4• Babu?

64.2K 4.5K 84
                                    

[EMPAT]


SUASANA yang tadinya ricuh kini hening begitu ke tujuh pasang mata itu kembali melihat kehadiran Shanin dengan mata sembab dan hidung yang merah, bahkan gadis itu masih terlihat sesegukan menahan tangisnya.

"Shanin bakal lakuin itu,"

Sebuah kalimat tak diduga-duga datang menyapa telinga mereka, dan kali ini sangat terlihat ekspresi terkejud dari semua orang, bahkan Argapun tak bisa lagi mengontrol wajahnya.

"Apapun yang buat kalian lindungin Shanin dari Abby, Shanin bakal lakuin itu."

"Lo nyadar sama ucapan lo barusan?" Richard bertanya dengan nada sinis, telihat tak suka dengan apa yang baru saja Shanin katakan karna itu membuatnya seperti tak punya harga diri.

Siapa peduli harga diri? Toh harga dirinya memang sudah mati di injak-injak oleh Abby dan teman-temannya.

Shanin mengangguk pelan, membuat Arga tertawa meremehkan, "Waktu lo abis, lo udah cukup buang waktu main kita," Arga menoleh ke arah Al, memberikan sebuah isyarat yang segera Al mengerti.

Cowok itu mendekati Shanin dan mulai menyeretnya untuk pergi dari sana, namun nyatanya Shanin tak gampang menuruti seretan tangan Al dengan menepisnya sekuat tenaga, "Shanin Cuma mau hidup Shanin di sekolah tenang. Udah cukup Shanin dibully selama dua tahun, kalo harus sabar setahun lagi, Shanin yakin Shanin bakal mati,"

"Kalian bisa anggep Shanin babu kalian, kalian bisa nyuruh-nyuruh Shanin asalkan kalian lindungin Shanin dari Abby dan temen-temennya. Cuma itu mau Shanin, apa kalian bener-bener gak bisa nolongin Shanin?" Ia kembali menangis dengan tangan yang berkali-kali menepis tangan Al, sepertinya cowok itu juga mulai merasa tak tega dengan gadis kecil yang tengah putus asa disampingnya itu.

Membiarkan semua orang menatapnya dengan perasaan iba, bahkan sekarang gadis itu tengah berlutut dengan tangan yang memohon, "Shanin gak bisa pindah, Shanin gak mau biarin Mama tau masalah Shanin disekolah. Shanin gak mau buat Mama sakit, jadi Cuma kalian harapan Shanin. Tolong."

Karna merasa tak tega melihat seorang gadis mengemis-ngemis seperti itu, lagi-lagi Richard mengambil alih. Ia bangkit dari posisinya dan mulai  mengangkat badan Shanin kemudian meletakannya di pundaknya. Yang bisa gadis itu lakukan hanya meronta-ronta hingga akhirnya mereka berada di luar gerbang.

"Lo bisa homeschooling kan dirumah, atau lo bisa ngasih alesan lain untuk nyokap lo. Tapi gak gini caranya. Lo tau apa yang barusan lo lakuin itu bahaya?" Mata Richard menyala, sepertinya cowok itu marah atas kelakuan Shanin barusan.

"Shanin udah nyerah ngelakuin itu semua, harapan Shanin Cuma ada di kalian. Apa Richard gak bisa bujuk Arga biar nerima Shanin di genk kalian?" Ia masih saja mencoba, bahkan sampai titik darah penghabisanpun, Shanin akan selalu mencoba.

Richard tersenyum, emosinya mulai stabil melihat Shanin yang juga mulai tenang walau air matanya masih mengalir, "Pertama, kita bukan genk, tapi sahabatan. dan kedua, kita gak nerima sahabat baru. jadi mending lo balik dan berhenti keliaraan ketempat asing terus iya-in permintaan bejat mereka. okey?"

Setelah berkata seperti itu, Richard menghilang di balik gerbang. Meningglkan Shanin dengan kegalauan yang sudah di ujung tanduk.

Harapannya tak bisa pupus seperti ini saja, tak bisa.

^~^~^

Dear Diary,

Hai!

Akhirnya Shanin gak nulis tentang Abby lagi, hari Shanin mau ceritain tentang Arga dan temen-temennya.

Menurut kalian, Shanin tuh gila gak sih sampe mau ngasih tubuh Shanin ke Arga? Gila pasti, mungkin otak Shanin udah ilang setengah makanya Shanin gak bisa fikir jernih.

Shanin's Diary (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang