Karena Airi, selama di Tokyo aku jadi punya pekerjaan tetap. Mungkin tidak bisa disebut pekerjaan karena aku melakukannya secara sukarela. Tapi yang penting, aku menikmatinya.
Hal pertama yang membuatku senang berada di klub lukis adalah karena anak-anak di sini begitu manis. Aku senang ketika mereka meminta saran kepadaku, dan aku merasa bangga ketika saranku didengarkan. Mungkin ini semua gara-gara ucapan Kitagawa-sensei yang mebesar-besarkan kemampuan kami, sehingga mereka begitu kagum pada kami berdua. Bahkan tak jarang mereka memintaku untuk ikut melukis bersama. Maka, kukatakan yang sejujurnya. Sebenarnya, kemampuanku memang tidak ada apa-apanya. Sebenarnya, Daichi lah yang lebih hebat.
Hal kedua yang membuatku senang berada di sini adalah suasananya. Dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki kecintaan pada hal yang sama rasanya benar-benar menyenagkan. Melihat mereka melakukan apa yang juga kusukai, membuatku ingin ikut melakukannya. Hal itulah yang membuatku mempertimbangkan ajakan mereka untuk ikut melukis bersama.
Walaupun kegiatan klub berlangsung setiap hari, tapi Daichi tidak selalu hadir. Beberapa kali ia tak datang tanpa kabar. Kadang ia juga datang terlambat di saat hari sudah sore. Awalanya aku merasa kesal saat Daichi menghilang tanpa memberi kabar. Tapi akhirnya aku menyadari kalau hari-hari tanpa Daichi adalah hari-hari di mana hatiku bisa lebih terkontrol.
"Kau terlambat lagi, Daichi-senpai!" ujar Shu, salah seorang gadis di klub kami, ketika melihat Daichi memasuki ruangan dengan napas terengah-engah. "Kita sudah hampir selesai."
"Warui warui," Daichi meminta maaf sambil tersenyum. "Apa masih ada yang bisa kubantu?"
"Tentu saja. Masih banyak yang bisa dibereskan sebelum pulang, senpai," ujar seorang murida laki-laki yang bernama Izuki. Selanjutnya, Izuki melirikku dengan senyum yang aneh. Oh, tidak, jangan lagi. "Atau... Apa kami perlu meninggalkanmu dengan Natsumi-senpai? Agar kalian bisa melakukannya berdua saja?"
"Ide bagus," jawab Daichi sambil menjentikan jarinya. "Tapi tentu saja kalian tidak boleh meniggalkan ruangan ini begitu saja. Kalian yang melukis dan membuat ruangan ini berantakan, jadi kalian juga yang harus membereskannya. Itu namanya tanggung jawab," lanjutnya dengan dagu terangkat.
"Kau terlihat seperti seorang guru saja, Daichi-senpai. Tapi jujur saja, itu sama sekali tidak cocok denganmu," kata Shu di sela-sela tawanya. "Berbeda sekali dengan Natsumi-senpai."
"Natsumi bisa melakukannya dengan baik karena dia sudah terbiasa menangani anak-anak nakal seperti kalian."
"Sudah. Sudah. Ayo cepat kita beres-beres. Sekarang sudah semakin sore," ujarku mengakhiri perdebatan ini. Sebenarnya aku masih ingin melihat Daichi disudutkan seperti itu, tapi kami memang sudah harus pulang. Semoga saja hiburan seperti ini akan ada lagi besok.
"Senpai!" Suara panggilan dari Shu menarik perhatian kami. Di bagian belakang ruang klub, gadis berkuncir dua itu terihat sedang memasukkan kuas-kuas dan botol-botol cat ke dalam loker. "Sepertinya, kita perlu membeli beberapa perlengakapan lukis baru. Selain karena yang lama sudah mulai habis, kita juga perlu membelinya untuk persiapan semester depan."
"Baiklah. Kalau begitu biar aku yang membelinya," usul Daichi. "Aku tahu tempat yang menjual perlengkapan lukis dengan harga murah,]."
"Boleh aku membantumu?" tanya Shu, menawarkan diri.
"Terima kasih, Shu-chan. Tapi tidak perlu repot-repot. Ada Natsumi yang akan menemaniku," jawan Daichi enteng, tanpa menyadari kalau kedua bola mataku hampir lompat keluar dari tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETE] Even after all these years
Romance[TELAH TERBIT BERSAMA PENERBIT KORU - MARET 2019] Bagi Natsumi, keputusan untuk pulang ke Tokyo, berarti keputusan untuk berdamai dengan masa lalunya. Masa lalu apa? Oh, Natsumi benci membicarakannya. Sekarang, ia hanya berharap kalau semuanya...