudi.

"Camellia, aku tahu kamu marah, tapi jangan ambil posisi tidur gitulah. Ini aku ga tahu medannya gimana. Nanti kalo tiba-tiba jalannya ga bagus terus ngerem mendadak gimana? Duduk yang baiklah sayang."

Aku berusaha membujuknya, dia masih mengabaikanku dan memasang wajah sebal. Aku hanya bisa mengambil nafas panjang.

"Camellia! Apa susahnya nurut sama Mas? Duduk yang bener. Tubuhmu sekarang ada anakku." Perintahku.

Dia menggerak-gerakkan bibirnya dan menirukan omelanku tanpa suara seperti anak kecil. Tapi dia langsung duduk dan memasang seatbeltnya.


All MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang