Positif

28 0 0
                                    

Happy reading!

***

Disinilah mereka sekarang, klinik dokter Damar. Setelah semalaman Kayla tidak juga berhenti muntah, dan semalaman pula Justin tidak mungkin tidur. Dokter Damar tidak bisa kembali untuk memeriksa Kayla karena pasien lain, sementara tidak mungkin bagi Justin membawa Kayla periksa dalam kondisi seperti itu.

Dokter Damar menatap prihatin sekilas, saat dia lihat muka kusut dan pucat mereka berdua. Kemudian tersenyum. "Maaf, ada pasien darurat semalam."

Justin tersenyum tipis, sambil menggeleng pelan. Tidak ingin mendengar basa basi itu sekarang.

"Silakan ibu melakukan tes urine bersama asisten saya", dokter Damar mengangguk paham. Wanita yang usianya kira-kira tiga atau empat tahun di atas Kayla tersenyum, mempersilakan Kayla masuk ruang laboratorium yang berada di belakang ruang periksa. Kayla mengangguk.

Justin beranjak, ingin mengantar Kayla. Tapi urung, saat Kayla menggeleng pelan. Justin mengangguk pasrah.

"Sebenarnya istri saya kenapa, dok? Sakit apa?" tanya Justin polos.

"Kita baru tahu hasilnya satu jam lagi. Bapak Ibu bisa pulang sekarang. Kami akan telepon setelah hasilnya keluar", kata dokter Damar.

Justin mengangguk. Menyambut Kayla yang baru saja diantar keluar asisten dokter Damar, dan segera membawanya pulang.

Justin masih duduk bersandar di samping Kayla yang tergolek lemah. Tangannya tidak berhenti mengusap kepala Kayla, berharap membuatnya sedikit merasa nyaman.

Telepon rumah berdering.

Justin segera beranjak.

"Ya, halo. Selamat siang. Benar, saya Justin. Apa?? Dokter yakin? Lantas apa yang harus saya lakukan? Baiklah. Terima kasih banyak, dok. Selamat siang."

Wajah kusut Justin, berubah sumringah. Dia bergegas masuk kamar. Tapi Kayla tidak di sana.

"Kay... Kay? Kamu dim-"

Kata-kata Justin terputus. Segera diraihnya tubuh Kayla yang melangkah limbung ke arahnya. Membaringkannya di kasur, dan membuatkannya teh panas.

"Justin, maaf...", kata Kayla lirih. Sadar telah merepotkan dan membuat kuatir Justin, suaminya.

"Ssst...", Justin menggenggam jemari Kayla, dan mengecupnya penuh sayang. "Terima kasih, sayang..."

Kayla menatap Justin bingung.

"Kamu membuatku jadi calon ayah...", kata Justin segera.

"Maksudmu..." mata Kayla membulat.

Justin mengangguk mantap. Kemudian mengelus perut rata istrinya. "Dia masih kecil, Sayang. Baru tiga minggu... kita akan merawatnya dengan baik..."

Kayla menatap Justin tak percaya. Air matanya bergulir, tak terbendung. Tanpa sadar, mereka sudah saling memeluk erat. Sejenak, Kayla lupa rasa mualnya. Rasa bahagia yang meluap memberinya kekuatan.

Kini mereka mengertisudah, tubuh Kayla melakukan penyesuaian dengan hadirnya janin di perutnya. 

***

Terima kasih sudah membaca. Salam sayang dari Rie. Jangan lupa vote dan komentarnya.

I am a GeniusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang