Chapter 6

44 7 9
                                    

enjoy the story..💕

Senin
Suasana kelas menjadi sedikit tegang. Mekka yang kebingungan itu menegur Anna yang berada di belakang kursinya dengan berbisik-bisik.

"Pak Ang-eh-maksud gue Mas Angga kenal Vio?" Bisik Mekka.

"Tanya Raja Salman aja sih" Anna membalas Mekka.

Mekka yang hanya ber-ish itu segera menghadap depan

"Saya?" Vio menunjuk dirinya dengan telunjuknya.

"Nggh..nghh.. kamu Viola Audifah?" Angga memastikan.

"Iya" Vio menjawab singkat.

"Kamu ikut saya ke ruang saya" Angga langsung pergi meninggalkan kelas.

"Baca dulu, ya bukunya" Angga muncul di balik pintu kelas dan segera pergi.

"I-i-iya" Vio bergegas pergi.

Vio berjalan di belakang Angga. Vio merasa sedikit aneh. Setaunya Angga belum mengetahui nama serta wajah di kelas Vio itu.

"Nggak salahkan kalo kamu itu Viola?" Angga bertanya sambil berjalan.

Ruang Angga berada di pojok lantai pertama yanh membuat perjalanan mereka lama.

"Iya, berapa kali, sih harus dibilangin" Vio berkata pelan.

Angga berhenti, membuat Vio hampir menabraknya.

Uh. Vio memundurkan dirinya dari punggung Angga.

"Kamu anak Pak Adi Malik?" Perlahan-lahan Angga membalikan tubuhnya.

Koridor itu terlihat sepi. Vio mengangguk pelan dengan pertanyaan Angga.

"Wah..wah..wah.. kamu udah besar aja, ya? Padahal baru terasa kemarin aku dan ayahmu menjemputmu" Angga langsung tersenyum sambil mengacak-acak rambut Vio.

Vio mematung. Sejak kapan dia mengenal kakak ini. Dan tadi dia bilang 'aku'?.

Mata Vio membulat, dia mengetahui siapa Angga dan langsung berkata pelan.

"K-kak A-Angga?"

"Iya" senyumnya mulai memanis.

Vio yang mematung itu tiba-tiba melepas pegangan tangan Angga dari kepalanya.

Plak

Satu tamparan mendarat di pipi kiri Angga. Wajah Vio merah padam. Dia menatap Angga dengan tatapan yang tajam.

"Gua masih 'benci' sama lo" Vio menekan kata 'benci' dan pergi meninggalkan Angga menuju toilet.

Vio mengangis di depan wastafel. Tangisannya yang tak bersuara lama-lama mulai mengeras. Vio menahan tangisannya. Melihat wajah tangisnya di depan cermin wastafel, dia berusaha menahan rasa tangisnya.

Brak

Pintu toilet terbuka. Sosok perempuan itu menuju wastafel.

"jangan nangis, berisik tau. Ingus lu keluar-keluaran, lho" Rere berbicara sambil mencuci tangannya.

"Btw, gua cuma mau ngasih 3 kata aja buat lo" ucap Rere.

Vio hanya terdiam sambil menghapus air matanya----ralat----berusaha menghapus air matanya yang selalu keluar keluaran.

" 'cie' 'yang 'nangis' " Rere mengangkat satu sudut bibirnya.

Setelah menghapus air matanya, Vio menatap ke cermin memastikan bahwa bekas tangisannya sudah hilang. Vio pun pergi dengan cepat menuju keluar. Gerakannya kalah cepat dengan tangan Rere yang memegang pergelangan tangan Vio.

IFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang