File 19 (a) - Les Misérables

11K 1.5K 326
                                    

Suara ingar bingar musik menyusup di kuping. Aku menghela napas panjang, mengedarkan pandangan ke seantero tempat dengan bibir mencebik. Kuangsurkan gelas ke bartender untuk menambahkan minuman. Bartender bermata biru itu tersenyum memesona.

"T'es bourré, Mademoiselle (kamu sudah mabuk, Nona)."

"Je ne gai pas (bodo amat)." Aku mendesis dan mengayunkan tangan. Bartender itu mendesah dan mengabulkan permintaanku.

Meskipun kepala sudah pening karena menghabiskan sepuluh tegukan absinthe yang panas, aku masih sadar. Kupandang jam bandulku. Lesu. Jemariku menari di permukaan penutupnya yang dililit ukiran. Aku membukanya, lantas menarik tuas untuk mematikan waktu. Kuembuskan napas, membuat sebagian rambutku yang menutup sebagian wajah tertiup.

"Avez-vous été seul (apa kamu sendirian)?" Seorang pria tiba-tiba duduk di sebelahku dengan nada suara dalam. Aku mengangkat kepala, mengayunkannya ke samping untuk bertatap muka dengan pria hidung belang yang memiliki wajah mesun itu.

"Back off."

"Come on... Let's drunk together, Darling." Tangan pria itu meraba punggungku.

Aku menepisnya. Namun, ia malah semakin mendekat ke leherku.

Merde.

Aku menepis tangannya, lantas beranjak berdiri. Dalam sekejap mata, kutarik rambutnya dan membenturkan kepalanya ke meja bartender. Sontak, beberapa orang sekitar memberikan perhatian.

"Ugh!" Aku mengerang kesal seraya menyelipkan rambut ke belakang telinga.

"What the fuck?!" seru pria tersebut, tak terima. Ia memegang dahinya yang memar dan berdarah.

Aku memutar bola mata tatkala mendengar sumpah serapahnya yang mengata-ngataiku pelacur sialan rendahan.

"Yo, man." Aku menyipitkan mata seraya menyampirkan jaket ke atas bahu. "Do you know jancuk? Yeah, it's you, motherfucker." Sebelum memutar badan, aku memberinya jari tengah. Pria itu menceracau pada dua pria berbadan kekar yang menghampirinya.

Kulenggang kaki, agak sempoyongan. Aku mengibas tangan ke udara. Dari arah belakang, seseorang berusaha meraih rambutku. Untunglah, aku menghindar cepat, lalu menelikung tangannya ke belakang punggung dan menendang selangkangannya. Pria itu mengaduh kesakitan. Kusibak rambut kesal.

"Leave me alone, son of bitch. The queen needs to go."

Yang satunya menghampiriku dengan sebilah pisau. Ah, gangster sialan. Tidak di Paris, tidak di Surabaya, tidak di Jakarta, Bali, Tokyo, uh... pokoknya semuanya, selalu saja mencari gara-gara.

Pria itu melayangkan pisau untuk menghunus. Aku menghindar ke belakang dan nyaris tersandung saking pusingnya. Kukucek mata, bersamaan melesatnya pisau itu ke arahku. Aku masih bisa menghindarinya dan hanya merelakan beberapa helai rambut berhasil ia potong. Tangannya menggenggam rambutku. Kalau saja ini film Charlie's Angels dengan aku sebagai Dylan a.k.a Drew Barrymore, ia bisa menjadi Si Orang Aneh yang senang menghirup aroma rambutku.

Sayang, ini bukan film seprti itu. Drama kehidupanku lebih tak beradab. Aku mengutuk siapa pun yang menuliskan naskah kehidupanku.

Aku cegukan. Pria itu menerjang ke depan. Aku meraih sebotol anggur di meja terdekat dan melayangkannya ke kepalanya. Ia mengerang, menjatuhkan pisau.

"You really ge on my nerves, dude." Kutendang ia dengan hak sepatu botku.

Tak ada lagi yang berani mendekat. Ah, cupu. Jariku menyingkirkan anak rambut di dahi. Desahan berat dan frustrasi keluar dari mulut. Keadaan lebih sepi dari sebelumnya. Masa bodoh, aku melenggang keluar klub malam.

KLANDESTIN (Trilogi) (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang