Revan memperhatikan Farrel yang sedang tertawa di sudut kelas, sibuk dengan handphone-nya.
"Van, masuk masuk, keluar keluar." Ketus Leta.
Revan memutar mata. "Iye iye." Ia masuk ke kelas Farrel, berjalan mendekati meja Farrel di sudut belakang.
"Rel."
Senyum Farrel merekah melihat Revan. "Hai."
Revan ikut tersenyum dan duduk di sebelahnya. "Nanti pulang kosong nggak?"
"Kosong sih, kenapa?"
"Ke mana dulu gitu yok?"
"Lah emang kamu nggak ada futsal?"
Revan menggeleng. "Ya ya ya? Buat gantiin jalan yang kemaren nggak jadi ituuuu."
Farrel memutar matanya. "Ya udah."
*******
Farrel duduk di depan Revan, melipat tangannya di atas meja dan mengerjap. "Aku ngantuk."Revan terkekeh dan menjitak dahi Farrel pelan. "Jam 3, Rel."
"Ya bisa ae ngantuk pas jam 3 juga."
"Ya nggak wajarlah."
"Maap, bukan anak malem."
"Ini sore mbak." Dengus Revan gemas sementara Farrel tertawa. "Eh tadi ya, si Keroro nyebelin bat anjir."
"Siapa Keroro HAHAHHAA."
"Yah elah, itu, si Pak... Kampret, gua lupa nama aslinya." Sekarang giliran Revan yang tergelak. "Yah si Keroro lah intinya, guru geografi. Tadi tuh dia masuk kelas kan, padahal kagak ada pelajaran die. Terus marah-marah anjir gara-gara dia lupa dia harusnya masuk kelas mana. Katanya kalian sebagai murid harusnya lebih tau. LAH SIAPA DIA SIAPA GUA ANYING."
Farrel tertawa lama mendengar nada suara Revan yang meninggi. "Untung kagak diajarin." Revan memutar mata, merespon pernyataan gadisnya.
Mereka jatuh di keheningan setelah itu, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Rel / Van."
Farrel dan Revan sama-sama mengerjap. "Duluan aja." Kata Farrel cepat.
"Nggak, kamu aja."
"Yah elah, Van. Udah duluan sana."
Revan menghela napas. ".....kalo misalnya aku minta break sebentar, gimana?"
Farrel mematung.
Bukan karena kaget. Kaget, memang. Tapi lebih karena apa yang dikatakan Revan sama dengan apa yang ingin ia katakan.
"Kita butuh jarak...?" Tanya Farrel pelan, berharap Revan mengiyakan.
Namun di sisi lain, harapannya ada di kata 'tidak'.
"Mungkin. Tapi nggak tau, ada yang aneh aja belakangan ini."
Farrel menggigit bibirnya. "Oke, kita break."
Ada suatu perasaan aneh di keduanya.
That day, when we decided we're not just mean to be.