Sejak kejadian kak Alvin mengembalikan buku harian milikku yang terjatuh, aku selalu memikirkan apakah isi buku ini telah dibaca olehnya?
Bukannya apa-apa, hanya malu karena isinya seputar kisah SMP ku dari mulai 'alay' sampai 'kekinian'.
Di kala hari menuju senja, tiba-tiba Caca menghampiri rumah ku.
"Helen!! Helen!!" Teriak Caca dari depan pintu rumahku.
"Kenapa sih, Ca? Bukannya ucap salam malah teriak-teriak," aku membukakan pintu dan mempersilahkan Caca untuk masuk.
"Hehehe... maaf Len. O ya, haus gue nih,"
"Air minum gue langsung keruh Ca ada lo dateng,"
"kipak bat ( bohong banget ). Ok, gapapa gak minum. Gue mau kasih tau sesuatu, gue nemu akun Instagram Herza!"
"Terus?" Jawabku dengan muka datar.
"Gak seru lo Len, 'waw' dikit kek. Kalau kaya gini kan kesannya gue garing parah,"
Mungkin kali ini aku dan Caca berbeda pendapat. Caca yang terlihat begitu senang menemukan akun sosmed milik Herza si cogan kelas, sedangkan aku justru menanggapinya biasa saja.
"Lo mau tau ga? Gue ngestalk doi sampai bawah loh," Caca terlihat berekspresi total di hadapanku.
"Ya terus? Gue gak tertarik banget," jawabku.
"Dan dia adalah sahabatnya Ozan! HAHAHA," Rupanya perkataan Caca agak menggelitik pemikiranku.
Ozan adalah orang yang aku kagumi sejak dulu, dia piawai bermain piano. Aku beruntung dapat berkenalan dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, aku maupun Ozan memiliki perasaan yang sama.
Caca segera menunjukan kepadaku salah satu postingan Herza bersama Ozan.
"Tapi kenapa Ozan gak pernah cerita ke gue tentang Herza?" Aku benar-benar tidak percaya.
"Ozan? But, lo udah move on kan dari dia?"
"Gak penting," aku mencoba untuk tidak terlihat peduli lagi dengan Ozan.
Dengan "the power of stalk" yang dimiliki Caca, aku dapat mengetahui bahwa Ozan mempunyai sahabat yang kini adalah teman sekelasku di SMA.
Rasanya sudah tidak sabar untuk pergi ke sekolah dan bertemu dengan Herza. Namun sayangnya, aku tidak punya keberanian untuk menanyakan kepastian kepada Herza tentang persahabatannya dengan Ozan.
Hari yang kutunggu pun tiba, kini adalah hari keduaku berangkat ke sekolah.
Masih dengan wajahku yang penuh ceria di sekolah baru. Tak disangka-sangka, kak Alvin menghampiriku.
"Dek," ia memanggilku.
"Iya, kenapa kak?" Aku ingin menampar diri rasanya, karena ini kedua kalinya kak Alvin memanggilku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHS
Fiksi RemajaMelepas putih biru, menyiapkan ruang putih abu-abu. Katanya ini adalah masa yang indah. Apakah virus merah jambu akan datang kepadaku menggebu-gebu? Benarkah masalah yang kuhadapi semakin rumit dan perlu kedewasaan? Aku pandai berimajinasi, ahli men...