Keputusan Besar

18 0 0
                                    

Happy reading!

***

          "Kamu membuatku jadi calon ayah...", kata Justin segera.

          "Maksudmu..." mata Kayla membulat.

          Justin mengangguk mantap. Kemudian mengelus perut rata istrinya. "Dia masih kecil, Sayang. Baru tiga minggu... kita akan merawatnya dengan baik..."

           Kayla menatap Justin tak percaya. Air matanya bergulir, tak terbendung. Tanpa sadar, mereka sudah saling memeluk erat. Sejenak, Kayla lupa rasa mualnya. Rasa bahagia yang meluap memberinya kekuatan.

          Kini mereka mengerti sudah, tubuh Kayla melakukan penyesuaian dengan hadirnya janin di perutnya.

---

          "Astaga! Wow!" seru Sandy. "Selamat, Jus!" pekik Sandy senang.

          "Aku sungguh minta maaf, San..."

          "Hei! Apa maksudmu?? Aku ikut senang. Aku hanya ingin kamu dan Kayla, hadir. Ga lebih... ayolah...", Sandy berseru, mengangkat kedua tangannya ke atas. "Aku akan jadi paman!!"

          Sandy meraih ponselnya, mengabari Nia dengan seruan yang sama. "Aku akan jadi paman!!"

          Justin tersenyum geli, sekaligus terharu. Sandy benar-benar sahabat yang luar biasa.

          Justin pulang lebih awal. Dia memutuskan memangkas jam kerjanya dua jam, supaya bisa menjaga dan merawat Kayla, juga bayinya tentu saja, dengan baik.

---

          "Hei... kamu melamun, sayang...", Justin mencium kepala Kayla, dan jongkok di sampingnya. Lega mendapati Kayla baik-baik saja, duduk di teras belakang.

          "Aku ga dengar suara mobilmu...", kata Kayla.

          "Itu karena kamu melamun...mikir apa si?" tanya Justin, masih jongkok, mencium kecil-kecil jemari Kayla.

          Kayla menghela nafas panjang. "Toko... dan bayi kita..." kata Kayla, menatap jauh ke depan.

          Justin menghentikan ciumannya. Menatap lekat wajah Kayla. Dia paham apa yang dirasakan Kayla. Toko itu, toko kue yang dibangun Kayla dari nol, dengan kerja keras dan air mata. Toko yang membuktikan eksistensi dirinya. Anak yang dibuang, tidak punya apa-apa, tidak memiliki siapa-siapa, sekarang menjadi tempat bergantung sepuluh orang karyawannya, dan memuaskan banyak pelanggannya. Paling tidak, itu yang Justin tau.

           Sayangnya, si kecil ingin diperhatikan lebih. Dokter Damar mengkuatirkan kandungan Kayla yang sepertinya cukup rapuh.

          "Apapun keputusanmu... aku menghargainya... aku mendukungmu...", bisik Justin, beranjak, memberi waktu Kayla berpikir jernih.

---

          "Justin", panggil Kayla.

           "Ya", Justin menghentikan kegiatannya mengeringkan rambut.

          "Bisa antar aku ke toko?"

          "Tentu", kata Justin melempar asal handuknya, meraih kunci mobil dan jaketnya, kemudian mengikuti langkah Kayla yang mendahuluinya.

---

          "Astaga, Kay... akhirnya...", Ana, asisten dapurnya menyambutnya dengan pelukan. "Sudah baikan?"

          Kayla mengangguk. Ana melepas pelukannya, heran. Kayla tidak sehangat biasanya. Tapi Kayla tidak mengacuhkannya. Kakinya melangkah berkeliling toko, sambil sesekali berhenti, menyapa karyawan, yang sudah seperti keluarga baginya.

          Ana menoleh ke arah Justin, meminta penjelasan. Tapi Justin hanya mengangkat bahu, kemudian memilih duduk, menunggu, dan membiarkan Kayla.

          Setelah puas berkeliling, Kayla melangkah menuju kursinya, dan meminta Ana menghadap.

          "Ya, Kay? Kamu baik-baik saja?" tanya Ana cemas.

          "Aku baik-baik saja, An. Tapi sebentar lagi aku akan menjadi ibu", kata Kayla sambil tersenyum.

          Ana menutup mulutnya tak percaya. Terpana beberapa saat. Kemudian beranjak memeluknya.

          "Selamat, Kay... aku senang mendengarnya", ucapnya tulus.

          Kayla membiarkan Ana memeluknya sesaat, kemudian memintanya untuk duduk kembali.

          "Terima kasih kamu sudah membantuku selama ini. Toko tak akan sebesar ini tanpamu..." Kayla menghela nafas panjang.

          Ana tercekat. Entah kenapa, kata-kata Kayla seperti kalimat perpisahan untuknya, dan itu sama sekali tidak menyenangkan. Meski hanya memperhatikan, tidak mendengar, Justin bisa merasakan ketegangan di ruangan Kayla. Tapi Justin memutuskan, tetap hanya memperhatikan.

          "Aku titip toko ini padamu", kata Kayla.

          "Ap... apa maksudmu, Kay?" tanya Ana tak mengerti.

***

Makasih dah baca. Vote & comment ya. Salam sayang dari Rie

I am a GeniusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang