Aku hampir kehabisan akal untuk mencari cara bagaimana mendapat jawaban dari pertanyaan yang belum sempat dijawab Herza.
Ya, tinggal satu pertanyaan tersisah yang menanyakan mengapa ia membenci seseorang yang bernama Helen. Aku berusaha untuk melupakan itu, tapi rupanya aku gagal.
Jam istirahat ke dua tiba, seperti biasanya aku dan Caca pergi ke kantin bersama. Aku membeli satu roti seharga Rp.4.000 dengan uang Rp.5.000.
"Maaf, gak ada kembalian seribu rupiah," kata penjual roti di kantin sekolahku sambil masih mencari uang yang berada dalam toples.
Tiba-tiba seseorang menjulurkan tangannya dari belakang bahuku dan memberikan uang Rp.10.000 kepada penjual kantin.
"Bu, Beli Minuman ini satu sama uang untuk beli roti dia," ternyata si Cogan famous alias kak Alvin membayar roti yang ingin ku beli untukku.
Setelah kak Alvin membayar, ia pergi ke meja kantin yang disekelilingi para cogan sekolah tanpa sempat aku mengucapkan terima kasih.
"Woy, lo gak mau bilang terima kasih ke doi?" Caca menepok jidatku yang terbilang hampir seluas lapangan basket. Ok ini lebay banget.
"Oiya lupa, gue ganti aja deh sepulang sekolah," mataku masih menuju pada kak Alvin tanpa mau menoleh ke arah lain sedikitpun.
"Emang lo tau kelasnya?"
"Tau kok. 11 IPS B," aku dan Caca segera kembali ke kelas.
Aku masih tidak percaya, mengapa kak Alvin sangat baik padaku. Padahal, ia terkenal dingin kepada perempuan. Apalagi dia adalah orang yang terkenal di sekolah maupun dunia maya.
Ketika sampai di kelas, aku dan Caca duduk sambil mengisi jam istirahat yang lima menit lagi akan berakhir. Tangan beserta jari-jariku ini rasanya geram ingin mencari tahu tentang kak Alvin melalui sosial media.
"Cie stalk kak Alvin yaaa?" Caca menarik ponselku.
"Ihh. Balikin, Ca," aku mencubit Caca.
"Aw! Sakit, Len. Aduh kayaknya lo suka deh sama Kak Alvin, gue bilangin ya hahaha," Caca mengembalikan ponselku yang nampak pada layar menampilkan feeds instagram kak Alvin.
"Gue gak suka, kok!" Sontak aku membela diri.
"Yeee banyak dusta lo, Len," Caca tidak ada henti-hentinya meledekku.
Waktu yang ditunggu-tunggu, yap bel pulang sekolah! Aku dan Caca segera berlari menuju lantai dua ke kelas 11 IPS B untuk menghampiri kak Alvin sebelum ia pulang duluan.
"Len, lo berani masuk kelas dia? Ini penuh sama senior cuy," Caca berada di belakangku sambil menarik tas ku.
"Penakut lo!" Aku berbalik badan.
"Serem ah, lo aja ya. Gue tunggu di sini."
"Yaudah iya," aku berbalik badan lagi, berjalan cepat tanpa karuan.
Tiba-tiba seseorang yang tak ku kenal namanya, menyenggol pundak kanan ku ketika aku dan dia berlawanan arah tepat di depan kelas kak Alvin.
"Ah!" Pekik aku dan menatap sinis orang tersebut.
Tanpa merasa bersalah, perempuan berbando coklat dengan tas ransel merah itu justru ketawa dan tambah mendorongku.
"Baru jadi junior, gak usah belagu!" Ucapan itu terlontar kasar.
"Loh maksudnya apa nih kak? Gue salah apaan sama lo?" Aku tidak mau kalah begitu saja. Karena aku yakin, aku tidak melakukan kesalahan pada orang itu. Jangankan berbuat salah padanya, kenal pun tidak!
KAMU SEDANG MEMBACA
SHS
Teen FictionMelepas putih biru, menyiapkan ruang putih abu-abu. Katanya ini adalah masa yang indah. Apakah virus merah jambu akan datang kepadaku menggebu-gebu? Benarkah masalah yang kuhadapi semakin rumit dan perlu kedewasaan? Aku pandai berimajinasi, ahli men...