When Late to Regret|4

1.4K 74 6
                                    

Mungkin, lo kira gue terlalu bodoh untuk semua itu Dee. Tapi nyatanya kita sama-sama orang asing yang enggak punya hak lebih kan?
-Suara rahasia
.
.
.

“Pak Min, makasih sudah nganter Nala pulang,”

Pak min mengangguk, “nggak masalah Neng. Sering-sering main dengan Den Deelo ya?” Kali ini Nala yang mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.

Nala membuka pintu pagar dengan pelan, hampir tak bersuara. Sambil berjalan masuk, pikiran Nala melayang pada saat tadi. Saat Deelo menjatuhkan sesuatu yang Nala yakini adalah sesuatu yang berharga baginya. Dan itu bukan masker.

Dee, gue nggak sebodoh itu. Gue tahu. Tapi apa hak gue nanya tentang itu?

“NALA!” Jantung Nala berdenyut dengan cepat. Suara ayahnya menggelegar. Nala masuk ke ruang tengah dengan takut-takut.

“KAMU KEMANA SEHARIAN INI?! PAK MIRTO JADI SEHARIAN MENCARI KAMU! KENAPA KAMU NGGAK LANGSUNG PULANG KE RUMAH?!”

Nala menatap ayahnya datar. “Lah, bukannya ayah nggak mau jemput aku? Aku ke rumah teman.” Nala berlalu dan tak memedulikan ayahnya yang mengepalkan tangan di samping badan.

“NALA!” Nala yang berada di depan pintu kamar, bisa mendengar teriakan ayahnya.

“APA SIH YAH?! BERISIK! AYAH NGGAK BOSAN CARI SALAH INI DAN ITU TERUS MENERUS? BOSEN CARI MASALAH DENGAN BUNDA, JADI AYAH MULAI CARI KESALAHAN AKU TERUS YA? NALA CAPEK DEBAT DENGAN AYAH TERUS!”

BRAK! Nala menutup pintu itu dengan keras dan menguncinya dari dalam. Gadis itu menghembuskan nafasnya yang menderu dengan keras. Dadanya terasa nyeri dan sesak.

Eh?

Nala mengusap hidungnya dengan lengan baju. Ada bercak kemerahan disana. Pasti ia mimisan lagi, ah, ini semua karena ia terlalu lelah dengan masalah yang ia hadapi.

Entah OSIS, sahabat, terkaannya pada Deelo dan bahkan masalah keluarganya.
Diam-diam ia tertawa dalam hati. Dee, ternyata setiap orang punya masalah masing-masing.

~~~

Nala berjalan menuruni tangga rumahnya yang diselimuti sepi dengan ransel di punggung. Ayahnya pasti sudah berangkat pagi-pagi untuk pekerjaan. Dan bunda? Pasti sama saja. Bahkan Nala tidak tahu kapan bundanya pulang semalam—jangan-jangan, ia tidak pulang?

Sungguh keluarga yang kacau.

Nala mengambil sepiring nasi dan menggoreng telur. Rumahnya tidak ada pembantu, jadi Nala terpaksa memasak sarapan sendiri atau kalau tidak—ia bisa kelaparan nanti.

TINN!

Nala yang baru saja ingin menyalakan kompor dikejutkan dengan suara klakson mobil.

Siapa?

Gadis itu pergi ke depan dan membuka pintu. “PUTRI KONTET YANG CANTIK! BURUAN YA KITA BERANGKAT BARENG!” Nala mengerutkan kening ketika mendengar suara—dan panggilan itu. Pasti Deelo. Memangnya siapa lagi yang memanggilnya seperti itu kecuali Deelo?

Deelo turun, Nala pergi membukakan pintu pagar. “ngapain lo kesini?”

“Jemput lo lah, nih, bunda bikinin lo sarapan.” Ujar Deelo sambil menyodorkan bungkusan yang berisi kotak bekal.

When Late to RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang