1- Subjek Distraksi

86 9 6
                                    


Ada macam-macam jenis dan tingkat kecerobohan yang bisa dilakukan oleh seseorang tanpa disengaja.

Ada ceroboh yang disebabkan oleh ketidak telitian. Jenis ceroboh yang satu ini biasanya jarang terjadi dan banyak hal yang bisa dijadikan pengecualian atas tindakannya. Orang yang melakukannya bisa jadi sedang tidak fokus karena kelelahan, hingga tanpa sengaja melakukan kesalahan.

Ada pula ceroboh yang dikarenakan oleh kebiasaan untuk melakukannya secara salah sampai dibenarkan, hingga ceroboh ini pun masih bisa dimaafkan.

Kecerobohan yang paling tidak bisa dimaafkan adalah ceroboh yang dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki alasan apa pun untuk melakukannya. Dan hal itu tengah disesalkan sepenuhnya oleh salah satu penghuni bus trans yang melaju pelan sore itu.

Keira merutuk tak bersuara tanpa henti di balik masker wajahnya. Dan subjek rutukannya tersebut, tak lain dan tak bukan, adalah dirinya sendiri.

"Dasar tolol!" desisnya pelan untuk kesekian kali. Untunglah bus trans sore itu cukup ramai, sekalipun di hari libur. Tidak ada orang kurang kerjaan yang akan menggubris desisan penuh maki yang terdengar darinya karena semua orang tenggelam dalam kesibukannya masing-masing. Dan untung juga dirinya mengenakan masker wajah berwarna hitam, hingga tak ada orang yang akan menatapnya dengan aneh karena berkomat-kamit sendiri tanpa lawan bicara.

Tiga puluh menit yang lalu, Keira pergi ke tempat print dan fotokopi di daerah kampus lamanya, karena hanya tempat print dekat kampuslah yang cukup lengkap dan memiliki mesin pencetak kertas berukuran A3. Saat ia menanyakan harga print per lembar A3 pada mbak-mbak montok yang melayaninya, mbak itu dengan enteng menjawab, "Yah, tiga puluh lima ribuan lah."

"Tiga puluh lima ribu?!" ujar Keira tak bisa mengendalikan keterkejutannya.

"Itu mesin print-nya ngewarnain pake laser mbak, hasilnya bagus banget tho, makanya tiga puluh ribu." Balas Mbak-nya lagi dengan logat Jawa yang kental.

Ia langsung menghentikan gerakan si Mbak yang akan menge-print dan beralih, "Kalau HVS berwarna berapa Mbak?"

"Delapan belas ribu." Jawab Mbak fotokopi mantap, tak lupa mengangkat alisnya yang terukir hitam sempurna.

Dalam keadaan normal yang terjadi ketika cewek berbelanja, adalah seharusnya ia bisa menangkis harga yang ditawarkan hingga penjual bertekuk lutut dengan harga yang diinginkan pembeli. Namun entah apa yang terjadi pada Keira sore itu, karena tanpa pikir panjang ia segera mengiyakan.

"Boleh deh, tapi itu gambarnya dibuat full sekertas ya Mbak."

Lima belas menit setelah menaiki bus yang ditumpanginya, barulah Keira tersadar akan nominal tidak masuk akal yang telah ia bayar untuk selembar kertas HVS.

"Kalau cuman kertas HVS kan lo bisa numpang nge-print di kantor Mama, Kei! Atau kalau emang nge-print di luar, harganya kan paling cuman dua ribu. Yah lima ribu masih masuk akal lah kalau warnanya full sekertas gini. Tapi orang bego mana sih yang bayar delapan belas ribu buat nge-print HVS biasa? Arghhh." Monolog Keira tanpa henti.

Dirinya benar-benar merugi. Ditambah harus membeli kertas roti dan persediaan kertas gambar A3-nya yang menipis dan harus segera dipenuhi, sisa bulan ini sepertinya harus ia habiskan dengan membawa bekal ke kampus dari rumah karena uang bulanannya sudah habis untuk membeli peralatan.

Padahal beberapa hari ini ia tidur dan makan cukup karena tugas studio belum menumpuk, tapi sangat sulit baginya untuk berkonsentrasi.
Bukan tanpa alasan pula konsentrasinya mengembara. Keira punya alasan, ia hanya tidak bisa mengatakannya. Alasannya terlalu memalukan.

Dictionary of Giving UpWhere stories live. Discover now