29• Obat dan Perhatian

96.5K 5.7K 355
                                    

[DUAPULUH SEMBILAN]

"KALIAN dari mana?" Sebuah pertanyaan sambutan terdengar dari mulut Arkan, pandangannya kini menatap lekat ke arah dua orang yang masih memakai baju seragam dengan kondisi yang basah kuyup.

Bahkan tetesan-tetesan air yang berasal dari seragam juga rambut mereka nampak membasahi lantai berkarpet itu.

Arga dan Shanin terlihat saling pandang, namun sedetik kemudian mereka membuang muka dengan canggung.

"Kok gak ada yang bisa ditelfon?" Raynzal yang tadinya tengah membaca majalah mengenai motor itu ikut mengalihkan pandangannya.

"Hp mati, kena ujan." Jawab Arga jujur, nyatanya ponsel mereka berdua memang mati total karna tadi kedua orang itu melupakan ponselnya yang masih setia berada di saku masing-masing saat bermain tangkap-tangkapan.

"Emang diluar ujan?" Al ikut bertanya, bahkan cowok itu bangkit dari posisi duduknya hanya untuk mengecek keadaan luar yang sudah mulai malam, "Enggak ujan kok."

"Terus kenapa kalian pada kuyup gitu? Main ujan-ujanan?" Richard yang tadi fokus dengan gitarnya kini ikut penasaran.

Dengan cepat Arga menggeleng, "Gila apa?"

Mendengar kebohongan besar Arga membuat Shanin menoleh ke orang disampingnya itu dengan tatapan garang dan bibir kerucut.

"Kenapa?" Tanyanya begitu menyadari tatapan seram Shanin.

"Tukang bohong." Sindir gadis itu pelan.

"Lo bilang ap-?"

HACHIM

Bersin kecil datang dari Shanin, membuat Arga mengurungkan pertanyaannya. Diusapnya hidung miliknya yang terasa gatal, sudah lama ia tak bermain hujan-hujanan, jadi pasti Shanin akan terkena flu.

"Mandi gih, keramas, nanti gue bikinin cokelat panas." Richard memerintahnya, tanpa membantah, segera dilakukannya apa yang tadi Richard suruh.

Sekitar satu jam-an Shanin berkutat dalam kamar mandi, begitu selesai, ia segera kembali menuju ruang tengah untuk berkumpul bersama yang lain.

Kedatangannya disambut oleh selimut bermotif kotak-kotak yang diberikan oleh Arkan dan juga cokelat panas pemberian Richard yang sudah dijanjikannya tadi.

Kini ia terlihat duduk di sofa depan TV, berada diantara Al dan Arkan dikedua sisinya. Sementara yang lain terlihat sedang bermain Billiard, kalau Arga seperti biasa, meminum segelas wine dibar mini miliknya. Cowok itu juga sudah terlihat mengganti bajunya.

"Kok bisa keujanan? Abis pada ngapain emang?" Arkan bertanya dengan kedua tangan yang membantu Shanin merapatkan selimut yang berada ditubuhnya.

Gadis itu terdiam, tak tahu harus menjawab apa atas kejadian mengejutkan tadi. Ia tak mungkin berkata jujur, namun berbohongpun juga Shanin rasa salah.

HACHIM

Untuk kedua kalinya bersin itu menyelamatkan Shanin dari pertanyaan mematikan yang di tanyakan padanya hari ini. Dengan kesal diusapnya kasar hidung mancungnya menggunakan jari telunjuk ditangan kanannya.

"Segala main ujan-ujanan si," Omel Arkan gemas yang tak sengaja tangannya menyentuh tangan Shanin, "Anjir, lo demam?"

Sontak semua perhatian beralih pada Shanin yang kini berwajah pucat itu, "Demam?" Al ikut bertanya, kemudian di arahkannya tangannya pada dahi Shanin, "Panas, Njir."

"Ga? Ada obat?" Richard bertanya kepada Arga.

Terlihat wajah Arga yang berfikir, "Ada kayaknya di atas."

Shanin's Diary (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang