Bagian 13: Pendatang Baru

2K 67 0
                                    

Aku mencoba menjalani hidupku sewajar mungkin. Mencoba melupakan semua
kejadian-kejadian yang mereka katakan sebagai mimpiku. Aku tak peduli lagi dengan mimpi-mimpi buruk yang selalu menggemparkan malamku. Aku tahu semuanya akan berakhir. Aku
mencoba untuk menjadi Saila seperti yang dikatakan mereka. Aku bertekad untuk melupakan
semua itu. Selama Allah disampingku, aku tak perlu sedih dan mengkhwatirkan apapun juga.

“...tapi kau harus ingat bahwa Allah selalu bersama kita.” Kata-kata itu mengalir
ditelingaku. Tentu aku masih ingat siapa yang mengatakannya. Seorang pria yang terbaring di
tempat tidur dengan luka di kaki kanannya mengatakan itu padaku di malam yang beku
dengan salju-salju yang bertebaran di jalanan. Tentunya dalam mimpiku saat aku tak
sadarkan diri.

“Saila, kau bisa mengantarku ke Islamic Center sekarang?”tanya Rahma seraya
memandangiku yang tengah sibuk memasukan barang-barang kedalam tasku setelah
Monsieur Kemal mengakhiri kuliahnya.

“Islamic Center ?” tanyaku setengah terkejut. “Untuk apa?”

“Meminjam buku.”

“Pinjam buku? Mengapa harus kesana? Kau bisa pinjam di perpustakaan tutorial
Agama Islam disini, bukan?”

“Kau tahulah disana lebih lengkap.”

“Hmm baiklah...”

“Oh terimaksih Saila... aku mencintaimu...” ujarnya.

“Sudah hentikan! Tidak perlu berlebihan seperti itu!” ucapku geli. Ku cubit pipinya
yang chubby. Ia mengerang dan mencoba menepis tanganku.

“Ayo...” ajak Rahma. Kami pun segera bergegas pergi.

Sesampainya disana Rahma segera menghambur menuju perpustakaan dan memburu
buku yang dicarinya. Aku hanya duduk menungguinya seraya membaca majalah Islam
terbaru. Beberapa saat kemudian Rahma datang menghampiriku dengan wajah kecewa.

“Ada apa?” tanyaku

“Aku tidak bisa menemukan buku yang kucari.”

“Buku apa yang kau cari?”

“Sirah Nabawiyah karangan Syaikh Shafiyyurahman Al-mubarakfuri.”

“Hm...” aku beranjak dari tempatku dan membantunya mencari, tapi aku pun tak
berhasil menemukannya.

Seorang pria dengan kemeja cokelat muda dan celana hitam berdiri tak jauh dariku.
Aku mendekatinya mencoba menanyakan buku yang dicari Rahma.

“Assalamualaikum...” sapaku.

“Waalaikumsalam...” jawabnya.

“Afwan Akh... boleh saya bertanya?”

“Oh... silakan.” Pria itu menoleh ke arahku. Wajahnya tampak terkejut saat melihatku.

“Temanku mencari buku Sirah Nabawiyah karangan Syaikh Shafiyyurahman Almubarakfuri.”

Ujarku. “Antum tahu disebelah mana buku itu?”

Pria itu belum menjawab pertanyaanku. Matanya masih terpaku padaku di balik
kacamata minusnya, tatapan keheranan seolah ia telah mengenalku. Aku tak mengerti apa
yang terjadi padanya. Bahkan aku tak mengenalnya sama sekali.

“Afwan Akh...” ucapku dengan sinis. Aku mulai kesal dengannya yang terus
memandangiku.

“Astagfirullah...” desisnya. Dia segera berpaling dariku. “Sebelah sana...ukh. Di rak
timur bagian pojok sana terdapat buku sirah karangan berbagai ulama.”

“Syukron akh..” ucapku dan segera meninggalkannya menuju rak yang ditunjuknya.

“Tampaknya kau mengenal pria itu? Siapa dia?” tanya Rahma

Samudera HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang