Semoga berkenan wkwkw..
Jangan lupa play lagunya..atau bisa langusng di play dari music player masing-masing sapa tau udah ada lagunya kakakakaka..
K lah yuk cuss..
=0=
"Jakarta gak macet kapan ya? Yakali kayak nunggu dia peka sih baru gak macet. Argh!" Erang Lidya dalam hati. Menatap kesal pemandangan yang ada di depannya. Mobil-mobil terlihat seperti miniatur kecil yang sedang di tata serapi mungkin. Yang membuat mobil-mobil itu terdiam di tempat yang di tatakan. Ia berkali-kali melirik kearah jam tangan yang di kenakannya. Waktu terus berlalu, tapi masih saja mobil yang ia kemudikan tak bergerak lebih dari 1km tempatnya mengerang.
"Buset, ini sih bagaikan punuk merindukan bulan. Jangankan dia peka, ini dia gak marah gara-gara gue telat jemput aja kayaknya gak mungkin." Lidya menghela nafasnya berat. Saat melihat lampu merah itu berganti warna dari merah ke hijau ia langusng memukul klaksonnya berkali-kali agar mobil-mobil di depannya berjalan. Dan memberikan jalan untuknya.
Tuning tuning...
Shansine: Kak Lidya jadi jemput? Ini jam berapa kok belum ada kabar?
"Yaelah! Ngabarin macet kenak omel. Gak ngabarin di kira gak jadi jemput. Wa sayang juga yu! Lah bego kan gue udah sayang. Asique!" Gumamnya melihat preview chat dari pemilik hatinya.
Lidsky: Bentar ya, Shan. Sumpah arah jalan biasanya macet. Kamu jangan buru-buru ya.
Shansine: Hmm, Kak Lid udah mepet banget. Cepet yaaaaa..
Lidsky: Sip. Abis keluar lampu merah aku langsung masuk tol aja biar cepet.
Lidya melockscreen hapenya dan kembali fokus mengemudikan mobilnya, ia akan sedikit menjadi pembalap dadakan. Demi Nyainya. Lidya tak perduli kalaupun Shani masih saja belum bisa peka. Ia percaya lukisan Tuhan lebih indah daripada lukisan buatan siapapun. Setidaknya, mengagumi Shani dan selalu ada di sampingnya itu sudah cukup untuknya.
Setelah hampir 30 menit membelah jalanan macet Jakarta, akhirnya Lidya sampai di depan tower apartemen Shani. Ternyata Shani sudah sangat siap dengan segala barang bawaannya menunggu Lidya di depan taman kecil. Shani mulai berjalan menghampiri mobil Lidya. Setelah masuk kedalam mobil, Lidya langsung menodong Shani dengan tissue juga cengiran tak bersalahnya. Shani hanya memutar bola matanya malas.
"Udah ah Kak, ayo buruan. Nanti kita bisa di marahin senpai kalo telatnya kelamaan." Shani mengambil tissue yang disodorkan Lidya, ia melepas kacamatanya dan mulai mengelap peluh yang berkumpul di dahinya.
"Siap bos!. Sorry beneran tadi macet." Lidya mulai menjalankan mobilnya perlahan meninggalkan Tower apartemen tempat Shani tinggal. Obrolan ringan sebagai teman antar team membuat suasana kembali menghangat. Beberapa kali ia membuat Shani tertawa lepas dan bebas dengan tawanya yang kata orang-orang seperti kerasukan. Tapi, untuk Lidya itu adalah kelebihan yang di miliki Shani. Karna setiap Shani tertawa, se ancur apapun moodnya, ia akan ikut tertawa. Mungkin dengan kata lebih ringkas itu hati mereka sudah bertelepati. Atau mungkin hanya hati Lidya saja yang bertelepati dengan hati Shani. Cinta bertepuk sebelah tangan. 1 kalimat menyedihkan tentang cinta.
Sesampainya di tempat latihan Lidya tak langsung turun. Ia membiarkan Shani lebih dulu masuk kedalam. Ya tak lain tak bukan jelas sekali alasan Lidya Cuma ingin tidur. Lagian pasti Shani gak baca chat grup K3 yang baru. Senpai hari ini gak bisa datang. Jadi Lidya merasa sedikit lebih lega bisa telat. Dan ia ingin melanjutkan mimpi indahnya yang sempat tertunda karna bunyi alarm yang menyebalkan itu.
10 menit..
20 menit..
45 menit..
Lidya masih saja anteng dengan mimpinya. Satu hal yang Lidya lupa, kalau kapten timnya yang baru selalu tau kebiasaanya saat menyempatkan tidur colongan di mobil. Lidya tidak pernah mengunci pintu mobilnya. Setelah menyidang seluruh member K3 yang baru, akhirnya Viny tau dimana sahabat terbodohnya itu. Saat ini Viny berjalan dengan senyum jail kearah parkiran mobil di ikuti beberapa member New Team K3. Ia membuka pintu mobil Lidya menampakkan seonggok Lidya yang masih dengan damai terlelap, sedangkan teman seperjuangannya sudah bermandikan peluh di luar. Viny membuka botol air mineral. Dalam hitungan ketiga botol itu menjadi kosong. Dan Lidya yang dengan kaget menendang-nendangkan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Some piece of Lidya
FanfictionSepenggal lantunan nada, menggambarkan keadaan hatiku.. LMD, Kang Jejogedan, 20 Tahun