happy reading ...
****
Waktu berlalu begitu cepat bagi orang yang dimabuk asmara seperti Justin dan Kayla. Justin selalu pulang cepat, apalagi Kayla punya kebiasaan baru yang unik. Selalu mengejutkan dengan segala tingkah dan hadiah aneh yang menggemaskan. Sehingga membuat Justin selalu penasaran.
Kata mama, Justin harus bisa menjaga perasaan Kayla. Orang hamil suka sensitif dan bertingkah aneh. Jangan dicela, apalagi membuatnya kecewa. Turuti pula keinginannya, meski itu terasa aneh dan sulit. Orang bilang itu namanya 'ngidam'.
Tapi sepertinya semua itu sedikit kurang tepat untuk Kayla. Dia memang sering bertingkah aneh dan mengejutkan, akhir-akhir ini. Namun semua terasa manis dan menyenangkan buat Justin. Tentang keinginan? Kayla tak pernah merepotkan dengan keinginan apapun, kecuali satu, pulang cepat. Jangan ditanya untuk hal ini. Pernah sekali Justin terpaksa pulang terlambat karena harus menyelesaikan tugas sendirian, saat Sandy terpaksa ijin. Nia sakit. Kayla tidak mau membuka pintu rumah, dengan bujukan apapun, oleh siapapun, selama dua hari dua malam. Justin benar-benat kapok.
Apalagi hari ini, Justin akan mengantar Kayla periksa kandungan.
"Kay, aku pulang...", teriak Justin.
"Aku di sini! Ga perlu teriak!", sahut Kayla, berdiri tepat di belakang Justin, membuat Justin terperanjat setengah mati.
"Astaga, Kay! Kamu ingin aku cepat mati ya??" Justin pura-pura melotot, namun pada akhirnya melotot beneran.
"Siapa dia, Kay?" tanya Justin, mengamati seorang laki-laki yang berdiri di belakang Kayla.
"Siapa? Dia? Mana aku tau... bukannya kamu yang nyuruh dia mengantarku periksa", Kayla mengedikkan bahu, melangkah masuk tak peduli. "Untung aja kamu sampai di rumah duluan. Kalau ga, pintu rumah udah aku kunci seperti kemarin lusa."
"Eh, kamu udah periksa, Kay?" tanya Justin heran, melirik sekilas, kemudian kembali mengamati laki-laki itu.
"Ya. Tadi dokter Damar juga agak jengkel, karena kamu minta diajukan jamnya. Terpaksa dia menunda visitnya ke rumah sakit, Jus!", teriak Kayla dari dalam.
"Apa?? Minta di- Ahh! Kay! Keluar dulu, Sayang! Ada yang harus kita luruskan di sini", ujar Justin bingung.
Sementara laki-laki itu juga balik menatap Justin, dengan tatapan tajam dan seringai aneh.
"Kay!" seru Justin kembali saat Kayla tidak juga menjawab, apalagi melangkah keluar.
"Dia tak akan keluar", justru laki-laki itu yang menjawab. Santai.
"A-apa?? Apa maksudmu??" Justin bertanya heran, bercampur emosi.
"Jangan kuatir. Dia hanya tidur. Kecapaian", laki-laki itu kembali menjawab dengan santai.
"Apa maksudmu, ha?? Siapa kau??" bentak Justin.
Laki-laki itu tergelak. "Bodoh! Urus dulu istrimu! Suami tidak becus! Kayla tidak akan tidur lama... sebetulnya dia sudah merencanakan memberimu kejutan seperti biasa. Tapi sepertinya batal. Moodnya berubah total karena kau tidak jadi mengantarnya periksa", kata laki-laki itu, semakin tergelak, seraya melangkah pergi. Sebenarnya Justin sangat ingin menahannya. Tapi...
"Justin!!" panggil Kayla.
"Ya, Sayang", jawab Justin, segera berbalik menuju kamar.
Kayla menyodorkan sebuah amplop putih tebal begitu Justin masuk kamar.
"Kamu mau ke mana lagi?" Justin cepat meraih tangan Kayla yang sudah siap melangkah.
"Mandi", sahut Kayla pendek.
"Ikut!" kata Justin cepat.
Kayla menatap tajam Justin, sambil sedikit mengibaskan tangannya, supaya pegangan Justin terlepas. Alih-alih terlepas, Justin justru menggenggamnya lebih kuat. Justin meletakkan amplop putih itu di kasur, dan meraih tubuh Kayla.
"Turunin! Aku ga mau!" teriak Kayla marah. Kayla meronta, dan tangannya terus memukul dada Justin.
"Katanya mau mandi...", berusaha tetap menggendong kuat, Justin berusaha untuk tetap tenang dan tersenyum.
Lama-lama 'pemberontakan' Kayla mereda, digantikan dua bulir air mata yang jatuh ke pipinya.
Justin menurunkan Kayla dengan hati-hati, kemudian mendekapnya erat.
"Ini salah paham, Kay... Aku ga pernah minta laki-laki itu mengantarmu. Aku ga pernah minta dokter Damar mengubah jamnya. Kay?" Justin melonggarkan dekapannya, meraih pundak Kayla, dan menatapnya intens.
"Kay, aku ga mungkin melakukan itu. Percayalah!" kata Justin serius. Kemudian dihapusnya air mata Kayla dengan kedua telapak tangannya, kemudian diciumnya lembut kedua pipinya.
"Justru sekarang aku pengen tau, apa yang sudah dikatakan laki-laki itu sampai kamu percaya", kata Justin lagi.
Kayla masih menatap Justin sejenak. Mencoba mencari kebenaran di matanya. Tapi sepertinya Justin memang bersungguh-sungguh. Kayla kemudian mencoba mengingat-ingat.
"Tadi, aku sedang menyiapkan...", tuturan Kayla terhenti.
"Skip bagian itu", Justin mengangguk paham. "Lalu?"
"Laki-laki itu tiba-tiba saja sudah ada di depan pintu", Kayla mengernyit, berusaha mengingat-ingat. "Dia memberikan bunga dan kartu atm, bilang, maaf nyonya, tuan Justin tiba-tiba harus mengurus proyeknya di Bogor. Sedikit ada masalah. Ini dari beliau. Dan saya diminta mengantar nyonya ke dokter Damar. Beliau sudah meminta dokter Damar memajukan jadwalnya, supaya pulangnya tidak kesorean. Jadi kita berangkat sekarang. Ya udah, aku langsung bersiap, dan berangkat. Aku juga tidak belanja apapun. Atmnya masih ada di dompetku", jelas Kayla.
"Coba lihat kartu atmnya, Kay", pinta Justin.
Justin mengamati terperangah kartu atmnya, kemudian mengambil dompetnya untuk mengecek sesuatu. Setelah itu, Justin minta Kayla duduk, dan bersimpuh di depannya. Tangannya menggenggam tangan Kayla sangat erat.
"Kay, apapun yangterjadi, dan apapun yang dikatakan orang, tolong kamu tanya dulu kebenarannyapadaku. Satu lagi, jangan pernah temui lagi laki-laki itu. Mengerti?"
****
kalo dah baca, vote dan commen ya. makasih...
salam sayang dari Rie
KAMU SEDANG MEMBACA
I am a Genius
RomanceHelena, itu namaku. Aku cantik, populer dan kelewat cerdas, alias jenius. Menyenangkan? Tidak..samasekali.. Aku kehilangan semuanya karena kemampuanku ini. Kau boleh bertukar identitas denganku, kalau mau. Ingin rasanya berpura-pura bodoh...