Happy reading
***Justin melewati meja demi meja karyawannya dengan senyum ramah. Mengabaikan deretan senyum aneh, bisik-bisik ga jelas, juga sapaan 'menggoda' yang dengan takut-takut diberikan mereka. Melangkah mantap menuju ruangnya.
"Hei!... Tepat tiga hari...", komentar Sandy yang selalu lebih dahulu sampai.
"Yeah", jawab singkat Justin.
"Aku pikir kamu akan lebih lama, kawan." Sandy menaikkan satu alisnya.
"Kamu berniat mengambil alih posisiku?" tanya Justin sarkastik.
"Tepat!" sahut Sandy asal. "Auw!" dijawab jitakan Justin.
"Gimana rasanya hm...?" tanya Sandy yang sekarang bertopang dagu, tepat di depan Justin, dengan senyum paling menyebalkan.
"Jangan sok suci, kamu! Kamu udah tau pasti rasanya", sergah Justin telak.
"Itu dulu...", kata Sandy.
"O ya?"
"Eh! Kenapa malah aku si...", komentar Sandy tidak terima.
"Gimana selama tiga hari ini? Kamu ga bikin masalah kan?" tanya Justin. Lagi-lagi sarkastik.
"Ni bos perlu ditatar bilang makasih kayaknya...", jawab Sandy tidak terima.
Justin tersenyum sinis. Kini matanya tertuju pada tumpukan berkas di mejanya.
"Hei! Apa saja kerjamu?? Kenapa masih begini banyak?? Kamu mau menyiksaku?? Balas dendam ha??"
"Justru itu kado pernikahan dariku... itu semua laporan bulanan dari masing-masing divisi. Udah aku periksa. Tinggal tanda tangan aja, Bos", ucap Sandy santai.
Begitulah, Sandy bagi Justin bukan sekedar asisten, tapi lebih sebagai sahabat. Meski demikian, mereka bisa menempatkan diri secara profesional saat bekerja, dan Sandy selalu bisa diandalkan.
"Eh! Kapan acara lamaranmu?" kata Justin di tengah tanda tangan.
"Satu bulan lagi, Bos", jawab Sandy.
"Apa?? Kamu bercanda?? Ini ga fair!" protes Justin.
Sandy meringis. "Ga fair gimana? Cuma acara sederhana aja kok."
"Astaga! Kamu... ahh!" Justin menuding Sandy, tidak terima.
"Jus, Nia tu saudaranya banyak... deket-deket lagi. Na Kayla kan ga gitu. Wajar dong kami bantu...", jelas Sandy sedikit hati-hati.
Justin menatap lekat sahabatnya sejenak, kemudian tersenyum lebar, "Kamu memang yang terbaik, San!"
"Lebay!" kikik Sandy.
"Bilang aku, kalau butuhapapun...", kata Justin kembali menekuni berkas-berkasnya. Tapi Sandy tahu,Justin serius dan tulus dengan ucapannya. Sandy hanya menjawab Justin dengantepukan di bahunya, seraya kembali ke mejanya.k p
***
Maaf, sedikit dulu ya...
Jangan lupa vote dan comment
KAMU SEDANG MEMBACA
I am a Genius
RomanceHelena, itu namaku. Aku cantik, populer dan kelewat cerdas, alias jenius. Menyenangkan? Tidak..samasekali.. Aku kehilangan semuanya karena kemampuanku ini. Kau boleh bertukar identitas denganku, kalau mau. Ingin rasanya berpura-pura bodoh...