Tik ....
Yang lelaki bernama Beda. Memang dia beda dengan lelaki manapun. Wajahnya tidak bulat juga tidak oval. Bentuk rahangnya tergambar jelas. Membuatnya terlihat jantan namun tidak menyeramkan karena ketampanannya menutupi segala hal buruk yang ada padanya. Dia bersandar, namun bahunya terlihat kaku dan sorot matanya memperlihatkan sedikit kegelisahan.
Tik ....
Di sebelahnya terlihat Ninta juga sedang bersandar namun dia terlihat lebih acuh. Tangan mereka bersentuhan namun tak saling berpengangan. Hanya ujung jarinya saja yang bersentuhan.
Tik ....
Beberapa waktu berlalu begitu saja tanpa suara. Entah karena capai selesai olahraga atau memang mereka sedang marahan. Benar-benar sepi dan hampir tak ada kata di antara keduanya.
Tik...
"Nin ...."
"Be .... "
Hampir bersamaan mereka memanggil.
"Berapa lama sebenarnya waktu yang dibutuhkan bagi sebuah hubungan? Apakah harus lama biar bermakna? Apakah harus singkat biar tidak terperangkap pada kejenuhan?" Beda mengucapkan kalimat itu begitu saja tanpa menoleh sedikit pun ke arah Ninta.
"Sudah aku katakan sejak lama. Aku tidak menunggu apa-apa. Mau lama atau sebentar itu tidak masalah toh kita sudah menjalaninya selama 4 tahun. Empat tahun itu bisa dikatakan sebentar namun juga bisa dikatakan lama. Tergantung dari segi apa dan sisi mana kita melihat. Aku hanya ingin kamu seperti yang lain, seperti cowok lain yang begitu mudah menggandeng tangan pasangannya. Aku cuma pengan kamu romantis. Coba kamu hitung, dalam waktu setahun terakhir berapa kali kamu mengatakan cinta sama aku? Sekalipun tidak Be. Aku hanya ingin kita seperti pasangan lain. Itu saja." Kalimat-kalimat itu mengalir dari mulut Ninta seperti tanpa jeda. Ninta tak menghiraukan apakah Beda mendengar, mampu mencerna dengan baik setiap kata yang diucapkan atau tidak. Seperti muntahan yang dia tahan selama berjam-jam keluar begitu saja.
Selesai mengucapkan itu Ninta berlalu. Berlari kecil meninggalkan Beda yang hanya tertunduk.
"Nin, apa kita tidak bisa bicara sebentar? Sebentar saja." Teriak Beda namun sia-sia karena Ninta memang benar-benar berlalu begitu saja.
Tik....
Belum begitu siang. Sepasang burung pipit bermain di atas rumput hijau, terbang rendah mengitari lapangan. Kembali turun, saling mematuk dan berkejaran. Sedangkan aku hanya sendiri dan iri melihat kemesraan mereka. Ada alasan kenapa aku tetap tinggal. Tentunya bukan karena aku ingin melihat kemesraan burung itu. Tidak mungkin aku berlari dan mengejar Ninta. Dia gadis tegas dan mandiri. Kalau aku berlari dan memaksanya menjawab pertanyaanku bisa-bisa aku akan kehilangan dia dalam hidupku. Dia gadis dewasa yang tidak bisa dipaksa. Memang dia terlihat sedikit angkuh, namun hal itu yang membuatnya terlihat beda dengan wanita manapun dan membuat banyak pria jatuh hati.
Tik tik ....
"Katanya jam 12 mau ke rumah Dita. Jadi nggak?" Tiba-tiba Ninta sudah berdiri di samping Beda. Mengucapkan kalimat itu seperti tidak punya dosa dan seperti baru saja tidak terjadi apa-apa. Beda menyambutnya dengan senyum juga seperti tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Siang-siang sepasang remaja berjalan bergandengan tangan. Tidak jelas siapa yang menggandeng dan siapa yang digandeng. Semua terjadi begitu saja.
Tik ....
Tepat jam 12 Beda sudah berdiri di depan rumah Ninta dengan kaos kumal dan celana belelnya. Begitu juga Ninta. Setelah pintu dibuka, terlihat gadis cantik dengan bungkus yang tak kalah kumal dengan pasangannya. Ya, mereka memang pasangan serasi. Sederhana dan apa adanya. Namun semua itu tidak membuat mereka terlihat buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
CELOTEH Dalam Diam Ku Menyapa
Short StoryDunia sudah terlalu bising. Aku tidak ingin menambah kebisingan itu. Dengan cara ini aku ingin menyapa kalian. Sudikah kalian berkomunikasi denganku dengan cara demikian???? Tinggalkan jejak ya kawan!!! Terima kasih