6. A

209 30 12
                                    

"Mungkin ada baiknya untuk tetap menjaga senyuman Mantra."

- Vania Neva -

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Neva mendongakkan kepalanya. Memandang nanar pada awan putih yang bergumul di langit. "Sebentar lagi kita bakal kehilangan langit yang cerah ini."

"Kamu pesimis banget." Guntur tertawa getir sambil menepuk bahu Neva pelan. "Ambil positifnya aja. Seenggaknya hari ini gak turun hujan."

"Ya, kamu bener. Jangan bikin petir lagi saat hujan nanti."

Guntur tertawa. "Oke. Sebagai gantinya aku bakal turunin bunga dari awan-awan itu."

"Ngaco! Mana ada ujan air dibarengin ujan bunga?" Neva tertawa. Lebih tepatnya untuk menghibur dirinya sendiri yang terlanjur dipenuhi rasa sesak di dada.

"Ada. Kalau kamu mau aku bakal bikin hal itu terjadi." Guntur menjentikkan jarinya. Lalu memunculkan kelopak-kelopak bunga berwarna merah muda di tangannya dengan jumlah yang cukup banyak.

"Enggak. Enggak. Jangan bikin sesuatu yang aneh. Udah cukup kamu aja yang aneh. Jangan ditambah lagi." Neva merebut bunga-bunga itu dan meniupkannya ke jalanan.

Guntur tertawa. Neva mengikuti tatapan Guntur yang sedang memandangi kelopak bunga yang diterbangkan angin. Meliuk-liuk di udara.

"Kamu yakin gak tau kemana Langit pergi, Tur? Atau alasan yang sebenernya kenapa dia pergi?"

Guntur hanya menggumam menjawab pertanyaan Neva barusan, dan Neva cukup mengerti. "Ayo masuk. Hati-hati sama barang koleksi pribadi kamu di kamar, Van."

Mulut Neva menganga. Dilihatnya Guntur terkekeh sambil mengedipkan salah satu matanya. Astaga Neva baru ingat. Mantra akan merusak barang di hadapannya jika sedang marah dan barang-barang koleksi pribadinya juga akan menjadi bagian target amukan bidadari itu.

"Guntur cepetan masuk!" seru Neva mulai berlari sambil menarik tangan Guntur memasuki gedung apartemennya. Neva cemas. Sedangkan Guntur tetap tertawa sepanjang jalan. Uh menyebalkan!

Neva bergegas membuka pintu apartemennya. Ia langsung terperangah di depan pintu begitu Mantra tiba-tiba berlari ke arahnya, lalu memeluknya erat.

Yang membuat Neva tak habis pikir adalah bidadari itu tersenyum. Tersenyum? Untuk apa? Neva bahkan ingin memberinya kabar duka. Sungguh!

"Aku tau kamu sama Guntur gak bohong, Van." Mata Mantra berbinar. Sedangkan Neva malah menoleh ke arah Guntur. Tak mengerti.

Neva tersenyum kecut sambil menggelengkan kepala. "Aku udah bohong sama kamu, Mantra. Aku gak nepatin janji. Aku gagal bawa Langit pulang."

"Aku tau," jawab Mantra bersemangat sambil tersenyum lebar.

"Tau?" Neva mengerjap. Memandang Mantra bingung dengan kening berkerut. Jujur saja Neva sangat syok. Ia sampai kehilangan kata-kata begitu Mantra menariknya masuk ke dalam apartemen.

"Iya aku tau Langit gak akan pulang. Aku juga tau kamu gak bohong. Aku yakin seratus persen Langit ada di sini semalem," tutur Mantra masih antusias dan justru makin membuat Neva kebingungan.

Mantra tertawa. Bidadari itu menunjukkan sehelai bulu yang disembunyikannya dibalik gaunnya. Bulu putih dengan cahaya emas berpendar melindunginya.

Neva langsung mengerti mengapa Mantra langsung percaya padanya. Bulu bercahaya emas itu milik Langit. Hanya sayap Langit yang bercahaya. Tidak seperti sayap milik Mantra ataupun Guntur, dan itu membuat Langit berbeda. Mudah dikenali siapapun dalam sekali lihat.

Hanya saja, Neva masih tak mengerti apa yang membuat Mantra sebahagia itu. Oh ayolah. Itu hanya sebuah bulu. Bagian kecil dari sayap seorang Langit. Apa yang membuatnya begitu istimewa hingga Mantra sangat senang saat ini?

"Langit ninggalin bulu ini dan surat kecil yang isinya dia bakal pergi sementara waktu. Dia punya urusan dan pulang ke tempat asalnya. Dia bakal pulang secepatnya setelah urusannya selesai." Mantra menjelaskan sambil menunjukkan surat yang katanya dari Langit itu.

Neva memerhatikannya. Ya! Itu memang tulisan tangan Langit. Tulisannya persis seperti tulisan di kertas kecil yang Neva temukan tadi.

"Makasih yah buat kalian berdua. Aku janji mulai sekarang aku gak akan turunin hujan lagi. Oh ya, aku lagi masak. Aku bikin makanan spesial buat ngerayain hari ini. Tunggu bentar yah. Aku ke dapur dulu."

Neva hanya tersenyum getir pada Mantra yang telah menghilang. Mewajarkan atas sikap Mantra yang terlihat berlebihan karena sebuah bulu dan sepucuk surat.

"Sekarang situasi aman terkendali. Mantra bahagia. Kamu senang, dan aku bisa tidur nyenyak," kekeh Guntur sambil merebahkan diri di atas kursi sofa.

Neva tertegun begitu dilihatnya Guntur mengedipkan matanya lagi. Tunggu! Sebentar! Sejak tadi Neva memang merasakan ada hal yang tidak beres. Tentang bulu dan surat itu.

"Guntur! Jelasin ini semua," bisik Neva sambil duduk di sebelah malaikat itu. "Menurut kamu aneh gak sih Langit ninggalin bulu sama surat ini? Kalau iya kenapa dia harus nulis pesan buat kita?"

Guntur terkekeh. "Ayolah Vania. Kamu lupa kekuatan apa yang aku punya. Perubahan bentuk! Aku bisa merubah cahaya jadi berbagai bentuk seperti yang aku inginkan."

Mulut Neva menganga memandangi Guntur yang mengulum senyum. "Jangan bilang ini ulah kamu!"

"Kamu pikir Langit bakal ngelakuin hal ini? Kamu tau sendiri 'kan karakter Langit gimana. Surat yang ditulis dia buat kita aja singkat banget."

"Kamu udah gila yah? Kalau Mantra sadar gimana?" Neva menepuk dahinya pelan. Ya ampun malaikat di depannya ini benar-benar membuatnya stres berat.

"Sadar? Buktinya Mantra dari tadi senyum-senyum gak jelas." Guntur tertawa pelan. "Nikmatin aja Van. Lagian kamu gak perlu protes gara-gara hujan lagi 'kan?"

Neva terdiam. Memang benar yang dikatakan Guntur. Hujan tak turun hari ini. Langit cerah seperti yang diharapkannya. Apa tak masalah membiarkannya begitu saja?

Ya biarlah. Mungkin ada baiknya untuk tetap menjaga senyuman Mantra. Meski dengan sebuah kebohongan. Neva tersenyum miris.

"Jangan lupa traktirannya," goda Guntur.

"O-g-a-h," eja Neva sambil tertawa dan pergi meninggalkan Guntur.

● ● ●

Diterbitkan tanggal :
27 Maret 2017

(864 kata)

Salam, Fe 😄😄

Mantra HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang