Boom

78 13 3
                                    

Meja Cafe nomor 07 yang diduduki oleh Herza, diduduki juga oleh Caca dan aku. Ini semua sesuai dugaanku tanpa meleset sedikitpun.

Caca menarik tanganku yang enggan duduk di samping Herza, tapi sebuah bel yang tidak begitu nyaring suaranya tiba-tiba berbunyi. Ah rupanya itu peringatan dari sang pelayan Cafe karena aku sudah membuat kebisingan.

Dengan berat ku lakukan, akhirnya aku duduk tepat di samping Herza.

Huffftt...

Aku mulai gemetar seperti duduk di samping hantu berkepala tiga dengan taring tajam dan darah yang bercucuran di lubang hidungnya.

Ayolah, Len! Ini hanya pikiran buruk.

Aku mulai menenangkan diri, pura-pura membaca daftar menu untuk menutupi kegugupan.

"Lo udah lama nunggu di sini?" Tanya Caca kepada Herza, sedangkan aku masih sibuk berpura-pura membaca menu sambil membolak-balik halaman yang ada.

"Gue datang on time dan lo yang membuat janji malah telat 12 menit," Herza menunjukkan jam tangannya yang menandakan bahwa saat ini pukul 16:12.

Kita semua tahu bahwa Herza sosok jenius yang sangat mementingkan waktu. Ia tidak suka jika waktunya terbuang sia-sia meski hanya satu atau dua detik saja.

"Kita minta maaf. Oh ya, lo gak mau memesan makanan?" Caca mencoba mengalihkan pembicaraan, karena Caca tau bahwa Herza tidak akan henti-henti nya membahas tentang waktu dan terus menyudutkan.

"Rupanya kau pandai mengalihkan," Herza mengambil daftar menu yang sedang dipegang olehku.

Aku tidak mampu berkata sekalipun. Rasanya ingin menyudahi saja pertemuan ini dan mencari cara lain untuk menemukan semua jawaban dari berbagai pertanyaan menggantung yang membebaniku.

"Gue pesan jus Alpukat, Ca," kataku kepada Caca.

"Hanya itu? Aku jus mangga deh," balas Caca kepadaku.

"Kenapa kalian hanya membeli jus?" Tanya Herza.

"Karena kami hanya butuh jus untuk saat ini," jawabku.

"Okay, gue pesan kentang goreng spesial dua dan jus jeruk satu," kata Herza.

Menunggu 15 menit, kemudian pelayan menyajikan kami terlebih dahulu jus yang kami pesan.

Aku ingin sekali menuangkan semua pertanyaan yang menggantung dalam diriku kepada Herza, namun rasanya aku bingung harus mulai dari mana.

Suasana terasa canggung. Setelah jus disajikan, tidak ada yang berani mengeluarkan sepatah katapun.

Karena aku sudah tidak sabar untuk mendapatkan semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku, aku mulai memberanikan diri.

"Eee..." jari telunjukku sedikit mengangkat menahan gugup.

"Permisi, ini pesanan makanannya," tiba-tiba sang pelayan datang memotong pembicaraanku membawa makanan yang telah dipesan Herza.

Setelah pelayan itu pergi, aku mengambil nafas bersiap untuk menuangkan semua pertanyaan kepada Herza. Dan...

Tring,tring,tring...tring

Ada panggilan masuk ke handphone milik Herza, ia lekas berhenti makan dan mengangkat panggilan tersebut.

Herza : "Maaf, ini dengan siapa?"
(Mendengarkan)
Herza : "Ada apa?"
(Mendengarkan)
Herza : "Oh baik, saya segera menyusul."

Herza mematikan panggilan tersebut dan meletakkan Handphone- nya.

"Maaf, gue ada hal yang lebih penting," kata Herza yang kelihatan sedikit panik.

AH! Baru saja ada keberanian untuk bertanya. Kenapa harus batal karena Herza ingin pergi???

SHSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang