5 | Comfortable

8.5K 492 42
                                    


***

Hujan deras disusul suara petir terus menggelegar. Seolah enggan berhenti, langit terus menjatuhi bumi dengan curah hujan yang dapat dirasakan bersekala besar.

Sudah 3 jam berlalu. Namun entah kenapa hujan terus turun membasahi bumi Konoha. Bahkan semakin deras ditambah gemuruh petir yang mengilat-ngilat bagaikan sinar terang berdaya jutaan volt.

Detik jam terus bergerak. Semakin berlalu hingga dengan jelas dapat dilihat kini tepat pukul 11 malam. Tanpa terasa semakin larut dan mencekam.

"Tenanglah..." surai biru kelam yang terasa lembut itu dielus pelan. Telapak tangan kekar terus membelai setiap helai surai indigo itu penuh kasih sayang. "Badanmu panas."

Naruto mulai panik. Tatapannya menyendu kala mendapati sosok yang kini meringkuk memeluknya. Tubuh mungil dengan balutan piyama tersebut bergetar hebat, bahkan semakin mengerat disetiap indera pendengarannya menangkap suara petir yang begitu keras.

"Hinata, badanmu sangat panas..." memeriksa suhu tubuh Hinata dengan punggung tangan menyentuh leher jenjang gadis tersebut. "Astaga! Kau menangis?"

Hinata mengisak pelan. Tubuh bergetar itu semakin meringkuk. Pelukan yang terasa hangat darinya sangatlah erat, hingga Naruto dapat dengan jelas merasakan bagaimana ketakutan gadis dipelukannya itu.

"Hiks... Hiks..." kali ini air matanya tumpah, tak dapat lagi rasanya Hinata membendung gejolak takut yang kini sangat mendominasi.

"A-aku takut... Hiks... Naruto-kun ja-jangan pe-pergi..." Naruto semakin mengeratkan pelukannya, tak disangka, Hinata memiliki phobia semacam ini. "Na-naruto-kun... Aku ta-takut."

"Ssshht—ada aku. Jangan takut, hm." ucapnya menenangkan.

Hinata merespon dengan mengangguk pelan. Kali ini wajahnya ia usapkan pada baju pria yang merengkuhnya hangat, mencoba menghapus jejak air mata yang sempat meleleh tadi.

Iris biru tersembunyi dibalik kelopak mata sewarna madu tersebut. Mencoba tenang, sungguh Naruto menegang hebat kali ini, merasakan bagaimana desiran aneh yang hinggap, apalagi dengan elusan lembut wajah Hinata pada dada bidangnya, bahkan ada yang menekan sisi perutnya dan terasa sangat kenyal dan hangat.

Kepalanya menelusup pada puncak kepala bermahkotakan surai indigo tersebut. Aroma lavender yang menguar sangat memanjakan indera penciumannya, dan dapat dirasakan ia terbuai akan harumnya aroma Hinata.

'Kumohon jangan buat aku kelepasan... Oh tuhan! Aku sudah bertahan terlalu lama...' meracau dalam hati mencoba menetralkan sisi lelakinya yang sangat rentan. Naruto sungguh mati-matian menahan hasrat yang membuncah dengan sentuhan dari rengkuhan Hinata yang semakin posesif.

"Na-naruto-kun..." menengadah lemah sembari menatap sang pria pucat.

Naruto menyendu. Dapat dengan jelas iris birunya melihat Hinata yang dinodai basahan air mata diarea pipinya.

Tangannya terulur, mengelus dengan sangat lembut pipi tembam yang tampak pucat tersebut. Ia tersenyum hangat sembari mengisaratkan Hinata melanjutkan ucapannya.

"Naruto-kun tidak akan pergi dari sini'kan?" bertanya dengan memohon. Tetap dengan wajah pucat, Hinata menatap Naruto memelas. "Naruto-kun, aku takut... A-aku sangat takut."

Mengangguk pelan menanggapi. Kali ini Naruto dapat menetralkan tubuhnya yang sempat menegang, dan dengan penuh kasih sayang ia mengecup sekilas dahi Hinata.

"Tidak... Aku tetap disini." Hinata tersenyum, pipi pucatnya memunculkan semburat merah yang terlihat sangat menggemaskan, bahkan Naruto tak bisa membantah hal itu.

More Colorful ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang