4. Night Club

29 9 0
                                    

#hore update :)

#happy reading

Gemerlap lampu sorot menyinariku lagi malam ini. Malam Selasa yang cerah dengan berbagai gugus bintang menempel erat di langit biru nan gelap. Cahaya bulan yang bulat bersinar menerangi jalanan kering. Lalulalang kendaraan bermotor menciptakan suasana perkotaan yang sibuk. Berbondong-bondong orang mengantre di bagian kiri pintu masuk,menyerahkan tiket nya hingga 10 m panjangnya. Namun hal itu tak menghentikan laju kedua kaki Perry. Heels merah mencolok yang tingginya 8 cm itu menapak dengan mantap di lantai semen. Melangkah dengan berani mendahului orang-orang yang berdecak pinggang itu.

Sang wanita terlihat elegan dengan riasan tebal di wajahnya. Rambutnya diikat tinggi dan kencang kebelakang. Seluruh pria yang asik mengantre tak kuasa menentang matanya untuk sekedar melirik wanita itu. Aku. Tak ada yang menyangka usia nya masih 17 tahun.

Aku hanya menyerah kan sebuah kartu berwarna silver ke arah penjaga di bagian kanan dan dengan sopan ia mempersilahkan ku masuk. Membukakan pintu eksklusif yang berat itu. Betapa hebatnya dunia ini. Lautan masa menghentakkan kaki ke atas dan ke bawah serentak meski tanpa aba-aba. 6 ruangan VIP di lantai atas telah dipenuhi kalangan atas yang senang berfoya-foya. Bukankah itu wajar? Melepaskan dirimu sendiri dari penatnya kehidupan perkotaan. Mau kah kalian ikut dengan ku?

"Perry!" seseorang menyebut namaku. Nama yang sering diucapkannya akhir-akhir ini.

"Hai James!" Orang itu ada di antara lautan manusia yang tak sadar bahwa badan mereka telah mengeluarkan keringat. Arah jam 10 dari tempatku berdiri,pintu masuk.

Ku hadapkan ke bawah wajahku untuk bertemu dengan wajahnya. Wajah orang yang berhasil membawa ku sejauh ini. Wajah orang yang tak kenal lelah mengajari ku. Wajah orang yang tak pernah mengeluh saat aku menolak semua pemberiannya. Wajah orang yang memutarkan hidupku 180˚. Lantai tak lagi terlihat di antara kaki-kaki para manusia itu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana mereka bisa bertahan dengan kondisi yang begitu padat dan berdesakkan. Walau terkadang aku bisa mengerti bagaimana nikmat nya bersentuhan dengan orang lain.

Gema musik alunan 'Worth It' berpantul di dinding bagian dalam yang berwarna abu-abu gelap. Berbagai jenis orang tersebar di area ini. Jika kau adalah anak dibawah usia 18 tahun,jangan harap kau bisa masuk ke tempat yang "berbahaya" ini. Tapi disinilah aku. 6 Lampu sorot hijau dan oranye berpencar menyoroti segala arah.

Pasangan-pasangan yang bermesraan bukan pantangan,minuman keras dijual bebas,transaksi yang tak pernah diketahui pemerintah pun terjadi disini,sayangnya bukan itu niatku.

"Kapan kau datang?" Tanya pria itu yang hanya kulihat sebagai pergerakkan bibir saja. Alis ku berkedut tak paham. Ia mengulanginya,tapi tetap suara yang ingin ku dengar itu,tak terdengar oleh gendang telingaku.

Aku memilih turun menemuinya untuk menemani malam ku hari ini. Mini dress gliter berwarna silver (sama seperti kartu eksklusifku) yang ku kenakan mulai aku syukuri karena mempermudah pergerakkan seorang gadis yang menggebu-gebu. Pria itu,menggunakan tuxedo hitam nonformal dengan paduan celana jeans selutut yang tepiannya berumbai. Ku percepat langkahku walau tak berpengaruh banyak di kerumunan seperti ini. Dia dan temannya Rick berhenti berlompat dan menemui ku di depan meja bar. Ku lapangkan tanganku untuk memeluknya yang ia sambut gembira. Aroma parfurm metallic nya selalu ku rindukan.

"Kapan kau datang honey?" tanya nya sambil mengecup singkat pipi kiriku.

"Whisky 3!" seru pria itu kepada seorang bartender kenalan kami tanpa memberiku waktu untuk menjawab pertanyaannya. Harry menengok ke arah kami,mengangguk dan segera membuatnya. Harry adalah pria terbaik yang aku kenal di club ini. Keluarga nya baik-baik saja sampai sang ayah meninggal dunia,mau tak mau ia menjadi seorang bartender untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang cukup besar.

Derta DutchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang