Kalau Kalau capek, ya ngomong capek. jangan pendam semuanya sendiri
-dari Dee untuk anak kontet
Memangnya kita boleh sejujur itu? Bukannya kita bisa nyakitin orang lain?
-dari Nala untuk Si pipi bolong
.
.
.
"Bu, Nala mohon sekali. Nala ingin mengundurkan diri dari OSIS," Bu Marya menatap Nala dengan kening berkerut.
Ayolah bu, please. Batin Nala pada dirinya sendiri. Nala bahkan rela datang pagi-pagi—meskipun rumahnya bisa dikatakan lumayan jauh—Nala tidak ingin ada guru-guru lain yang mendengar percakapan mereka mengenai masalah OSIS.
"Tidak bisa Nala, ibu tidak bisa memutuskan sendiri. Bagaimana dengan Mario? Anggota yang lain? Mereka belum tentu setuju dengan keputusan secara sepihak ini. ibu juga tidak mau—kalau mereka melayangkan protes pada ibu. Lalu apa alasan kamu keluar," Nala menggigit bibirnya sendiri, gugup.
"Nggak kok bu, Mario sudah setuju saya keluar." Maaf ya bu, Nala udah nggak tahan. Akhirnya, Bu Marya menghela nafas berat. Nala yakin sekali, sebenarnya Bu Marya tidak rela membiarkan Nala keluar. Dan yah—dalam hati kecil Nala pun begitu, ia tidak rela keluar. Namun apa daya, dari pada harus makan hati setiap hari.
"Ya sudah Nala, tapi ibu boleh minta surat pengunduran diri? Hitung-hitung sebagai tugas terakhir kamu." Nala tersenyum, Bu Marya memang baik sekali—pada murid yang tidak banyak ulah. Tapi, jangan coba-coba membuat masalah dengan Bu Marya bila ingin masa SMA kalian damai. Anak-anak di kelasnya yang sering bolos saja, akan lari terbirit-birit bila melihat Bu Marya.
"Terima kasih banyak ya bu," Nala keluar dari ruangan itu dengan lega.
~~~
"Hola my chair mate!" Nala yang baru saja kembali dari ruang guru, harus rela menjadi pusat perhatian karena ulah anak itu. Siapa lagi kalau bukan Deelo? Si pengacau paling berisik di dunia.
"Apaan sih, pagi-pagi udah bacot nggak bermutu." Ujar Nala sambil melayangkan muka masamnya ke arah orang-orang yang sedang menatap mereka sebagai pusat perhatian.
"Duh, galak bener sih. Eh, pinjam buku dong, buku gue belum ada di Kopras."
Nala melirik Deelo dengan sinis. "Kalau gue nggak mau gimana?"
"Ya udah, gue paksa." Deelo berkata dengan santainya.
"Ish! Minjem kok maksa." Nala membuka tas dan mengambil laptop hitam beserta kacamatanya. Ia akan membuat surat pengunduran dirinya sebagai sekretaris hari ini juga—agar ia cepat-cepat bebas.
"Ngapain sih neng, serius amat. Eh, gue baru tahu lo pake kacamata,"
"Ya lo kan anak baru, dodol."
"Oh iye, maklum pelupa. Hehehe,"
Tatapan Deelo tidak lepas dari Nala yang sedang mengetik—saat matanya beralih ke arah layar laptop, Deelo tak sengaja membaca sebuah kalimat yang tertulis dengan font yang lumayan besar.
Surat Pengunduran Diri
"Lo mengundurkan diri? Dari—eh, lo sekretaris?" lagi-lagi, mereka menjadi pusat perhatian karena suara Deelo. Untuk Nala sempat memelototinya sehingga membuat suara cowok itu menjadi sedikit lebih pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
When Late to Regret
Roman pour AdolescentsJangan pernah menyerah. Adalah kata-kata paling basi dan kuno yang pernah di dengar seseorang yang hidupnya sebentar lagi. -Suara sebuah kecewa- . Jadi, apa yang mau kamu lakuin dihidup kamu yang katanya sebentar lagi? Menyerah begitu saja? atau ka...