"Wahai engkau yang maha jelita, yang menggenggam jiwa dan cintaku untuk bertekuk lutut di hadapanmu, maukah kau menjadi pasangan hidupku sampai maut memisahkan?"
Tawa Mara terbahak-bahak. Aku melempar kaleng bir yang sudah kosong ke arah Dipa. Ia mengelak dan menjatuhkan badan di samping Mara. Mereka tak berhenti mengolok-olokku begitu mendengar rencanaku di pesta ulang tahun pernikahan Papa dan Maman besok malam.
"Bangsat lu, Dip."
"Gua kan cuma mau kasih contoh. Siapa tahu lu nggak ngerti cara ngelamar cewek."
"Coba lu praktekin langsung ke Mara. Nggak usah bacot doang. Bisa, nggak?" Tak ada jawaban apa pun selain keheningan yang merayap. "Kicep, kan. Masih mending gua langsung ngajakin nikah. Daripada kalian. Status aja nggak jelas." Pahaku dicubit kuat oleh Mara. Aku mendesis kesakitan. "Sakit, Sayang."
Dipa berdeham mencoba mengalihkan pokok pembicaraan. Ia berdiri, memandang Mara. "Aku ke balkon dulu. Mau telepon." Lantas melenggang pergi meninggalkanku berdua dengan Mara yang langsung saja menghujamkan tatapan tajam.
Kulingkarkan tangan di pundak Mara. Ia memeluk dan menyandarkan kepala di dadaku.
"Jahat banget, sih. Nasibku gimana?" Wajahnya menengadah.
"You have your own life."
"Aku nggak punya kehidupan." Terdengar desahan frustrasi darinya.
Aku mengelus kepalanya, tersenyum singkat. "Kamu bakal punya kehidupan kalau sama dia."
Tiba-tiba ia bergeming. Kutunggu balasannya selama beberapa detik. Ia menghela napas berat. "I'm not quite sure. Jadi, kamu mau pergi gitu aja dan nggak mau lanjutin tugas kita?"
"Aku nggak mau ngorbanin banyak hal lagi, Mara. Aku cuma mau hidup tenang. Aku yakin kamu juga berpendapat sama. Ada bagian dari dalam dirimu yang menginginkan kehidupan seperti orang lain."
Ia menggigit buku-buku jarinya, lalu tersenyum. "Ah, jangan bahas aku. Aku pengen bahas kamu aja." Ia mengeratkan pelukannya. "Let me hug you for long. Kita udah bersahabat sangat lama dan melalui banyak hal. Aku dukung keputusan kamu, apa pun itu, selama bikin kamu seneng." Ia melompat berdiri tiba-tiba, lantas menarik tanganku untuk mengikutinya.
"Mau ngapain?"
"Friendship dance for last."
Musik dihidupkan olehnya. Ia memilih lagu Scarlett Johanson yang berjudul Trust in Me. Aku menuruti permintaannya. Ia menari lincah mengikuti irama musik. Rambut pendeknya terkibas waktu tubuhnya berputar di bawah genggaman tanganku. Menit selanjutnya, kami memelankan gerakan dansa.
"Kalau kamu hidup di sebuah cerita fiksi, kamu memilih akhir cerita bagaimana? Bahagia tapi penuh rintangan dan kehilangan orang yang kamu sayang. Atau tragis karena nggak punya orang-orang yang mencintai dan kamu cintai?"
"Kehilangan orang yang disayang nggak bisa bikin ceritamu berakhir bahagia, Mara." Aku menggeleng-geleng.
"Pilihannya cuma itu."
"Opsi pertama. Kamu?"
"Aku pilih opsi terakhir."
"Kenapa?"
"Karena dengan begitu, kita nggak akan pernah merasakan rasa sakit kehilangan. Tragis yang manis."
Ucapannya berputar dalam pikiran. Tak ada tambahan lagi darinya. Ia memelukku tanpa menghentikan gerakan kaki. Pandanganku beralih menuju Dipa yang sudah berdiri di samping salah satu lukisan ekspresionis buatan Mara. Kami bertukar pandang tanpa kata.
![](https://img.wattpad.com/cover/20139588-288-k370883.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KLANDESTIN (Trilogi) (SLOW UPDATE)
AkčníRoman yang ditulis dengan latar dunia hitam pebisnis dan politik yang dilakukan secara diam-diam dan rahasia. Terdiri dari: FOLDER 1 (DANDELION, MATA MALAIKAT, DAN RAHASIA) = SUDAH TERBIT CUK, CEPET DICARI, UDAH LAMA TERBITNYA LOOOH FOLDER 2 (KERUB...