bukan rumah, tapi tempat berpulang

2.4K 414 47
                                    


Seoul, 01 September 2015

Sudah delapan bulan berlalu setelah ia mengenal Bae Joohyun. Taehyung kembali melihat kalender di layar ponselnya, menghitung bulan untuk yang kesekian kalinya hari ini. Juni, Juli, Agustus, dan hari ini September. Artinya, sudah empat bulan berlalu setelah ia mengencani sang kekasih. Bahkan setelah empat bulan hari harinya bersama Joohyun, ia masih dikejutkan dengan sifat sifat Joohyun yang belum – baru dilihatnya, masih belum percaya kalau wanita yang bertolak belakang dengannya ini kekasihnya, dan masih berpikir apa alasannya jatuh cinta setengah mati pada wanita ini.

Bayangan tentang Bae Joohyun menghilang sementara dari pikirannya, digantikan dengan perasaan lega ketika ia sampai ke apartemen sederhana yang sudah ia tempati selama satu tahun ini. Dua kamar, satu kamar mandi, satu dapur dan satu ruang serbaguna yang dipakainya untuk ruang kerja. Suara 'biip' terdengar segera setelah ia menekan password apartemennya, masuk dan langsung disuguhi dengan pemandangan luar biasa musim gugur di malam hari dari jendela superbesarnya. Daun daun sudah mulai memerah, menunggu waktu yang tepat untuk jatuh dari dahannya dan tertiup angin. Taehyung suka musim gugur.

Kosong.

Tangannya meraba raba tembok, mencari saklar lampu utama ruang tengah apartemennya. Puas ketika cahaya menerangi pandangannya yang mulai memburam, dan kini ia bisa melihat seisi apartemennya yang luas. Dua kamar, satu kamar mandi, satu dapur, dan satu ruang serbaguna yang dipakainya untuk ruang kerja. Pintu kamarnya terbuka, sementara yang kosong terkunci rapat. Ruang kerjanya adalah ruang yang paling dihindarinya sekarang ini, tak kuat lagi menyusun dan berpikir bagaimana gambaran gambaran eksterior yang diinginkan kliennya. 'Dapur', pikir Taehyung.

Dapurnya berukuran dua kali dua meter, kecil, tapi cukup besar untuknya yang hanya tinggal seorang diri. Lantai marmer, tembok kokoh dengan potongan ubin kecil berwarna abu abu tertempel rapi, kompor elektrik berukuran besar, kulkas dua pintu, microwave dan coffeemaker. Lantas, ia membuka kulkas, mencari cari sebotol air dingin yang ia ingat ia dinginkan kemarin malam. 'Nah, ini dia.' Dibukanya botol itu dengan gesit, dan meneguk airnya sampai isi botolnya hanya udara. Dengkuran lembut yang terdengar dari bawah hampir membuatnya melompat terkejut, Taehyung terkesiap. Sepasang mata bulat, dua telinga yang mencuat dan bulu lebat berwarna cokelat.

"Yaelah, gue kira apaan." Taehyung membuang botol kosongnya kedalam tempat sampah, mengangkat kucing betinanya. Pemberian Jeongguk dan Yerim, kucing persia mereka yang mereka temukan di sekitar kampus, dirawat diam diam di dalam apartemen no-pets mereka selama beberapa hari sebelum ketahuan sang pemilik apartemen. Cookie, namanya. Taehyung tersenyum, mengingat Yerim yang bercerita bahwa Jeongguk bersikeras memberinya nama itu. Kucing ini juga yang harusnya bertanggungjawab atas Bae Joohyun dan seribu satu alasan mengapa ia jatuh cinta.

"Udah makan? Anak anak lu udah makan belom?" Suara meong Cookie dianggapnya sebagai 'belum', dan segeralah ia pergi ke ruang utama. Menuangkan sedikit makanan kucing ke mangkuk hitam milik Cookie yang langsung diserbu empat kucing sekaligus. Tawa Taehyung menggema di dalam ruangan yang nyaris kosong itu, dielusnya kepala salah satu kucing cokelat itu dengan jari tangannya, menyadari betapa kecilnya anak anak kucing ini.

Cookie, Mim, Moon, Choco, dan Pie. Empat nama terakhir, tentu saja courtesy of Bae Joohyun. Awalnya ia ingin memberi nama kucing kucing itu. Tapi Joohyun menolak langsung ketika ia berniat memberi nama salah satu kucingnya dengan nama Jimin, kemudian tanpa bertanya, Joohyun memberi mereka nama yang ia inginkan secara sepihak. Taehyung ingat ia mengeluh beberapa jam karena 'kan-kucingnya-punya-gue-juga!' dan 'yang-ini-kan-kecil-lucu-kayak-Jimin!' tapi Joohyun tidak pernah menggubrisnya.

Suara perut membuatnya kembali mengeluh malas, ia sudah benar benar lelah. Kesana kemari di lapangan konstruksi, mengarahkan ini itu, menjelaskan ini itu, dan angin musim gugur tidak membantu sama sekali. Taehyung ingin sekali langsung melemparkan dirinya ke kasur yang empuk dan nyaman, dibawah gulungan selimut yang hangat. Tapi perutnya tidak mau kompromi dan rasanya perih sekali menahan lapar. Lantas ia kembali berjalan ke dapur kecilnya, berharap ada sepotong kue di dalam kulkasnya, atau setidaknya makanan sisa kemarin yang tinggal ia panaskan di microwave. Semuanya berujung kekecewaan ketika yang ditemukannya hanya sebuah telur ayam, mentega yang sudah separuh habis, dan susu yang masa konsumsinya sudah habis sejak tiga hari yang lalu. Rasanya ia ingin menangis, tapi terima kasih tuhan, ia ingat mie instan yang ia beli seminggu yang lalu.

The Daily LifeWhere stories live. Discover now