17• DERREN

90.3K 6.5K 398
                                    

[TUJUH BELAS]

SHANIN membungkam mulutnya rapat-rapat begitu diliriknya kedua tangan Derren yang terkepal sempurna pada stir mobil, kepalan tangan itu menunjukan urat-urat di pergelangan tangannya, nafas cowok itu naik turun, mencoba mengatur emosi akibat perkelahiannya dengan Chris tadi yang belum sempat selesai karna Shanin yang memohon meminta pulang dengan alasan ingin pingsan akibat melihat acara pukul-pukulan secara live.

Shanin tahu, ada yang tak beres dengan hubungan Chris dan juga Derren. Kejadian tadi juga Shanin yakini bukan semata-mata karna Derren yang mendengar Chris berkata kejam seperti itu padanya, namun ada dendam lain yang sekalian ia salurkan. Belum lagi mengingat perubahan sikap Derren sewaktu dirinya menyebut nama Chris di balkon rumah Arga, ingat?

Mobil sport Derren terlihat maju dengan kecepatan penuh, dan Shanin yang baru menyadari itu, terlihat mulai panik dengan menggenggam erat tali seatbeat miliknya. Diliriknya wajah Derren yang kini tengah nampak tak bersahabat.

"Derren? Bisa pelanan dikit, gak?" Shanin berkata dengan pelan, tak ingin di tendang keluar tiba-tiba oleh pemilik mobil.

Tak ada respon dan tak ada pula pengurangan kecepatan, "Derren ngendarainnya di atas 100 kilometer per jam loh," ucap Shanin lagi takut-takut.

Lagi-lagi cowok itu tak merespon, tatapannya masih tajam melihat lurus ke depan, dan hal itu membuat tangan Shanin mau tak mau terulur, "Derren?"

Kali ini cowok itu merespon, dialihkannya pandangan miliknya ke arah Shanin, "Iya, kenapa?"

"Derren bengong? Shanin ajak ngomong dari tadi."

"Sori-sori, kenapa?"

"Itu, Derren bisa pelanin dikit gak? Soalnya nyetirnya ngebut ba--"

"DERREN AWAS!!!" Shanin berteriak histeris begitu dihadapannya terdapat sebuah truk besar yang sedang mengarah kepada mobil yang tengah mereka naiki.

Sontak pandangan Derren beralih, dan dengan cepat cowok itu membanting stir ke arah kiri. Membuatnya terhindar dari kecelakaan maut walau nyatanya mobil itu tak bisa menghindari tumpukan pasir yang berada di pinggir jalan, hingga akhirnya semuanya nampak gelap di mata Shanin.

^~^~^

Perlahan tapi pasti, mata berat Shanin nampak mulai terbuka dengan rasa nyeri di bagian pelipisnya. Samar-samar ia melihat beberapa orang yang kini tengah memperhatikannya hingga pandangannya nampak kembali jelas dan mendapati Richard, Arkan, Al, Raynzal dan Steve yang tengah mengerubunginya.

"Lo udah sadar?" Tanya Richard begitu Shanin membuka matanya penuh.

"Suster!" Arkan berteriak memanggil seorang perawat.

"Nin, ini berapa?" Raynzal meletakan jarinya yang membentuk angka 3 di hadapan wajah Shanin.

Namun entah mengapa, Shanin tak bisa menjawabnya. Membuka mulutpun rasanya berat.

Tak lama datang seorang suster yang memeriksa kondisi Shanin, "Dia gak apa-apa, cuma shock aja. Jadi mungkin sekarang badannya masih lemas."

Begitu mengatakannya, suster berwajah indonesia asli itu terlihat beranjak, meninggalkan helaan nafas penuh rasa syukur, "Istirahat deh." Pesan Arkan yang terlihat merapatkan selimut di tubuh Shanin.

"Derren mana?" Shanin bertanya dengan nada yang sangat pelan, tak ada kekuatan untuk menaikan volume suaranya.

"Derren tidur, dia juga gak apa-apa kok. Tapi kepalanya agak kebentur sedikit." Penjelasan yang cukup membuat Shanin berniat bangkit kalau saja tak di tahan oleh Richard.

Shanin's Diary (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang