Senin pagi datang lagi. Tapi nampaknya, ini bukan Senin pagi yang biasa dijumpai Keira.Perasaannya ringan hari ini. Ada sedikit lompatan di kakinya ketika melangkah. Senyum yang terukir di wajahnya menambahkan sedikit usaha agar penampilannya tidak lagi seperti mahasiswa semester akhir yang kehilangan harapan. Matanya yang berbinar pun tidak henti-hentinya menatap ponsel yang ia pegang.
Yang pertama kali menyadari ini semua dan tidak segan memberi tahu perilaku anehnya langsung kepada Keira, adalah Arik. Yang lagi-lagi ia temui saat menginjakkan kaki di gedung kampus untuk pertama kali di pagi hari.
“Lo kayak orang baru menang kuis terus dapat duit banyak tanpa dipotong pajak.” Komentar Arik. Kedua alisnya terangkat ke atas, namun kedua sudut bibirnya membentuk senyuman.
“Bahagia itu enggak harus berupa duit, kawan.” Keira membalas dengan bercanda, membiarkan Arik mengambil langkah di sampingnya, membuat keduanya kini berjalan bersisian memasuki salah satu halaman pelataran di samping ruang dosen, rute tercepat yang biasa diambil untuk menuju Geblang.
Arik tergelak, “Kalau gitu coba tolong lo jelasin, kawan,” senyumnya kini kelihatan sedikit meledek walau matanya masih terlihat ramah, membuat Keira ikut tertawa saat mendengar Arik membalasnya, “Kenapa lo senyum-senyum sendiri pas masuk kampus sambil lihatin hape, padahal lo biasanya selalu kelihatan kayak orang yang mau disidang setiap kali datang. Apakah apakah, atau jangan-jangan, apakah apakah?”
Keira mendorong bahu Arik pelan sambil tertawa, “Lo kayak sering lihat gue setiap kali datang ke kampus aja deh Rik. Jalan bareng ke Geblang juga baru sekali kan, pas gue kecipratan kemarin.” Katanya.
“Lo aja sih yang gak pernah tahu.” jawab Arik santai.
Keira hanya menanggapi dengan mengangkat kedua alisnya, meragukan jawaban Arik, lalu ia kembali memperhatikan ponselnya. Arik pun ikutan melihat apa yang tengah Keira perhatikan, “Lihatin apa?”
Keira menunjukkan ponselnya pada Arik, “Ini loh, kawan, yang bikin gue jadi aneh kayak yang lo bilang tadi.”
Arik mengambil ponsel Keira dari tangannya, memperhatikan foto-foto yang ada di situ. Ia beberapa kali men-slide fotonya ke kiri, melihat-lihat apa yang tengah Keira perhatikan. “Ini apa?” tanyanya masih tidak mengerti.
“Itu foto-fotonya gue yang ambil Rik, pas jalan sama Anya, Shaura, Marta, Rumi. Bagus-bagus kan?” ujar Keira bangga.
Kegiatan yang disetujui oleh teman-temannya kemarin rupanya adalah karaokean. Rumi yang awalnya berkeras mau menonton film mosinya langsung dipatahkan oleh yang lain karena film yang mau ia tonton tidak sama menariknya untuk yang lain. Opsi-opsi lain sebetulnya ada juga untuk datang ke berbagai festival yang diselenggarakan di beberapa tempat, tapi karena kemageran dan rasanya tidak ada yang lebih baik daripada mendapat kesempatan untuk bisa berteriak sesuka hati sembari melepas stress saat bernyanyi, akhirnya mereka semua setuju untuk karaoke.
Keira mendapat banyak shoot-shoot bagus foto-foto mereka di dalam ruang karaoke. Walau hanya dalam satu ruang yang tidak terlalu besar, teman-temannya terbukti merupakan objek yang menarik untuk difoto. Lampu-lampu neon ala-ala disko dalam ruang karaoke juga menambah efek dramatis yang bagus untuk foto-foto yang diambilnya.
Rumi yang berpenampilan manis saat pergi bersama mereka kemarin tersenyum kalem tanpa menatap kamera dalam salah satu foto, cukup menipu sebetulnya kalau mengingat aslinya cewek satu itu sifatnya sangat bersebrangan dari kata kalem. Rumi sangat suka dengan hasilnya hingga setelah Keira membagikan file-file foto di grup chat mereka, Rumi langsung meng-upload di Instagram-nya. Disertai caption kutipan super bijak, yang tidak henti-hentinya Anya gerutui di dalam grup.
YOU ARE READING
Dictionary of Giving Up
Teen FictionHarapan secara harfiah berarti suatu keinginan yang ingin dicapai. Harapan erat kaitannya dengan bergerak maju dan bertentangan dengan kata 'menyerah' atau segala sesuatu yang memiliki definisi 'mundur'. Namun di hadapan realita, harapan pun memilik...