Deni POV
Deni pergi ke rumah sakit karena mendengar teman lamanya sakit di salah satu rumah sakit di jakarta.
Deni masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ke tempat resepsionis.
"Maaf mba saya mau nanya,pasien yang namanya Rafi Bagus Setyadi di rawat di kamar mana ya ?"
Seorang wanita berumur sekitar 30 tahun itu kemudian membolak balikan buku pasien mencari nama Rafi dengan jeli karena pasien di rumah sakit ini memang banyak dan ramai.
Saat menunggu suster menemukan kamar Rafi, seseorang dengan kemeja biru dan jas hitam layaknya orang kantoran mendaftarkan pendonor ginjal dan menyebutkan nama Muhammad Rendi Julianto dalam daftar tersebut.
Sontak Deni berfikir apakah itu sahabatnya ? Atau orang yang namanya mirip dengan sahabatnya? Karena penasaran ia bertanya pada bapak itu.
"Maaf Pak, boleh saya melihat profil dan data si pendonor? "
"Oh boleh. " Deni membaca dengan seksama dan itu benar sahabatnya. "Kenapa ya Dik?" Lanjut bapak.
"Enggak pak, tadi nama itu mirip dengan nama teman saya, tapi ternyata bukan." Jawabnya dengan senyuman.
"Ooh, iya iya. Hari gini susah Dik dapet pendonor ginjal bahkan meskipun di beri imbalan."
"Iya Pak, soalnya beberapa orang takut dengan akibat yang di rasakan kelaknya. Oh iya pak, kalo mendonor gitu imbalannya berapa ya Pak?
"Saya memberi imbalan 80 juta Dek. "
"Oh gitu ya pak."
Suster berhasil menemukan kamar Rafi dan segera memberi tahu Deni.
"Maaf Mas, kamar saudara Rafi Bagus Setyadi ada di kamar melati nomor 11."
"Makasih ya Sus."
"Pak saya duluan ya.""Iya iya dik."
Punggung Deni hampir tak terlihat setelah meninggalkan ruangan resepsionis. Langkah kakinya bergegas menuju kamar Rafi sembari berfikir dan emosi. Kenapa sahabatnya rela menjual organ tubuhnya hanya untuk uang.
Ia akan memikirkan hal itu nanti setelah menjenguk Rafi.
Tok tok tok.
"Masuk." Terdengar suara dari sebrang
pintu menjawab ketokan pintunya."Assalamualaikum. Hai Fi !Gimana kabar lo?" Sapa Deni dengan senyuman dan bersalaman layaknya pria.
"Hai Den, gue baik kok."
"Nih gue bawain jeruk"
Deni meletakan bungkusan kresek berisi jeruk di atas lemari kecil sebelah tempat tidurnya.
"Thanks bro."
"Sans men." Deni menepuk bahu Rafi. "Kapan lo pulang?"
"Gatau. Belom dibolehin gue."
"Sok lo mah, dulu waktu SMA aja lo sukanya kabur bahkan waktu udah ketawan pun masih aja." Rendi mengejek Rafi.
"Diem lo ah nyet. Gausah ngenang masa lalu gue ama bu Endah deh."
"Hahaha." Mereka tertawa dan bercerita tentang masa masa SMA nya." Eh btw lo sakit apa sebenernya bro?"
"Mencret!" Jawabnya asal.
"Lah si tai mana becanda lagi. Gue seriusan bro!"
"Sans nape Om."
"Wah si kampret masih sakit aja bisa buat masalah ama gue yah apa lagi udah sehat coba. Seriusan gue, lo sakit apa? Nggak mungkin lo sakit sepele sampe dirawat gini, gue tau lo men."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power of Love
Teen FictionRendi yang hidup semata wayang dengan adiknya karena ayahnya telah meninggal dunia dan ibunya entah kemana,mengarungi lautan kehidupan dengan berbagai duri yang menusuk hingga ia bisa hidup bahagia. Semua itu awal dari perjuanganya sebelum ia...