Seoul, 5 Desember 2014
"Eh bantet, lu dimana sih? Lama banget, jamuran nih gue nungguin lu doang!"
"Tat, tet, tat, tet sengaja gue lama-lamain tau rasa lu bang!"
"Ck, yaudah buruan dikit. Kebiasaan ya jalan ama lu nungguinnya dari jomblo, pas lu dateng gue udah jadi duda saking lamanya!"
"Iya elah, sabar dikit napa bang Tae. Ini gue nungguin si Jeongguk kelar evaluasi UKM Renang dulu."
"Kelar jam berapa coba, Rim? Lambat bener ampun dah."
"Nih udah kelar kok bang, dia lagi mandi. Tungguin aja deh ntar lagi cabut."
"Cepetan. Setengah jam lagi gak keliatan, gue tinggal lu."
"Jangan ngomel mulu Bang. Pacar belom ada ntar keburu keriput muka lu."
Aku melenguh pasrah untuk yang kesekian kalinya hari ini. Yang benar saja, adikku menunggu Jeon Jeongguk menyelesaikan urusan Unit Kegiatan Mahasiswanya. UKM renang yang paling tidak akan menghabiskan waktu dua jam. Tanpa mengucapkan apapun, segera kuusap tombol merah diponselku, mematikan jaringan telepon yang terhubung dengan adikku Kim Yerim dengan sedikit perasaan jengkel.
Hari ini kami bertiga berjanji untuk mengunjungi Ibu di Daegu, aku dan Yerim berniat menetap disana selama sebulan hingga hari Natal dan Tahun Baru terlewati. Sementara itu, Jeongguk akan tinggal disana untuk berlibur seminggu sebelum berangkat ke Busan langsung dari Daegu. Dua bocah itu bilang mereka akan tiba di apartemenku jam sebelas siang ini, memintaku menunggu di lobi sebelum mereka tiba di jam yang mereka tentukan sendiri.
Kemudian disinilah aku, dengan koperku dan buku komik seri yang sengaja kubawa untuk menghabiskan waktu selama di perjalanan ke Daegu nanti. Mereka berdua datang terlambat dan tak ada pemberitahuan untukku sebelumnya, alhasil aku menunggu satu jam dua puluh delapan menit di lobi hotel yang sepi dan membosankan. Aku bisa saja kembali ke kamarku lebih dulu, jika mereka memberitahu lebih awal kalau Jeon Jeongguk ada evaluasi renang dadakan sebelum libur musim dingin. Hebatnya, kedua makhluk titisan dewa ini bahkan tidak berusaha melakukannya sampai aku menelepon Yerim.
Lagi lagi bokongku bertemu dengan empuknya sofa dekil di lobi apartemenku, warnanya merah dan sudah memudar. Aku tak berani mencoba mencium bau kainnya, yang aku yakini pasti lebih apek dari sarung bantalku yang belum kucuci selama tiga bulan. Walau begitu, itulah satu satunya tempat untuk menunggu Yerim dan Jeongguk yang sebentar lagi harusnya tiba, café di apartemen ini jelas bukan tempat tujuan ketika harga kopinya seharga dengan kopi impor.
Melirik setumpuk komik di tasku yang terbuka, kuputuskan untuk memilih salah satunya dan berniat membacanya sampai keduanya datang. Aku suka membaca komik, rasanya seperti ketika para wanita menonton drama atau membaca novel. Rasanya seperti kau kabur sebentar dari realita, melihat pola pikir orang lain, melihat jalan hidup yang diambilnya dan merasa tertarik hingga kau terus penasaran menunggu yang selanjutnya, selanjutnya, dan selanjutnya. Itulah yang aku lakukan sekarang, berpetualang di hidup orang lain.
Hingga sekelebat wajah menarikku kembali ke realita.
Seorang gadis nampak kesulitan, terlihat kewalahan membawa sebuah kardus besar yang kuyakini isinya berat. Wajahnya menghadap arah yang berlawanan dari wajahku walau aku melihat sekelebat wajahnya tadi. Sweater merah mudanya kusut dan tatanan kuncir kuda di kepalanya berantakan, rambutnya mencuat kemana mana. Baru saja kuturunkan buku komikku untuk membantunya, salah satu petugas keamanan bergegas dan mendahuluiku mengangkat kardus berat untuk gadis itu.
Akhirnya aku melihat wajahnya, ia nampak seperti gadis korea pada umumnya, cantik. Aku tak mengalihkan pandangan mataku selama sepersekian detik, tak dapat teralih dari sepasang bulu matanya yang lentik. Gadis itu tersenyum senang, memperlihatkan rentetan giginya yang rapi seraya berterimakasih pada Paman Ahn –petugas keamanan apartemenku. Selepas itu, ia membiarkan Paman Ahn keatas membawa barang barangnya dan keluar dari bangunan besar ini. Tanpa kusadari mataku mengikutinya walau ia sudah ada diluar gedung, jendela besar disamping sofa berperan besar untuk membantuku melihat keluar.
YOU ARE READING
The Daily Life
Fanfiction" Aku mau ah punya badan kayak Jeongguk." Joohyun baru saja berniat membantu Taehyung, membayangkan kekasihnya dengan biceps kencang dan perut keras dengan otot kotak kotak sempurna seperti milik Jeongguk. Membayangkan kekasihnya yang sudah luar b...