Prolog

35 2 0
                                    

      Terimakasih telah pergi. Kepergianmu mengantarkanku padanya, orang yang membuat duniaku jauh lebih baik.

-------------------------------

Hazel berlari kecil di tengah koridor yang sepi, kedua pundaknya bergetar hebat diiringi isak tangis yang ditahannya dengan telapak tangan.Ia berjalan kedalam kamar mandi wanita, masuk ke salah satu bilik lalu dikuncinya pintu tersebut.Tubuhnya bersandar pada pintu, perlahan merosot hingga menyentuh lantai.

Air matanya mengucur dengan deras, digigitnya bibir bawahnya agar suara isaknya tak terdengar.Kedua lututnya terasa sangat lemas, sedangkan kedua pundaknya bergetar hebat karena menahan tangisnya.

"Gue liat Raihan sama Olla chattingan tadi malam. Gue aja kaget, si Raihan sampai senyam-senyum gitu."

Hatinya nyeri setiap omongan Dean terlintas di otaknya.Di saat itu juga memori yang menyimpan segala kenangan tentang dirinya dan Raihan berputar terus bagai kaset rusak.

Bagaimana bisa kenangan yang dulu dianggapnya adalah hal terindah malah menjadi belati yang paling tajam menusuk ketika diingat?

Kalau bisa, ingin sekali rasanya Hazel terkena amnesia dan melupakan segala hal soal Raihan.

"Gue salah apa sama lo Han ... " Hazel terus meracau sendiri, bagaikan Raihan sekarang sedang ada dihadapannya.

Kalau bisa, ingin sekali Hazel menampar Raihan, meneriakinya hingga pita suaranya putus.

"Gue bahkan gak tau gimana cara supaya berhenti suka sama lo, sedangkan lo udah secepat itu ngedapatin pengganti?"

Gadis itu memukul-mukul dadanya yang terasa sesak, sumpah demi apapun hatinya lelah, tapi ia bahkan tak tahu cara untuk berhenti.

Suara ketukan pintu dari luar menjeda isak tangisnya, "Zel, kata temen sekelas lo, lo nangis ya? Keluar yuk, udah pulang nih." itu adalah suara Jihan, sahabat dekat Hazel.

"Han, gue capek."

Jihan meneguk pahit salivanya, merasa iba melihat teman dekatnya menjadi begini hanya karena seorang pria, "Buka dulu pintunya Zel, yang lain udah nunggu di luar."

Perlahan pintu yang menjadi tempat bersandar Hazel sedari tadi itu terbuka, menampakkan sosok gadis bersurai coklat dengan bajunya yang basah terkena lantai kamar mandi.Kedua matanya sembab, hidungnya memerah, rambutnya kusut, sangat kacau.

Jihan melingkarkan kedua lengannya di pundak sahabatnya itu, "Zel lupain dia."

Tangisan Hazel yang tadi sempat berhenti karna kedatangan Jihan kini kembali pecah. Ia kembali terisak, "Gue gak tau cara berhenti, padahal gue capek Han."

Mengangguk, Jihan melepaskan pelukannya, mengusap air mata yang membasahi kedua pipi Hazel, "Keluar yuk, yang lain udah nunggu." Hazel mengangguk lalu mengikuti Jihan yang mengiring nya berjalan keluar.

Begitu keluar, Hazel melihat kedelapan sahabatnya yang lain, menatapnya dengan miris, semuanya bungkam.

"Udah nangisnya?" suara Ghea memecah keheningan yang terjadi diantara mereka, "Ghe ... " Friska menahan tangan Ghea yang amarahnya akan meledak.

"Gue muak liat lo nangis mulu!" bentakan Ghea membisukan mereka semua, tak ada yang berani mengeluarkan suara hingga akhirnya Ghea menyodorkan ponsel milik Hazel kehadapan pemiliknya itu, "Line lo udah gue uninstall, jangan harap lo bisa ngemis cinta ke Raihan lagi." Begitu Hazel mengambil ponselnya, Ghea segera melenggang pergi.

Friska menarik lengan Hazel agar duduk di sebelahnya, "Gak usah dimasukin hati Zel, Ghea kaya gitu karna dia peduli. Dia gak suka liat lo kaya orang bego gini."

Hazel mengangguk, mengecek ponselnya, dan benar saja aplikasi line kini sudah tidak ada lagi di sana.

Di sudut, Tya yang sedari tadi diam karena bingung harus bicara apa, merebut ponsel yang sedang dipegang Hazel, "Gue pastiin ini hari terakhir lo nangisin cowok bajingan itu." ucapnya.

Yana dan Verra yang duduk di sebelah Tya merapatkan duduk mereka, memperhatikan apa yang dilakukan Tya di ponsel teman mereka itu. Beberapa detik kemudian mereka tersenyum, menghasilkan raut ekspresi kebingungan di wajah temannya yang lain.

"Ngapain?" tanya Hazel dengan suaranya yang masih terdengar parau.

"Nyomblangin lo sama cogan kelas Tya." jawab Verra dengan tatapannya yang masih saja terpaku pada ponsel Hazel.

"Gila, ngapain kalian?" Hazel mulai was-was takut teman-temannya melakukan hal yang aneh.

"Nge-follow instagram nya aja." tertawa cekikikan, Tya memberikan kembali ponsel Hazel.

"Siapa?" tanya Kayla penasaran. Hazel melihat layar ponsel, mengecek instagram nya, "Gazka?" sebelah alisnya terangkat, sedang kedua retinanya menatap satu-persatu ketiga temannya, mereka bertiga mengangguk.

"Cakep sih, tapi gak mungkin lah mau sama gue." Hazel menghela napasnya panjang sembari memasukkan ponselnya kedalam saku.

"Belum coba udah nyerah duluan?" Irla yang sedari tadi bungkam kini membuka suara, memprotes perkataan yang sebelumnya dilontarkan Hazel.

Jihan mengangguk, lalu menunjuk Hazel dengan dagunya, "Lo mau suka sama dia gak? Kalau mau yaudah kita bantuin."

Gadis bermanik hazel itu hanya menggelengkan kepalanya, tersenyum miring lalu berdiri tanda akan beranjak pergi, "Perasaan gak segampang itu." kemudian ia berjalan pergi meninggalkan teman-temannya yang lain.

Kedua tapak kaki Hazel berhenti melangkah begitu ia sampai di depan gerbang sekolah, gadis itu bersandar pada batang pohon besar yang berdiri
kokoh.Biasanya pohon itu digunakan murid-murid sekolah mereka berteduh untuk menunggu jemputannya.

Hazel merasakan sakunya bergetar, ia mengambil penyebab getar tersebut yang tak lain adalah ponselnya.Ternyata ada satu notifikasi dari Instagram nya.

Hazel meng-slide layar ponsel nya, membuka aplikasi instagram, tanpa disadari kedua ujung bibirnya terangkat ketika melihat notifikasi tersebut.

"GazkaFahyuda__ started following you."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Time Flees Love StaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang