Viny merebahkan dirinya kasar diatas ranjang. Perlahan butiran air mata itu lolos dari pertahanannya. Gimana bisa dia masih mencintai seseorang yang berjalan satu langkah di depan untuk menghapus kisahnya. Lidya sosok yang sangat susah untuk di hapus. Siapapun yang dekat dengan Lidya, akan tau kenapa Viny begitu mencintainya. Walaupun kisah itu sudah usai terlampau lama. Tapi, tak sedikitpun hatinya berubah. Seluruhnya masih milik Lidya. Bahkan saat ia menjalin hati dengan mantan kaptennya sendiri, Kinal. Sedikitpun tak merubah keadaan. Andai saja dulu ia tidak egois, dan membuat cerita ini usai. Mungkin saat ini bukan Shani yang ada di hati Lidya, tapi Dirinya.
"ARRRGHHHHHHH" Viny membenamkan wajahnya ke bantal dan berteriak, meloloskan semua luka hatinya hari ini. Dan terus membiarkan lelehan air mata itu terus menerobos pertahanannya yang sudah melemah.
Di tempat lain, Lidya tak kalah mematung. Ia masih memikirkan semua yang di ucapkan hari ini. Bahkan, ia masih belum sampai di rumahnya. Ia terus memutari jalanan, mencari ketenangan batinnya. Shani memang sudah menyita hatinya. Tapi, Viny masih mempunyai tempat penting disana. Kenangan manis itu terus berputar di otaknya. Andai saja dulu Viny tak egois. Andai saja kata itu tidak Viny keluarkan. Mungkin tak akan ada nama Shani bertengger di hatinya, mengalahkan segala logika.
# Flashback On.
Hari yang Lidya tunggu akhirnya datang, hari dimana ia akan berani mengungkapkan seluruh isian hatinya. Menutup semua kemungkinan kalo perasaan itu tak terbalaskan. Ia terus menghias kamar Viny seindah mungkin. Tepat di hari ulang tahun Viny. Ia akan mengungkapkan semuanya. Berharap ini juga kado terbaik untuknya.
Perlahan suara langkah kaki mulai dekat. Lidya berdiri tepat di depan tangga. Membawa kue ulang tahun yang sudah sengaja ia siapkan. Viny menoleh kearah cahaya yang samar di depannya. Ia menutup mulutnya kaget. Ia pikir Lidya akan lupa dengan hari ini ternyata apa yang ada di depannya lebih dari istimewa. Viny reflek memeluk Lidya erat.
"Nghhh Vin, ini kuenya bisa kali di tiup dulu gitu." Viny melepaskan pelukannya. Lalu mulai memejamkan matanya untuk memanjatkan doa untuk tahun ini.
"Aku sayang kamu, Vin. Semoga apa yang kamu mau bisa tercapai tahun ini. Semoga juga kamu bisa terima aku jadi pacar kamu." Viny seketika membuka matanya. Ia menatap dalam mata Lidya. Tak ada keraguan disana. Viny tersenyum, lalu mencium pipi Lidya.
"Yes, I do. Aku juga sayang kamu, Lid" Viny memeluk Lidya. Lidya berjalan meraih meja di dekatnya untuk meletakkan kuenya. Setelah meletakkan kue itu, ia membalas pelukan Viny. Tak ada hal yang lebih indah dari ini baginya saat ini.
Hubungan mereka berjalan dengan banyak moment manis yang bertahta imbang dengan pertengkaran kecilnya. Satu tahun sudah mereka lalui, semakin lama hubungan itu berjalan, semakin banyak kecurigaan Viny yang tak berdasar. Membuat pertengkaran mereka selalu terjadi. Berbeda dengan Lidya yang selalu mencoba tenang dan menjernihkan pikirannya.
Sampai akhirnya mereka ada di puncak emosi masing-masing. Saat itu di sebuah acara TV yang menyiarkan perjalanan mereka ke Jepang, Lidya terlihat lebih dekat dengan teman antat generasinya. Sepulang dari Jepang, Viny menjemput Lidya. Dan kesalahannya adalah saat cemburu berlawanan dengan rasa lelah. Akal sehat akan kalah.
"Kemaren di Jepang seru tau. Coba aja kamu ikut. Pasti asik." Lidya terus bercerita. Tapi, ia merasa ceritanya hanya sekedar cerita. Viny tak menanggapinya.
"Kamu kenapa, Vin. Aku bikin salah?" Tanya Lidya langsung. Ia sudah tau kalo saat ini jelas Viny sedang marah dengannya.
"Pikir aja sendiri!" Jawab singkat Lidya.
"Ayolah Vin, gimana aku bisa tau kalo kamu lagi ga baik-baik aja, kalo setiap kamu marah kamu gak pernah kasih tau apa salahku. Aku ini bukan dukun, bukan psikolog yang bisa tau kamu kenapa, gara-gara apa kamu gini. Aku capek terus kayak gini. Aku selalu ngalah setiap apa yang kamu bilang ke aku. Aku selalu nerima. Dan aku capek kayak gini. Kamu gak pernah bisa berubah. Kita ini udah tua Vin. Masa kamu masih kayak anak kecil. Tolong lah aku ini udah capek badan, kamu bikin capek hati." Viny menoleh ke Lidya. Mobil mereka pinggirkan di kiri jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Some piece of Lidya
FanfictionSepenggal lantunan nada, menggambarkan keadaan hatiku.. LMD, Kang Jejogedan, 20 Tahun