Prologue [REVISED]

65.7K 1.9K 17
                                    

Halo, readers!
Kalau kalian pembaca lama, aku mau minta maaf banget karena dulu cerita ini masih banyak loophole nya. Sekarang aku datang dengan menambahkan bumbu-bumbu baru ke cerita ini, masih dengan garis besar cerita yang sama tapi dengan kebaruan ceritanya, aku tambahkan sedikit twist & latar belakang yang berbeda, dan pastinya kebaruan. Semoga untuk cerita kali ini gak membingungkan ya. 

Aku akan post seminggu 2x, atau lebih, jadwal update sebagai berikut :
Senin - Pk 12.00 WIB
Rabu - Pk 12.00 WIB
Jumat (tentative) - Pk 12.00 WIB

*Setiap chapter yang sudah di revisi, akan aku tambahkan [revised] di judul chapternya yahh supaya readers gak bingung.* 

Enjoy!

***

Clara's POV

Bali, 2019

10:30 PM

Hujan turun dengan sangat deras, aku bisa merasakan butiran air hujan yang jatuh ke wajahku. Orang-orang berkumpul mengelilingiku, yang berada dalam kondisi setengah sadar. Dengan sisa tenaga yang sudah tidak seberapa ini, aku berusaha untuk menganalisa sekitarku, penglihatanku sudah mulai buram, sejauh mata memandang yang dapat aku lihat hanyalah cairan merah tua yang menggenang. Entah milik siapa cairan itu aku tak tahu pasti.

Kejadiannya begitu cepat, aku tidak ingat apa yang terjadi. Namun, dapat aku lihat kedua orang tua ku yang terbaring di dalam mobil yang sudah hancur, dan tidak berbentuk lagi.

Oh, ya

Aku ingat sekarang, penyebab semua ini adalah pengendara bus yang mungkin sedang mengantuk atau mabuk. Entahlah, aku tidak tahu, tapi yang aku tahu pasti adalah bus tersebut keluar dari jalur yang seharusnya dua arah ini, dan menghantam mobil kami dengan kecepatan yang luar biasa.

Badanku yang awalnya terasa dingin, perlahan mulai kehilangan kemampuan untuk merasa. Begitupun dengan rasa sakit dan takut yang menyelimuti tubuhku mulai menguap dan menghilang perlahan. Rasa kantuk mulai mendatangi kesadaranku, aku sudah tidak kuat lagi, akhirnya aku menyerah dan menutup mata. Sebelum kesadaranku hilang sepenuhnya, hal yang terakhir aku dengar adalah suara ambulans yang semakin dekat, setelah itu semuanya hilang.

***

Aku mencoba membuka mataku, sedikit demi sedikit cahaya mulai memasuki rongga penglihatanku. Aku melihat seorang lelaki dengan jas berwarna putih bersih, dengan celana bahan berwarna hitam. Indra penciumanku pun perlahan mulai menangkap bau karbol khas rumah sakit. Saat aku berhasil membuka mataku sepenuhnya, lelaki dengan jas tersebut menghampiri aku dan menanyakan beberapa hal mendasar, seperti namaku, apa yang terjadi padaku, dan sebagainya. Tapi sayangnya, aku tidak dapat mengingat semuanya dengan jelas. Bahkan, beberapa potongan dari masa-masa lalu ku ikut menghilang, tapi aku dapat mengingat tentang diriku dengan cukup jelas setelah dokter memberikan waktu untuk mengingat.

Aku berhasil mengingat sebagian.

Namaku Clara Abigail, aku juga mengingat tempat lahirku, dan juga nama kedua orang tuaku.

Seketika terlintas gambaran kecelakaan sebelum aku kehilangan kesadaranku, gambaran kedua orang tuaku di dalam mobil yang sudah tidak berbentuk itu. Rasa gelisah dan khawatir dengan cepat menghampiriku, jantungku mulai berdegup dengan sangat kencang, aku berlari menuju pintu ruangan dimana aku dirawat, membukanya dengan kasar. Saat pintu terbuka, disana terlihat beberapa pasang mata yang melihat ke arah ku dengan ekspresi yang terlihat kaget. Tanpa menggubris mereka, mataku menemukan wajah yang kukenal, yap dokter yang menanyakan beberapa pertanyaan padaku tadi. Dokter tersebut berdiri tepat di depan ruangan ku yang berseberangan langsung dengan tempat kumpul para suster, ia terlihat seperti sedang membicarakan sesuatu yang serius sebelum memandang ke arah pintu yang ku buka dengan kasar itu. Dengan langkah besar, aku menghampiri dokter tersebut.

"Dok, apa dokter tahu dimana orang tua saya?" Tanyaku dengan gelisah. Sembari menunggu jawaban aku mengatur nafas ku yang tidak beraturan.

Namun, dokter itu hanya terdiam dengan wajah yang menampilkan ekspresi sendu.

"Maaf, tapi kami sudah melakukan sebisa kami–" Ucapnya terputus, dilanjut dengan gelengan kepala dan ekspresi wajah sedih.

Seketika itu juga, kaki ku terasa seperti jelly. Aku terjatuh. Raungan tangisan ku memenuhi seluruh lorong yang menggema. Tidak tahu sejak kapan, tapi wajahku sudah basah dengan air mata yang mengalir dengan deras. Aku sudah tidak peduli dengan mata-mata yang memandang ke arahku. Tidak ada dari mereka yang mencoba untuk menegurku pula, aku hanya merasakan sebuah tangan yang menyentuh bahu kanan ku seolah mencoba menyalurkan kekuatannya kepadaku.

***

Sementara itu...

David's POV

Jakarta, 2019

10:30 PM

Air deras yang berjatuhan sibuk membasahi seluruh kota tidak kunjung berhenti. Sama sepertiku yang juga sedang sibuk mengurus berkas-berkas menumpuk yang harus aku baca dan pahami.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk" Kataku, tanpa memalingkan perhatianku dari tulisan-tulisan yang berada di kertas putih dihadapanku.

Pintu terbuka, seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu tersebut dengan membawa nampan berisikan makanan dan sebuah mug berwarna putih.

"David, mama bawain makan malam mu, udah mama panaskan ulang, dimakan ya sebelum dingin lagi." Mama meletakan nampan tersebut diatas meja yang sedang aku gunakan.

Namun, mama tidak langsung keluar, ia hanya berdiri di posisinya.

"Dave, mama tahu kamu sedang serius dengan pekerjaan, tapi kamu juga harus jaga kesehatan kamu." Ujarnya memperingatkan ku dengan lembut.

"Sebentar mah, tanggung." Ucap ku singkat, dengan mata yang masih fokus dengan ratusan bahkan ribuan tulisan-tulisan kecil ini.

Mama hanya menghembuskan nafas panjang, kemudian berbalik dan melangkah menuju pintu dan keluar dari pintu tersebut.

Wanita yang ku sebut mama ini bukanlah mama kandungku. Saat aku berusia 15 tahun, ibuku meninggal katanya penyebabnya karena sebuah kecelakaan.Tapi, sedari kecil mama kandungku memang tidak pernah ada untukku, dia selalu saja sibuk dengan seribu alasan, hingga jarang aku bertemu dengannya. Kehilangan sosok mama yang melahirkanku itu tidak terlalu mengguncang hidupku. Tidak lama setelah ditinggal oleh mama, papa menikah lagi dengan Carla. Wanita itu tidak buruk, dia lembut dan dia menyayangi aku selayaknya anaknya sendiri.

Carla– mama sambungku, belum menikah dan pastinya tidak memiliki keturunan. Saat aku pertama diperkenalkan dengannya oleh papa, usianya sudah 35 tahun. Dia memang selalu ingin mempunyai anak, sehingga ia selalu menganggapku sebagai anaknya sendiri. Oleh karena itu, tidak sulit untuk menerima keberadaannya sebagai sosok ibu.

oh ya!

Saat ini aku berusia 20 tahun dan sedang memegang posisi penting di perusahaan Hillton Group. perusahaan milik papa. Papa selalu melatihku untuk menjadi penerusnya, sejak saat 15 tahun aku sering diajak saat ia menemui client-client besar. Oleh karena itu, di usia yang masih belia ini aku sudah bisa memegang peran penting dalam perusahaannya.

Sedari kecil aku memang termasuk anak yang pintar, aku mendapat beasiswa dari universitas bergengsi di australia. Setelah menyelesaikan pendidikanku, aku kembali ke tanah air, dan membantu perusahaan papa. Hidupku selalu membosankan, kerja, kerja, dan kerja! Tidak ada bumbu-bumbu yang menghiasinya. Tapi walau begitu, aku menyukai pekerjaanku saat ini, dan cukup puas dengan apa yang aku miliki saat ini.

Banyak orang berkata aku sangat dingin dan kaku, makanya aku tidak pernah punya pacar. Bukan karena paras ku buruk ya! Aku memiliki wajah yang diatas standarlah, dengan tubuh yang proporsional dan tegap. Tapi entahlah, aku juga tidak terlalu paham dengan apa itu cinta dan pacaran, aku tidak dapat melogikakan semua itu.

***

TADAAAAAA! Gimana? 

Semoga kalian sukak ya! Untuk chapter revisi berikutnya akan aku update hasil revisiannya di jadwal di atas! 

Babaiii! 

Because Of You ✔ [ DALAM REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang