Aku tidak hanya ditinggal Ozan karena dia memilih yang lain, tapi aku juga ditinggal Ozan karena panggilan maut kepadanya.
Sejak itulah aku membenci Cinta. Mungkin karena aku tidak siap dan tidak akan pernah siap untuk berjumpa dengan perpisahan, terutama perpisahan yang berstatus selamanya.
Di masa SMA ini, aku ingin mengukir kisah yang baru. Melepaskan kisah kelam yang memaksa untuk ditinggal. Aku siap, dan harus siap.
Tak terasa sudah berakhir masa Orientasiku, kini saatnya aku melepas putih biruku dan menggantikannya dengan putih abu-abu
Baru satu hari sah memakai putih abu-abu, rupanya hari ini adalah hari buruk.
"Ca, hari ini kan pendaftaran ekskul, lo ikut apa?" Aku bertanya kepada Caca sebelum bel masuk tiba.
"Seni musik, lo?" Caca bertanya kembali.
"Teater, gue udah niat ikut itu," ucapku dengan sangat yakin.
"Kagak ada, cuy," Caca menepuk pundak ku.
"Lah, itu di papan depan yang ada daftar ekskulnya, ada teater,"
"Itu tahun berapa, liat dong papannya tuh tertulis dibuat dua tahun yang lalu. Gue baru liat daftar ekskul yang masih aktif di papan mading tadi,"
"Ah, liat ntar deh. Gue belum tau nih pilih apa," sedikit kesal karena ekskul yang kuharapkan ternyata tidak tersedia (lagi).
Tujuh menit kemudian, bel tanda masuk berbunyi. Jam pertama kali ini diisi oleh wali kelasku yakni guru fisika.
Ekspetasi Caca maupun aku beranggapan bahwa hari ini tidak akan belajar materi terlalu berat. Faktanya, kita salah! Padahal cewe selalu benar :(
"Ya nak, hari ini... kita belajar fisika. sebelum masuk ke materi, ibu mau ada satu orang yang maju menceritakan pengalaman kalian tentang IPA di SMP," Pinta wali kelasku yang membuat aku berharap semoga bukan aku yang maju ke depan.
"Len, maju sono," bisik Caca kepadaku.
"Gila lo ya, gak usah ngeledek deh. Lo tau kan Uji Coba Ujian Nasional pertama aja nilai IPA gue cuma 3,5. Kalau gue maju ke depan, bisa-bisa harga diri gue jatoh," bukan deg-degan lagi, kali ini aku keringat dingin.
Tidak ada satupun yang mengacungkan tangan untuk maju ke depan dari 36 siswa. Maka dari itu, wali kelasku membuat keputusan yang amat menegangkan.
"Baiklah, karena gak ada yang maju, ibu akan panggil satu orang dari absen," guru tersebut mengambil daftar absen dan mulai mencari nama yang akan jadi sasarannya.
"Helena Claretha? Ada? Ayo nak silahkan maju," sambungnya.
Hal yang aku takuti justru terjadi. Aku mulai melangkah ke depan dengan penuh keraguan. Tiba-tiba...
"Ah!" Aku terjatuh ke lantai.
Ternyata ada kaki usil yang sengaja menyelengkatku ketika aku berjalan.
"Kenapa kamu?" Saut wali kelasku.
"Nggak bu. Nggak apa-apa," aku segera berdiri tanpa menoleh dan memastikan siapa yang telah usil.
"Sebenarnya saya itu gak terlalu pandai dalam bidang studi IPA..." ucapku yang belum selesai berbicara.
"Terus kenapa lo masuk jurusan IPA, kocak," Dhea memotong penjelasanku.
"Ya dengerin dulu, gue mau ngomong," balasku dengan ngotot.
"husttt... lanjutkan Helena," kata guruku.
"Setelah saya menyadari kekurangan saya dalam bidang studi IPA. Saya berusaha keras untuk menguasai materi itu, tiada hari tanpa mempelajari materi IPA," jelasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHS
Teen FictionMelepas putih biru, menyiapkan ruang putih abu-abu. Katanya ini adalah masa yang indah. Apakah virus merah jambu akan datang kepadaku menggebu-gebu? Benarkah masalah yang kuhadapi semakin rumit dan perlu kedewasaan? Aku pandai berimajinasi, ahli men...