When Late to Regret|3

1.5K 74 9
                                    

Kita itu pengemis, pengemis intelek.

-Dee tahu dari gurunya, ngasih tau putri kontet

Kalau dipanggil sayang mau nggak?

-Dee buat notes sekali lagi ya, Nala ngggak mau ngasih Notes?

Setiap orang punya masalahnya masing-masing.

-Dari Nala untuk kalian. Tuh udah, pipi bolong. Jangan riweh.

.

.

.

Akhirnya Nala benar-benar ikut ke rumah Deelo. Entah apa yang merasukinya-ikut ke rumah cowok yang bahkan baru dikenal selama kurang dari 2 hari. "Deelo,"

"Panggil Dee aja, nggak usah panjang-panjang." Nala berdecak, "Cuma 2 suku kata doang elah, apanya yang panjang."

"Hubungan kita yang masih panjang," Nala hanya bisa mengusap dadanya sambil berharap bahwa stok kesabarannya masih banyak.

"Eh, Neng cantik siapa namanya? Pacar Den Deelo ya?" lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali Nala harus menahan diri agar tak tersedak ludahnya sendiri, "Nggak kok pak, dia temen saya." Ujar Nala sambil menunjuk Deelo. Supir itu menganggukkan kepalanya mengerti.

"Panggil aja saya pak Min Neng. Wah, den Dee sekarang udah-"

"EH, tadi mau ngomong apa Nal?" baru kali ini Deelo memanggil Nala dengan semestinya. Tapi-Nala merasa aneh, Deelo seolah sengaja memotong pembicaraannya dengan Pak Min.

"Nggak deh, nggak jadi."

Tanpa Nala ketahui, Deelo melirik ke arah supirnya itu dengan pandangan penuh arti. Tak perlu banyak kata dan kalimat, supirnya itu mengerti apa yang Deelo maksud.

"gue harap lo nggak pernah tau Nala. Atau setidaknya, lo terlambat untuk tahu." Deelo berujar dalam hati sambil menatap Nala yang kini sibuk memainkan game di ponselnya.

Ya. Semoga begitu.

~~~

Setelah sampai di rumah Deelo, Nala berkali-kali mengucap kagum dalam hati karena melihat rumah Deelo yang sebesar ini. rumah Nala yang bisa dibilang lumayan besar saja masih kalah 3 kali lipat dari rumah Deelo. mah

"Rumah lo gede banget deh," Ujar Nala dengan jujur. Deelo hanya tersenyum kecil, Nala memang tak pernah bisa ditebak. "bukan rumah gue kali-rumah orang tua. Kita belum punya. Kalau kata guru gue-kita itu pengemis." Nala menatap Deelo dengan pandangan heran.

"Dih kok pengemis?" ujar Nala sewot.

Deelo berdecak, "Sssst, makanya diem dulu woy. Jangan asal potong. Kita itu pengemis-pengemis intelek." Nala hanya diam-sambil mengiyakan dalam hati. "nah, diem gini kan bagus. Oh iya, lepas sepatu dulu gih. Jangan lupa taruh tas disana, jangan taruh diatas sofa. Terus jangan lupa kaus kaki lo masukin dalem sepatu elah-jangan di taruh gitu aja. Ish-urakan bener jadi cewek. Eh! Itu kenapa tas lo masih di atas sofa? Jangan taruh-"

"Jangan main klarinet, jangan pernah melambaikan lampu senter ke depan dan belakang terlalu cepat, jangan pernah berhenti menatap sekitar, jangan pernah makan keju kecuali yang kotak, jangan pernah pakai topi sombrero, jangan pakai baju bodoh, rok panjang de-el-el! Riweh bener!"

Deelo langsung tertawa melihat ekspreksi Nala yang kesal. "Udah ngomongnya?

Nala membalas dengan cuek, "iya, udah."

When Late to RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang