[special chapter 1] hari dimana aku bertemu denganmu

2.4K 311 85
                                    


Seoul, 11 Februari 2015

                Aku ditemani sebuah guling empuk ketika aku menutup mataku semalam,  benda mati itu, anehnya, masih dalam dekapanku ketika aku membuka mata segera setelah sinar matahari menembus tirai kamar. Terbangun sepenuhnya, aku menyadari kalau masih bisa merasakan pahitnya soju dan gurihnya ayam yang kumakan semalam di lidahku. Aku rasa minum sedikit alkohol tidak akan melukaiku, atau itulah yang dikatakan Park Sooyoung untuk membujukku ikut minum sepulang kerja malam tadi. Kemungkinan besar, aku tertidur segera setelah tubuhku terkapar di kasur, mabuk dan lelah.

Hari apa ini? Rabu? Kamis? 

Aku tidak ingat hari ini hari apa, yang kuingat hari ini masih hari kerja dan aku harus kembali bersiap sebelum Dr.Yook menelepon dan mulai berteriak tentang anestesi dan infus pasien UGD semalam. Semakin lama pekerjaanku di Rumah Sakit semakin padat dan jadwal kerjaku tak beraturan, sebenarnya aku ingin mengeluh terang terangan. Yah, tapi apa gunanya? Kulirik jam weker disamping ranjangku, jam enam lewat dua puluh menit. Masih ada waktu untuk sarapan, nampaknya aku masih punya roti dan sereal. Oh, apa lebih baik aku makan roti dengan telur mata sapi? Rasanya lebih enak.

Aku mencoba duduk dari posisi tidurku di kasur. Rasa sakit di kepalaku langsung semakin terasa menyengat, belum lagi isi perutku yang belum dicerna rasanya melesak ingin dimuntahkan. Hangover memang mengerikan, inilah alasan mengapa aku tidak suka minum. Aku tidak bisa bekerja dengan keadaan seperti ini, setidaknya aku harus minum aspirin untuk meredakan sakit kepalanya. Atau Ibuprofen? Dimana kuletakan obat obat darurat itu. Barang barangku belum semua tertata rapi semenjak aku pindah ke apartemen ini Desember 2014 lalu.

Kuingat ingat dimana kutaruh ponselku, yang dimana segera aku sadari kalau benda itu masih ada di tasku. Lantas, dengan susah payah aku berusaha turun dari kasur, mengabaikan rasa sakit yang ternyata terasa di sekujur tubuhku. Bukannya mencari tasku, aku dengan reflek berlari ke kamar mandi. Memuntahkan isi perutku karena mual yang sudah tak tertahan. Sial, kalau sudah begini aku lebih baik meminta izin untuk beristirahat. Bukan izin sih, mereka akan memotong jatah libur cutiku seperti yang lainnya. Berkumur kumur dan menyikat gigi, rasanya kesadaranku membaik walaupun pantulanku di cermin memperlihatkan seorang gadis dengan rambut berantakan dan lipstik yang  belepotan disekitar bibirnya.

Aku melenguh lelah, kali ini kembali ke kamarku dan mengambil tasku, merogoh isinya dan mengeluarkan barang barangku yang lain. Yang mana bukan ponselku, parfum, dompet, makeup pouch – Ah, ini dia! Mesin persegi panjang dengan warna merah muda itu ketemu juga, terselip diantara tisu dan buku Norwegian Wood Murakami yang baru kubaca seperempatnya. Kubuka kuncinya segera setelah aku menyentuhnya, menampilkan foto kucingku Brownie yang sedang tidur dengan nyaman di kasur apartemen lamaku.

📴 18 Missed Calls

LINE – You got new messages!

Park Sooyoung - J O Y

kalo udah bangun telepon ya cyin

Song Mino

kak angkat telepon dong ini mau tanya data pasien kemaren

Park Bogum

Joohyun-ie please angkat teleponnya

Delapan belas telepon tidak terjawab. Bagus.

Ketika listnya kubuka, ternyata ada delapan telepon dari Ibuku, lima dari Ayahku – yang mungkin dipaksa Ibuku untuk mencoba menelepon. Sisanya dari Sooyoung, Mino, dan Bogum yang juga meninggalkan pesan. Pesan pertama yang kubuka adalah dari juniorku, Mino. Dia menanyakan berkas pasien yang kukerjakan kemarin. Huh? Memangnya untuk apa? Kubalas saja seadanya, mengatakan kalau kumpulan berkas itu sudah kuberikan pada Dr. Ahn segera setelah aku menyelesaikannya.

The Daily LifeWhere stories live. Discover now