Chapter 8 : Tembakan pertama

10.1K 614 108
                                    

.
.

Vatikan, 1999

Seorang wanita dengan surai kemerahan berlari panik ke arah jalanan bergang Kota Vatikan. Wanita itu menggendong seorang bayi dan menggandeng seorang anak perempuan yang berjalan terseok mengikuti langkahnya yang cepat.

"Mom, kita mau ke mana?"tanya anak perempuan itu."Aku lelah."

Wanita itu menoleh sesaat pada anaknya, ia sudah akan bicara saat kemudian ia mendengar suara benda jatuh yang amat keras dan suara tembakan.
Dengan kepanikan yang makin parah, ia meraih anak perempuan itu dan menggendongnya di lengan yang lain.
Wanita itu memacu langkahnya lebih cepat, airmata mengalir deras di wajanya.

"Mama menangis,"bisik anak itu. Wajahnya polos dan tubuhnya terus berguncang dalam gendongan.

Wanita itu hanya tersenyum lemah, ia berbelok sekali di tikungan penuh kardus dan rak kayu bekas telur sebelum kemudian ia mengetuk pintu kayu sebuah bangunan yang terletak di ujung jalan.

Pintu itu terbuka sesaat kemudian, dua orang biarawati dengan baju susternya muncul. Yang satu tampak berusia tiga puluhan dan yang satu lagi masih muda. Biarawati yang lebih tua tersenyum lebar melihat wanita itu, namun wajahnya langsung berubah saat melihat air mata di pipi wanita itu.

"Nyonya? Ada apa?"

Wanita itu menggeleng,"Tolong jaga Redd dan Leen. Aku mohon. Aku tidak punya waktu, sembunyikan mereka dan jangan biarkan orang tahu bahwa mereka masih hidup. Tolong,"-wanita itu terisak-"Hanya bawa mereka pulang ke Chevailer jika saatnya sudah membaik."

"Apa? Kenapa? Apa ya-"

Pertanyaan biarawati itu terpotong saat suara tembakan terdengar makin keras.

"Bawa, bawa saja dia. Lindungi dia, aku ak-"

Wanita itu tersentak, wajahnya tampak terkejut dan tidak butuh waktu lama baginya untuk limbung ke tanah. Dengan lubang peluru di kepalanya.

Kedua biarawati di pintu terpekik mundur, sementara segerombolan pria di ujung jalan menatap mereka dan mulai menembakkan peluru dengan brutal. Biarawati yang tua menutup pintu dengan cepat dan menyerahkan Leen serta Redd ke biarawati yang lebih muda.

"Pergi, sekarang. Bawa mereka ke gereja lewat lorong bawah."

"Tapi, nyonya-"

"Sekarang! Kita harus melindungi mereka apapun yang terjadi!"

Biarawati yang muda tampam tidak setuju,"Meninggalkan nyonya di sini bukanlah pilihan."

"Ini pengabdianmu nak,"biarawati tua berucap diiringi suara peluru yang makin keras."Lindungi dan bawa mereka kembali ke Chevailer."

Dengan mata yang memerah biarawati muda itu memurunkan Redd dan menarik sebuah karpet. Dimana dibawah karpet itu tampak sebuah tingkap kayu, yang jika ditarik menujukkan sebuah jalan menuju lorong bawah tanah.

"Cepat!"biarawati tua berucap sambil menaruh barang-barang di depan pintu. Menahan orang-orang yang mendobrak dan menembak ke arah mereka.

Biarawati muda itu mendorong Redd untuk turun secara perlahan, sebelum kemudian menyusul dengan Leen di gendongannya. Biarawati yang satunya menutup tingkap itu dan menutupnya dengan karpet.

Selanjutnya hanya kegelapan yang tersisa dalam lorong itu, biarawati muda itu meraih tangan Redd dan menyeretnya untuk berlari.

"Kita mau kemana?"tanya Redd yang mulai menangis ketakutan,"Kenapa kita meninggalkan mama? Mama jatuh, kita harus kembali."

Pengantin Sang Raja (straight) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang