Bel pasti sebentar lagi berbunyi... Dan aku masih penasaran siapa yang mengirimi pesan aneh itu. Dan aku juga tidak menyangkal kalau aku merasa sedikit takut. Tapi apapun itu, siapapun itu, akan kuhadapi.
Kring..... Kring..
Oke... Dan sekarang aku benar-benar takut. Kutunggu sampai semua beranjak pulang dan mulai sepi. Aku merasakan kedua teman kembarku menatapku bingung, barangkali. Tapi aku tak menoleh sampai mereka mengajakku pulang, "Pulang yuk, Just. Mungkin kakak lo udah nunggu," ajak Paul sambil menepuk bahuku. Aku tersenyum kecil, "Ada yang harus gue urus... Lo berdua pulang aja. Nanti gue sms kakak gue kok," jawabku sambil melambaikan tangan menyuruh pulang.
Mereka bertukar pandang kebingungan dan Paula mengangkat bahu singkat, "Yaudah... Hati-hati ya, Just. Ayo, Paul" katanya dan menarik lengan Paul menyuruhnya ikut pulang. Paul memandangku sekilas dan matanya tampak bertanya-tanya. Aku hanya nyengir singkat dan menggerakkan tangan seakan mengusirnya.
Mereka memang tidak tau apa yang akan kulakukan, dan apa yang membuatku begitu gelisah daritadi. Pesan sms itu sudah jelas, 'Jangan bawa siapa-siapa!' kalau aku beritahu mereka... Yah... Sudah jelas dalam benakku apa yang akan dilakukan si pengirim pesan kepada kedua sahabatku itu. Dan aku juga tidak mau membuat bingung Albert, jadi langsung saja cepat-cepat kuambil smartphoneku dan mengirim sms ke Albert.
To: Albert (+6281288512xxx)
Gue ada urusan, tar pulang sendiri. Ada ongkos kok, tenang aja. Lo pulang aja duluan gausah nungguin gue, okay?
From: Justice (+6288867512xxx)
Aku tak perlu menunggu balasannya, langsung saja aku bereskan semua barang-barangku yang masih berserakan di mejaku dan pergi ke lantai 4.
Lantai 4 adalah lantai untuk semua murid kelas 12. Lantai paling akhir, yang diatasnya langsung atap sekolah, tempat biasanya anak membolos, merokok mungkin, dan tempat untuk menyembunyikan meja dan kursiku waktu itu.
Murid-muridnya sudah hampir pulang semua. Sudah hampir sepi. Kutunggu saja sampai semuanya pulang baru aku ke kelas pojok kosong yang dibilang tersebut. Kutunggu di tangga yang menuju atap. Duduk disana dan untungnya aku tidak dianggap disekolah jadi tidak ada yang memperhatikan.
Setelah semua murid yang masih tinggal disana untuk mengobrol beranjak pulang. Aku mulai bangkit dan berjalan tepat kearah kelas kosong itu.
Berharap ini bukan sesuatu semacam jebakan. Aku menggumamkan harapan-harapan dalam diam. Tapi suatu yang tak kuduga terjadi!
"Humph!!!!" seseorang mendekapku, dan aku meronta-ronta bertekad melepaskan tangan orang ini dari mulutku. Napasku juga jadi sesak.
Hal terakhir yang kuingat... Kepalaku pusing, mual, dan sangat... sangat... mengantuk.
*
JUSTIN'S POV
"Bos? Cewek ini mau kita apain?" pertanyaan Julian ini sudah dilontarkan hampir setiap 15 menit sekali. Aku menahan diriku untuk tidak memotong mulutnya.
Kutarik napas dalam-dalam, dan mulai menjawab pertanyaan bodoh itu dengan tenang, "Julian, sahabat gue yang paling.... um... yah... Untuk kesekian kalinya... Gue belom tau mau ngapain nih cewek, okay?"
Dia mengangguk singkat, merasa bersalah dan menunduk. Aku membuang napas. Tapi.... Pertanyaannya memang benar...
Apa yang akan kulakukan pada gadis menjengkelkan didepanku ini? Aku hanya memikirkan untuk mengikatnya disini.
Oh! Atau kutinggal saja ya? Tidak.... Terlalu mainstream. Aku ingin sesuatu yang berbeda. Tapi apa?!?! Dan mungkin sebentar lagi dia bangun. Yah... Sekarang aku benar-benar harus berpikir keras!
KAMU SEDANG MEMBACA
Justice and Justin [ PENDING ]
Teen FictionJustice Valencia Valery, cewek berumur 16 tahun, kelas 2C di sekolah barunya, Goodie Gold HS. Berawal dari kemarahan Justice terhadap kakaknya, Albert membuatnya membuang isi tong sampah lewat jendela. Sialnya, sampah itu kena Justin, penguasa ged...