[16] Aku Ingin Dirimu

5.8K 703 36
                                    

Parno. Satu kata yang selama seharian ini berputar di kepala Shella.

Selain parno, rasa ingin segera pulang ke rumah sudah menghantuinya sejak Shela menginjakan kaki di sekolah pagi ini. Tepat ketika teman-temannya menanyakan tentang hubungannya dengan Arkha. Selebihnya, Shella akan diam, menenggelamkan wajah di lipatan tangan, dan tidak melakukan apapun. Membuka handphone pun tidak. Shella masih gemetaran kalau harus memegang benda tersebut. Apalagi pasca menerima telepon dari Arkha, tingkat keparnoannya makin menjadi. Shella pusing. Kapan semua ini berakhir?

Jam pelajaran baru saja usai. Ratna yang duduk di sampingnya, masih sibuk berkutat dengan pulpen dan buku. Menyatat materi fisika di papan tulis dengan wajah yang sesekali terangkat dan tertunduk seiring matanya yang menatap bergantian papan tulis dan buku di atas meja. Sementara Shella sendiri, sudah merapikan semua barang-barangnya ke dalam tas. Hanya tinggal menunggu Ratna selesai mencatat karena sesungguhnya, Shella tidak berani berjalan keluar kelas tanpa ditemani Ratna.

“Lo duluan aja kek.” Suara Ratna terdengar setelah sekian lama bungkam. Shella yang di sebelahnya turut menoleh. “Kali aja Arkha udah nungguin lo di depan.”

Langsung saja Shella menolak dengan tegas. “Nggak! Harus bareng kamu pokoknya!”

Ratna berdecak. “Manja!”

“Biarin!” Shella balas memeletkan lidah.

“Haduh! Pake typo segala lagi!” Dumel Ratna. Melihat kesalahan pada tulisannya, cewek itu menggeram. Tidak ada waktu untuk menghapusnya. Jadi langsung saja Ratna coret bagian kalimat yang salah dan menggantinya.

“Tuh! Bangku pojok!”

Suara berisik dari ambang pintu menarik atensi Shella yang sejak tadi melamun memandangi seisi kelas yang sudah kosong. Tiga cewek yang terlihat asing di matanya, masuk ke kelasnya dengan wajah tidak bersahabat. Mendadak, Shella menahan napas. Karena langkah ketiga cewek itu sedang mengarah padanya. Lalu berhenti, tepat di depan bangkunya.

“Lo Shella?”

Saat itu juga Shella bingung harus jawab jujur atau tidak.

“I-iya kak.” Rasa gugup pun melandanya. Sekilas melirik Ratna di sebelahnya yang kini justru berhenti menulis untuk menatap tajam cewek asing di depan bangku mereka ini.

“Ada hubungan apa lo sama Arkha?” Tanyanya lagi. Pertanyaan yang sama. Hanya dengan nada bicara yang berbeda. Terdengar lebih sinis.

“Nggak ada hubungan apa-apa, kak. Cuma temen.” Shella semakin merapatkan punggungnya pada sandaran kursi. Takut. Shella takut.

“Cuma temen terus ngapain jalan berdua?” Balasnya sengit. “Murid baru banyak gaya lo!”

“Eh, sorry ya kakak cantik rambut panjang yang tiap hari pasti perawatan!” Seolah tak bisa tinggal diam, Ratna pun menyahut. Berdiri dari kursinya lalu melemparkan pandangan tidak suka. “Kakak cantik cemburu ya temen saya deket sama Arkha? Tapi mainnya kok labrak-labrakan gini sih? Pake bawa temen-temennya segala lagi.” Seraya menggerakan dagunya ke arah dua manusia di belakang cewek julid ini. “Nggak cantik banget sih mainnya. Punya nyali nggak, kak?”

Tanpa lupa, mengurai senyuman sinis yang saat itu juga mampu menyolot emosi sang lawan bicara.

“Lo adek kelas!” Tudingnya tajam. Berikut rahang yang mengeras menahan amarah. “Nggak usah sok ngejago ya! Tau apa lo tentang keberanian?!”

“Ups, maaf, kak. Punya kaca nggak? Yang ngejago duluan disini siapa? Maling kok teriak maling.” Di akhiri kekehan sinis yang membuat siapapun pasti ingin menimpuk kepala Ratna saat ini juga.

Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang