4. Istirahat berantakan

540 26 1
                                    

JUSTICE'S POV

Bisa-bisanya dia mengancam semua teman sekelasku untuk menjauhiku! Memangnya dia pikir dia siapa?! "Sabar Just... Sabar... Tahan emosi, lepasin semua tenaga lo untuk saat yang tepat aja, okay? Sabar.."

Brak...

"Justice!," teriakan Paula membuatku terlonjak. "Gue udah denger, apa yang Justin lakuin sama lo! Tenang Just.. gue sama Paul tetep setia ama lo," katanya sambil menepuk-nepuk punggungku. Beruntungnya aku dapat teman baru sebaik ini....

"Ehem...." pintu kamar mandi kembali terbuka disertai dehaman cewek. Aku menoleh dan melihat cewek berambut pendek coklat memasuki kamar mandi dengan dua temannya atau juga... Anak buah.

Sebenarnya wajahnya pasti cantik. Sayangnya dengan riasan wajah tebal, wajah jutek, dengan alisnya yang diangkat membuat nya jadi terlihat cantik tapi topeng. "Wah... Jadi ini anak baru yang buat Justin marah banget," katanya sambil mengitariku. Kulihat wajah Paula memancarkan wajah jijik kepada cewek ini.

"Shela...." bisik Paula

Tunggu... Shela? Jadi ini yang namanya MaJesA? Marshela-Jesica-Anandya? "cih sial... Udah kena geng yang atu, masa kena yang lain lagi sih?," pikirku sebal. Seakan cewek ini bisa membaca pikiranku,  dia mengelus-ngelus pipiku sambil tersenyum mencurigakan, "Relax... Pertama-tama gue kenalin diri gue dulu. Gue-"

"Gue tau siapa lo, dan dua teman lo. Langsung ke topiknya aja, lo ngapain kesini?," sebenarnya aku rada takut nanyanya dengan cara rada nyolot gitu. Tapi mau gimana lagi? Aku sudah tau siapa mereka. Dia menggeleng kan kepalanya dan melanjutkan omongan nya sambil berdecak, "ckckc... Buru-buru banget. Okay, gini... Gue pacarnya Justin, my sunshine.  ("ngaku-ngaku banget," kudengar Paula berbicara dengan suara rendah yang hanya terdengar olehku.)

Cuma mau ngasih tau lo, supaya lo gausah nyari masalah lagi ama dia. Baik kan gue, ngasih tau lo? Udah sih cuma ngasih tau itu doang... Nah tapi kalo-" aku menyelanya duluan sebelum dia bicara lebih jauh. "Kalo gue macem-macem gimana? Lo mau ikut-ikutan bully gue juga?," tantangku sambil mendengus. Dia tampak tersenyum sinis, "Cih... Iya. Udah ya, waktu gue berharga banget. Jadi gue gabisa ngobrol lebih banyak sama lo. Bye~"

Dia melambaikan tangannya dengan soknya. Diikuti kedua temannya yang juga bergaya sama. "Oh my... Geli juga ngeliat geng yang satu ini," batinku geli. "Cih! Mereka tuh! Sama aja kayak si Justin. Sok berkuasa!," kudengar Paula meraung marah. "Mereka juga ditakutin banget emang? Bisa berantem apa mereka? Tiga cewek itu?" tanyaku kepada Paula yang masih tampak kesal.

"Gak. Tapi mereka betul-betul jago bully orang, ada cewek satu pindah sekolah gara-gara mereka. Lo, jangan sampe jatuh ketangan mereka. Udah cukup sama Justin aja. Itupun lo harus lawan!," dia menasihatiku sambil telunjuknya menunjuk-nunjukku tampak seperti guru.

"Iya... Eh udah mau bel, ayok La," ajakku sesaat setelah menenangkan diri.

*

Serius... Saat tadi aku masuk kelas, semua langsung hening. Seakan aku tidak ada, hantu. Tetapi mereka tetap menyambut Paula. Ini rasanya menyebalkan. Masa sih ini karma? Akibat aku dulu sering menggebuki anak-anak sekolahku dulu.

Kalo iya. Aku betul-betul menyesal telah melakukan itu semua.

Jam istirahatku kulewati dengan pergi kekantin bersama dua temanku yang untungnya setia walau diancam sibodoh Justin.

"Just, gue pesen makanannya ya.. Lo sama Paul duduk dulu aja oke?," suruhnya kepadaku. Aku gabisa duduk diam begitu aja, jadi kuputuskan untuk mengelak. "Gue aja La. Lo aja yang duduk, gue gabisa duduk diem gitu aja... Hehe," ujarku menawarkan diri.

Paula tampak berpikir sebentar, tapi dia pun setuju.

"Oke, kembaliannya nih ya," kata penjual makanan dikantin. Aku pun tersenyum dan mengambil kembalian serta makanan pesanan Paul dan Paula.

Brakkk.....

"Yaampun... Makanan mahal dibuang-buang. Kaya lo? Hahhaha," tunggu... Suara ini... "Lo! Sialan! Brengsek! Lo yang nyandung gue kan?," bentakku sambil mencoba berdiri. Dia tertawa mengejek dan mendekatkan wajahnya padaku sehingga aku bisa merasakan napasnya dari jarak sedekat ini.

"Kalo iya kenapa? Mau apa lo?," bisiknya lantang sehingga aku yakin bahwa semua orang yang nonton disini pasti bisa mendengar. "Padahal gue udah minta maaf..." bisikku halus. Kuyakinkan diriku cara ini akan berhasil membuatnya sedikit kasihan.

Ternyata... Salah. Dia hanya tersenyum mengejek dan meremas lenganku yang terluka akibat jatuh tersandungnya. "Gue JUSTIN! Gue gabakal merasa kasihan sama orang yang udah bikin gue malu. Lo denger itu!," dia meraung lalu pergi dengan dua temannya yang aku bersumpah wajahnya kasihan kepadaku.

"Eh, minggir-minggir!! Ada apaan si- Justttt?? Kok lo? Kok lo? Bubar-bubar!!! Gaada yang ditonton lagi! Bubar!," kulihat Paula mendorong minggir semua anak yang nonton adeganku dengan Justin tadi.

"Yaaaahhhhh," para siswa yang nonton meneriakan 'yah' secara bersamaan.

"Justice, lo gapapa? Jangan bilang Justin yang ngelakuin?," Paul bertanya perhatian kepadaku. Aku mengangguk kesal. "Sorry ya... Makanannya jatoh semua. Gue ganti deh," kataku merasa bersalah. Paula dan Paul menatapku cemas. "Gausah. Gue cemasin lo. Lo gabisa ngelawan apa?," bisa La... Aku bisa banget... Cuma bukan saat yang tepat untuk melakukan hal itu.

"Udah... Lupain aja. Kalian yakin gak makan apa-apa?," tanyaku polos. "Gak... Makan dirumah juga jadi. Baju lo kotor noh," jawab Paul santai.

JUSTICE'S POV END

*

JUSTIN'S POV

Aku tertawa puas melihat cewek sok itu jatoh dengan konyolnya tadi. Betapa menyenangkannya membully cewek yang kakaknya adalah musuh terbesarku.

"Boss, kok lo kejam banget dah? Gak seharusnya lo nyelengkat kaki dia kan? Sorry nih. Bukannya sok nasehatin atau apa. Cuma, mau dibilang apa kita sama anak-anak, kalo kita ngebully cewek?," aku melirik kearah Julian dan dengan cepat kucengkeram kerahnya. Dan ditahan oleh Jeremy.

"Sabar boss... Dia kan cuma bilang gitu, tahan emosi dong!," kata Jeremy sambil menegang tanganku.

"Diem! Gue gabutuh nasehat lo berdua! Gue lakuin apa yang gue mau. Lo cukup diem dan ikutin perintah gue," kataku sambil melepaskan tangan Jeremy dan cengkeramanku terhadap Julian.

"I-iya boss... Ngerti," kata mereka sambil mengangguk.

Tapi setelah kupikir-pikir... Mungkin akan lebih baik kalo aku tidak bersikap kasar kepada cewek itu. Mungkin akan kusiapkan rencana baru lagi.

"Gapapa deh Jul... Gue kira omongan lo ada benernya juga." ujarku sambil tersenyum sinis.

JUSTIN'S POV END

*

Haiiii!! Sorry lama update nyaaaa -__- Mager banget sumpahhhhh!!! Sorry ya kalo chapter ini rada gaje+gaseru :(

Next chapter tergantung vomments+mood heheh :D

Justice and Justin [ PENDING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang