"Justice! Kamu telat masuk kelas! Kenapa?!" aku menunduk sambil diam-diam memutar bola mataku saat diomeli oleh guruku karena terlambat masuk kelas. "Wajar pak... Saya harus gotong meja sama kursi saya yang tadi ditaro di atep. Kan capek pak, bawanya," jawabku dengan nada memelas, meminta belas kasihan.
Kurasa tidak ada gunanya, soalnya, katanya guru geografisku ini killer. Diam-diam aku mengangkat kepalaku dengan menampilkan wajah sedih. "Alasan!! Sudah, sana belajar diluar aja! Jangan masuk sampai pelajaran ini selesai ya!" bentaknya sambil melambaikan tangan menyuruhku duduk belajar diluar.
Setelah guruku berbalik, aku memutar bola mataku, dan menaruh bangku serta mejaku kesamping pintu sehingga mereka tidak akan melihatku. Sekilas kulihat wajah kedua teman kembarku menatapku kasian.
"Sial! Sekolah ini bener-bener bikin hidup gue sial! Arghhh.... Coba gue gak pindah sekolah!" batinku marah. Akupun berdecak dan beranjak pergi meninggalkan mejaku.
*
JUSTIN'S POV
Kupikir akan menyenangkan bila aku membolos lagi hari ini, maksudku, jam pertama ini. Aku gaterlalu suka dengan pelajaran Matematika. Pelajaran yang membuatku pusing, stres, tak kuat, dll.
Kuputuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah. Tempat yang sangat nyaman, dan pas untuk menyendiri. Karena murid disini sangat jarang kesana. Padahal pemandangannya bagus, dengan danau luas terbentang di depannya.
Bagus deh pokoknya. Belum lagi ada kursi taman yang pas untukku tidur.
"Loh? Itu bukannya cewek sialan itu? Ngapain dia disini? Sial. Kenapa gue harus bertemu sama si Justice lagi?" gumamku kesal. Dia memang disana. Sedang duduk dikursi yang kusebutkan tadi, sambil memandangi danau indah itu.
"Woi!" kataku sambil menepuk bahunya itu. Oh yaampun... Apa yang kulakukan? Buat apa aku menyapanya?
Dia menengok dan membelalak saat melihatku. "Lo? Ngapain disini?" tanyanya kebingungan. Mungkin dikiranya tidak akan ada orang yang akan kesini bahkan mungkin aku. "Gue biasa disini buat bolos! Lo yang ngapain disini? Lo gapantes disini! Balik ke alam lo sana!" bentakku padanya sambil melambaikan tanganku menyuruh pergi. Kulihat wajahnya terkejut tapi cepat-cepat kembali tenang.
"Emang ini tempat punya lo? Punya nenek moyang lo? Yeee, gue berhak kesini juga kali! Kalo lo gamau gue disini, lo aja yang pergi," katanya sambil mendengus, menyilakan tangan dan membuang muka.
Melihatnya membuang muka begitu membuatku kesal! Akupun berdiri kedepannya dan menaruh tanganku di kursinya, maksudnya seperti dia terkurung dengan tanganku.
Dia memutar bola matanya, "Apa lagi, sekarang?" tanyanya kesal. Kutatap matanya yang bulat itu. Kubuat wajahku datar dan sedikit menampakan wajah kesal. "Lo bikin gue kesel, tau gak?" kataku dengan suara super datar. Dia berdecak, "Terus kalo gitu kenapa? Lo mau apain gue?" tanyanya dengan wajah terangkat.
Kumajukan tubuhku membuat wajahku sangat dekat dengannya. Aku bisa merasakan napasnya makin cepat. Kudekatkan bibirku ke telinganya. "Gue cium lo," kataku datar.
Tunggu... Apa yang barusan kukatakan?! Oh... Aku berharap betul-betul bisa membalikkan waktu! Bisa-bisanya aku bicara begitu!
"Justin! Dia musuh lo! Kakaknya musuh lo! Begoooooooo lo, Just, Begooo!! Arghhh!" pikirku frustasi. Aku menarik diri dan langsung membalikkan tubuh, menggigit bibir bawahku dengan putus asa.
Sekarang apa yang akan kulakukan? Aku malu. Sempat kulihat wajahnya yang datar berubah kaget.
"Wakakak! Lucu! Lo bisa ngelawak juga ya? Gue kira lo cuma bisa marah-marah doang. Lucu-lucu. Sukses bikin gue ngakak," katanya sambil tertawa ngakak. Aku lega dia menganggap itu hanya lelucon. Tapi aku masih malu menatapnya.
"Lo gausah buang muka juga kali. Lawakan lo gak buruk kok," tambahnya lagi sambil terkekeh. Kuberanikan diri membalikkan tubuh dan menatapnya, "Lucu ya? Hahaha," tanyaku sambil tertawa garing. "Hm... Jadi kalo gue bikin lo kesel, lo mau ngapain?"
Aku bingung, kenapa dia masih menyinggung topik itu, "Sesuatu yang gak bisa lo bayangin," kataku sambil menatap langit. Dia menatapku bingung. "Terserah, gue pengen tau kenapa lo ada disini..." tanyanya penasaran.
"Kepo lo," kataku sambil duduk di kursi taman. "Iya gue kepo. Dan gue juga kepo kenapa lo jahat banget sampe bikin gue dimusuhin satu sekolahan kecuali duo kembar," tanyanya lagi sekarang sambil menatapku. Aku balas menatapnya.
"Huft. Bawel juga lo. Karena... Nih jawaban pertanyaan pertama: Karena gue mau bolos matpel MTK. Pertanyaan lo yang kedua itu ada beberapa jawaban," jawabku sambil mengangkat bahu. "Oh jadi bolos... Yaudah jawab aja, gue pengen tau," desaknya sambil mendorong bahuku.
Rasanya seperti kita adalah teman baik. Tak ada permusuhan, tak ada kebencian saat seperti ini. Baru pertama kali kurasakan sesuatu seperti ini terhadap seorang musuh.
Aku terkekeh sebentar dan menengok kearahnya, "1. Karena waktu itu lo numpahin isi tong sampah ke kepala gue," belum sempat kulanjutkan dia sudah menyela, "Kan gue udah minta maaf! Lo nya aja yang gamau maafin," selanya dengan wajah memelas. Aku jadi tidak tega... Eh? Apa yang kupikirkan tadi? Lupakan saja.
"Denger dulu! Nyela aja lo! 2. Lo nyolot 3. Lo nyebelin 4. Ngeselin yang kelima ini yang paling-paling, 5. Lo adeknya Albert," jawabku sambil menghitung dengan tanganku. Dia menatapku tak percaya, dan menggeleng, "Lo ada masalah apa sama Al?" tanyanya bingung.
Aku tidak pernah melihat wajah seimut ini. Rasanya ingin ku..... Oh tidak! Lupakan!
"Well.... Ada beberapa masalah. Pertama, karena dia udah ngerebut cewek yang dulu pernah jadi pacar gue. Eh dia ambil. Ckckck, kebayang gak sih?" jawabku sambil berdecak. Berusaha mengapus kembali ingatan pahit itu.
"Cewek siapa?"
"Dulu... Masa gue kelas 10, namanya Lily Vanessa,"
"Oh... Iya gue tau tuh. Gak gue sangka cewek itu mantan lo,"
Kutatap matanya, setelah lama kuperhatikan, Justice betul-betul mirip dengan mantan pacarku. Mirip! Apa mungkin? Itu sebabnya Al menyukai Lily dan merebutnya?
Yang gak bisa kutahan adalah, tanganku menggapai wajahnya dan membelai pipinya. Sumpah! Tidak bisa kutahan! Rasanya tanganku tertarik sendiri kepipinya.
Dia menatapku bingung, dan terkejut. Tapi aku terus membelai pipinya dengan lembut dan mendekatkan wajahku dengannya. "Eh? Justin? Mau ngapain?" tanyanya bingung.
Kudekatkan lagi wajahku sambil memiringkannya. Sekarang kedua tanganku yang memegang wajahnya. Kututup mataku. Dan kudengar dia berbisik, "Justin? M-mau ngapain??" Dan....
Dukkk....
Aku membuka mataku dan meringis kesakitan. Sambil memegang hidungku yang nyut-nyutan sakit.
"Lo ngapain sih?!" bentakku sambil terus-terusan meringis. "Lo yang ngapain! Gila! Bego dasar! Mulai sekarang gue gak akan nahan lagi! Kalo lo mau apain gue, ya gue lawan! Brengsek!" katanya menendang perutku lalu pergi sambil mengomel.
Kurasakan kesakitan di tubuhku. Tak kusangka dia sehebat itu. Maksudku, dia bisa berantem? Oh yaampun.... Memang aku salah apa?! Aku bahkan belum menciumnya! Lagipula tadi tidak bisa kutahan!
"Bener-bener! Dia bakal ngerasain apa yang gue rasain akibat perbuatannya! Gak peduli tadi gue mau nyium dia kek apa kek! Awas aja nanti!" pikirku kesal sambil mengelap darah yang mengalir dari hidungku.
JUSTIN'S POV END
*
Ahhhhh cuma nyelesein ini semalem doang lohh wakakakakk xD
Vomments okay???? Sumpah pas ngebayangin Justin belai pipinya itu nyosh bingitsss xD wkwkwk
Vote di part ini harus 10++!!!! Gogogo!
Comments jangan lupa :p suka banget kalo ada yang comments gitu~
RfR? VfV? F4F? wekekek....
Sorry bingits, kalo part yang ini pendek, gak ada alur, de el el :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Justice and Justin [ PENDING ]
Teen FictionJustice Valencia Valery, cewek berumur 16 tahun, kelas 2C di sekolah barunya, Goodie Gold HS. Berawal dari kemarahan Justice terhadap kakaknya, Albert membuatnya membuang isi tong sampah lewat jendela. Sialnya, sampah itu kena Justin, penguasa ged...