Gugup

195 24 1
                                    

Itu Reza dan Nadia?

Kalau mamanya Nadia benar masuk rumah sakit, apakah pantas jika ibu kita sedang masuk rumah sakit, anaknya terlihat senang seperti tanpa beban?

Itu tidak masuk akal.

"Key?"

Aku terkejut menyadari Edo sudah berada di belakangku.

"Eh?"
"Sorry Key gue ga tau kalo bakal gini jadinya"
"Ah apaan sih lo, yuk katanya lo mau ngajak gue makan"
"Yuk"

Aku tidak bisa menunjukkan kesedihanku di depan orang lain, bahkan orang baru seperti Edo.

30 menit.

Kami sudah duduk di sebuah cafe, aku suka tempat ini.

Edo sibuk memilih makanan yang akan dipesan sedangkan otakku masih bergelut dengan pemikirannya tentang Reza dan Nadia.

Aku sungguh tak habis pikir dengan apa yang aku lakukan. Aku mengulang memori ingatanku dari awal bertemu Reza hingga kami menjalani hubungan sampai dia balik lagi kepada mantannya.

Aku ingat dulu bagaimana dia mencaci maki mantannya, aku ingat dulu akulah tempatnya mencurahkan semuanya, kelu kesahnya, aku ingat bagaimana manisnya dia saat menyatakan perasaannya, kupikir itu tulus, tapi baru kusadari itu semua palsu.

Bodohnya aku tidak mencari letak kebohongan di sorot matanya pada saat itu. Aku terlalu menyayanginya. Aku terlalu menyukainya. Aku terlalu mengaguminya.

Dan sekarang aku akan menggantikan semua keterlaluanku menjadi aku terlalu kecewa.

6 bulan yang lalu aku terlalu bahagia, kupikir aku gadis paling bahagia, menjadi miliknya, hatiku mengalahkan otak pada saat itu dan sekarang kurasa hatiku berutang budi pada otakku.

"Key, lo mau pesen apa?" Aku tersadar dari lamunanku.

"Gue sama kaya lo aja deh"
"Oke"
"Emm Key, soal tadi itu.... Emm bukannya gue mau ikut campur tapi, cewe itu siapa?"
"Cari tau aja sendiri"
"Emm oke"

1 menit.

5 menit.

Tidak ada pembicaraan.

"Lo hebat Key"
"Eh? Maksud lo?"
"Gue ga ngerti lagi sama lo, lo ga keliatan rapuh sama sekali"

Aish aku semakin tidak mengerti

"Aduh lo tuh ngomong apaan sih gapaham gue"
"Lo itu kaya mawar, banyak orang yang ngincer lo, banyak yang metik lo, tapi walaupun lo ga hidup sehabis dipetik, lo tetep punya duri, lo tetep nyakitin orang, lo tetep indah" dia memandangku miris dan dia tersenyum

Jantungku berdegup kembali melihat senyumnya.

"Itu kaya lo, ada yang nyakitin lo tapi lo tetep keliatan indah. Lo selalu indah di mata gue"
"Ekhmm gue... Jadi..canggung, gue..gatau mau bilang apa"
"Lo cukup senyum aja gue udah seneng"

"Eh Key. Muka lo merah" aishhhhhh dia membuatku malu.

Tak lama kemudian pesanannya datang, aku tidak nafsu makan, sungguh. Aku mencintai makanan tapi entahlah.

Selama kami makan, tidak ada pembicaraan serius, dia hanya bercerita tentang keluarganya, kenapa dia pindah dan tentang kelasnya sekarang.

Ayahnya seorang tentara yang mengharuskannya ikut berpindah pindah tempat tinggal, dan dia pindahan dari Bandung.

Selesai makan, aku mengeluarkan uang untuk membayar pesananku dan memberikan kepadanya.

"Ngapain lo ngeluarin duit?"
"Bayar lah"
"Gue yang traktir"
"Lo tuh belum kerja ga usah traktir traktir ntar duit lo abis"
"Gue cowo, dan gue ga suka harga diri gue dijatuhin sama cewe. Masukin duit lo"

Yasudah jika tidak mau, lumayan juga.
Batinku.

Kami melanjutkan perjalanan lagi, aku tidak tahu dia mau ke mana aku hanya ikut saja. Yang aku yakini bahwa Edo akan menjagaku dan dia tidak akan melakukan hal yang macam-macam.

45 menit.

Dia ingin mengajakku menonton film ternyata.

"Gue pengen nunjukkin film bagus ke elo"

Kami memesan tiket dan duduk untuk menunggu studio nya dibuka.

Setelah dibuka, kami masuk dan menempati tempat duduk kami.

Aku mengiyakan omongan Edo, film ini bagus, sangat bagus menurutku.

2 setengah jam berlalu.

Dan filmnya baru saja selesai.

Aku bangkit dari dudukku

Tapi

Edo menggenggam tanganku.

Aku gugup, aku harus bagaimana?

"Key, gue boleh singgah ga di hati lo?"

THIS LOVE [The Pain] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang